Kita memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya, juga siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.
Ikhwan yang terhormat, saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari Allah, yang baik dan diberkahi: Assalamu ‘aikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Pada kajian yang lalu, kita telah membahas tentang manusia dalam Al Quran. Kajian tersebut merupakan seri pertama dari serial kajian tentang kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala Saya telah mengemukakan bahwa tujuan kajian tersebut bukanlah semata untuk penelitian ilmiah atau pengumpulan fakta-fakta secara terperinci. Tujuan kajian tersebut hanyalah agar kita bisa membuka pintu pemahaman tentang kitab Allah bagi diri kita, mengenal metode pemahaman ini, dan memperoleh kunci-kunci pembukanya.
Allah akan mencurahkan pemahaman tentang beberapa kandungan makna kitab-Nya yang mulia ini ke hati hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang ingin memperluas kajiannya, bisa mengkaji kitab-kitab tafsir dan ensiklopedi.
Tetapi, wahai Akhi, kita ingin membuka pandangan kita terhadap beberapa ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala
Pertama kali kita telah memulai pembicaraan mengenai Al Qur’anul Karim. Saya pernah mengatakan bahwa Al Quran menjelaskan komposisi materi manusia. Ia menjelaskan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakannya dari tanah. Kemudian saya juga telah membahas bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan komposisi ruhani manusia. Allah menjelaskan bahwa ia diciptakan dengan perintah dari Allah dan bahwa Allah meniupkan ruh-Nya kepadanya. “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, ‘Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan kami tidaklah diberi pengetahuan melainkan sedikit.'” (Al Isra’: 85)
Kemudian, karena perkembangan ruhani ini, manusia menaikkan nilai dirinya melebihi makhluk-makhluk lain, sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para malaikat agar bersujud kepada Adam. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakannya dan mengajarinya banyak hal yang tidak diajarkan-Nya kepada para malaikat. “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kalian memang orang-orang yang benar.’ Mereka menjawab, ‘Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.'” (Al Baqarah: 31-32)
Kemudian, wahai Akhi, bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan limpahan karunia-Nya ini mengangkat manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Saya juga telah menjelaskan bahwa dalam keadaan demikian ini, manusia wajib menghindarkan diri dari nafsu ambisi duniawi serta dari segala hal yang bersifat materi dan hina. Hendaklah ia mengangkat keruhaniahan dirinya sampai di alam ilahiyah.
Anda, wahai manusia. Allah telah meniupkan sebagian dari ruh-Nya kepada dirimu. Dia telah menciptakanmu dengan kedua tangan-Nya dan meninggikan martabatmu. Dia menjadikanmu dengan perintah-Nya dan memerintahmu untuk mencari ilmu, ma’rifah, cahaya, dan keterangan.
Karena itu, wahai Akhi, hendaklah Anda senantiasa berusaha keras agar tetap pada kedudukan ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempercayakan alam ini di tanganmu, maka peliharalah ia baik-baik.
Ikhwan yang tercinta, dunia materi dalam kitab Allah terlihat ketika Anda membaca Al Quranul Karim. Anda akan menemukan ayat-ayat yang membahas tentang alam nyata ini. Allah Yang Mahabenar berbicara kepada orang-orang kafir dengan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya patutkah kamu ingkar kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam.’ Dia menciptakan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kamu keduanya dengan perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.’ Maka Dia menjadikan tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Fushilat: 9-12)
Kemudian, wahai Akhi, Anda juga membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak memiliki retak-retak sedikit pun?” (Qaaf: 6)
Kemudian Anda membaca juga firman Allah yang lain, “Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu. Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi serta menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam pada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pokok korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (Ar Ra’d: 2-4)
Demikianlah seterusnya, wahai Akhi, Anda hampir-hampir tidak membaca satu surat pun, kecuali Anda pasti menjumpai ayat yang menyebut tentang alam, keajaiban-keajaibannya, keanehan-keanehannya, hal-hal yang berkaitan dengannya, serta hal-hal yang berhubungan dengan komposisi dan keajaiban ciptaan Allah di dalamnya. Dari sinilah kita mengerti secara yakin bahwa Al Quranul Karim telah menjelaskan hakikat-hakikat alam ini.
Wahai Akhi, sekarang kita bertanya. Mengapa Al Quranul Karim memaparkan hakikat-hakikat alam ini? Apakah Al Quran memaparkannya guna menjelaskan seluk beluknya sehingga ia menjadi sebuah buku astronomi? Apakah ketika memaparkan tumbuh-tumbuhan, berbagai situasi, perkembangan-perkembangan alam dan pertumbuhannya, Al Quran memaparkannya agar menjadi sebuah buku botani? Jelas, Al Quranul Karim turun dari sisi Allah bukan untuk membahas ilmu-ilmu alam sebagaimana buku-buku yang ditulis secara spesifik mengenainya.
Al Quran tidak menguraikannya dengan analisis ilmiah untuk menjelaskan prinsip-prinsip dan cabang-cabang teorinya. Al Quranul Karim memaparkannya agar dijadikan sebagai bukti yang tidak bisa lagi ditolak dan tidak bisa diragukan tentang keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan, merangkai, dan menyempurnakannya. Karena itu, wahai Akhi, seringkah Anda melihat penuturan masalah ini datang setelah menyebut beberapa sifat-Nya:
“Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan bagi hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan-Nya?’ Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang telah menurunkan air untuk kalian dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kalian sekali-kali tidak dapat menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingatnya. Atau siapakah yang memimpin kalian dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa pula yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha-tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa pula yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Adakah di samping Allah tuhan (yang lain)? Katakanlah, ‘Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.'” (An Naml: 59-64)
Maka, Akhi tercinta, Anda melihat bahwa Al Quranul Karim memaparkan ayat-ayat alam semesta ini bukan untuk menjelaskan bagaimana proses penciptaan bumi, tetapi untuk menarik perhatian bahwa bumi dan alam semesta yang diciptakan dengan begitu cermat ini adalah ciptaan, buatan, dan karya Allah Subhanahu wa Ta’ala Bahwa Allah yang telah menciptakan bumi dengan segala keajaiban dan keanehannya, yang memiliki ilmu, keagungan, dan ketuhanan tunggal ini, agar tidak ada yang diibadahi selain-Nya.
Wahai Akhi, Anda membaca dalam surat Al Baqarah, “Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orangorang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa. Dialah yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian; karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui.” (Al Baqarah: 21-22)
Jadi, Al Quranul Karim memaparkan ayat-ayat dan hakikat ini dalam konteks kemahatunggalan dan kemahaesaan sekaligus dalam keagungan Dzat Allah. Ia bukan sekedar untuk menjelaskan, tetapi agar di antara sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala ini bisa dijadikan sebagai bukti tentang kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga jiwa manusia menjadi tersambung dengan-Nya, berbahagia, dan tenteram sebagaimana yang dikehendaki dan diserukan oleh Al Quran itu. Al Quran mengajak semua manusia di dunia ini untuk mencari hakikat.
Ikhwan sekalian, puncak dari segala hakikat adalah Allah. Sebab, Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah fitrah di dalam jiwa mereka. Dialah yang telah menciptakan mereka dan menciptakan semua agama yang dibawa oleh para rasul agar manusia mengenal Allah. “Katakanlah, ‘Perhatikan apa yang di langit dan di bumi.'” (Yunus: 101)
Wahai Akhi, ketika Al Quran mengemukakan fenomena-fenomena alam semesta seperti matahari, bulan, tumbuh-tumbuhan, dan hujan, tidaklah bertujuan memberitahu kita akan teori-teori ilmiah tentang benda-benda ini, melainkan bertujuan menarik perhatian terhadap bukti yang terlihat nyata yang menunjukkan kebe-saran Allah Subhanahu wa Ta’ala Tetapi, saudara-saudara yang tercinta, mengapa Al Quran tidak membahas aspek-aspek ini secara ilmiah murni?
Ikhwan sekalian, itu lantaran bahwa tujuan Al Quran diturunkan untuk menjadi pengarahan ruhani yang bisa menghubungkan jiwa manusia dengan “alam ketinggian” dan mengenalkan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Andaikata Al Quranul Karim membahas aspek-aspek ini dari segala sisi, niscaya tidak akan pernah selesai. Sebab, akal manusia itu secara bertahap akan meningkat dan menyingkap hakikat-hakikat alam. Pada awalnya manusia mengetahui satu hakikat, kemudian secara terus-menerus ia akan mengetahui hakikat-hakikat baru. Meskipun demikian, Al Quranul Karim juga telah membahas sebagian dari hakikat-hakikat ilmiah ini dengan gaya yang sangat indah sampai-sampai para ilmuwan mengakui bahwa keterangan Al Quran ini berada di atas tingkat pemikiran mereka dan sampai-sampai orang-orang awam merasakan kenikmatan ketika membacanya. Dengan demikian, orangorang awam memahaminya sesuai dengan kadar ilmu mereka dan para ilmuwan juga memahami hakikat-hakikat ilmiah yang berada di atas tingkat pemikiran mereka.
Al Quran Dan Hakikat-Hakikat Ilmiah
Ikhwan sekalian, meskipun Al Quranul Karim diturunkan bukan sebagai sebuah buku ilmiah yang menjelaskan berbagai hakikat alam, sebagaimana yang diuraikan oleh buku-buku khusus untuk itu, namun ia juga mengemukakan hukum-hukum ilmiah yang dapat mengantarkan ketakjuban manusia ketika itu, apalagi ketika ia mendengar penjelasan itu dari seorang nabi berkebangsaan Arab yang buta huruf.
Bagaimana mungkin ada kitab ajaib seperti ini di zaman kebodohan dan kegelapan? Al Quran menjelaskannya kepada manusia sebagai cahaya, dengan gaya bahasa yang merakyat dan halus sehingga bisa dipahami dan dirasakan manfaatnya oleh orang awam. Ini merupakan keunikan yang tidak terdapat pada kitab sebelumnya dan tidak terdapat pula dalam kitab-kitab yang ada setelahnya.
Ketika membahas tentang alam semesta, Al Quran mengemukakan awal penciptaannya, beberapa fenomena alam, dan keadaan akhirnya.
Al Quran menyinggung permulaan penciptaan langit dan bumi, fenomena matahari dan bulan, dan akhir dari alam semesta ini. Keterangan Al Quran tentang berbagai masalah ini tidak ada yang bertentangan dengan hakikat-hakikat ilmiah yang telah banyak diketahui oleh akal manusia, yang telah disingkap oleh para ahli ilmu alam melalui berbagai eksperimen mereka dengan menggunakan sarana-sarana modern yang tidak berhubungan sama sekali dengan wahyu.
Contoh lain adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kalian mengingat akan kebesaran Allah.” (Adz Dzariyat: 49)
Dan firman-Nya yang lain, “Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kalian berdua menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.'” (Fushilat: 11)
Ini sesuai dengan teori positif-negatif, di mana segala sesuatu terdiri dari keduanya. Karena itu, dalam segala hal harus ada yang positif dan ada pula yang negatif. Proses pembentukan seluruh makhluk berdiri di atas teori ini. Demikianlah, kita melihat Al Quran telah menjelaskan asas seluruh alam semesta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan apakah orangorang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu, keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya?” (Al Anbiya: 30)
Wahai Akhi, ini tidak bertentangan dengan teori ilmiah yang mengatakan bahwa langit dan bumi berasal dari satu bahan baku. Al Quran hanya mengemukakan kaidah-kaidah umum yang bisa diterima akal dalam setiap perkembangannya. Allah berfirman, “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” (Al Anbiya: 30)
Ini merupakan fakta ilmiah yang tidak ada seorang pun yang membantahnya. Allah berfirman mengenai awal penciptaan manusia, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”‘ (Al Mukminun: 12-14)
Pembicaraan ini sudah memasuki bidang ilmu kedokteran, yang telah disaksikan oleh para ilmuwan dan tidak mungkin untuk ditentang oleh seorang pun.
Ada beberapa fenomena alam yang ditegaskan dan dikemukakan oleh Al Quran. Contohnya adalah proses terjadinya hujan yang bermula dari uap yang terbentuk karena panas matahari, kemudian digiring oleh angin. Ini tidak bertentangan dengan keterangan Al Quranul Karim.
“Tidakkah kalian melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah oleh kalian hujan keluar dari celahcelahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran es) itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (An Nur: 43)
Contoh lain adalah firman Allah, “Dan gunung-gunung sebagai pasak?” (An Naba: 7)
“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak berguncang bersama kalian, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kalian mendapat petunjuk.” (An Nahl: 15)
Karena sesungguhnya, gunung-gunung adalah pasak-pasak bumi yang menjaga agar bumi tidak bergerak sehingga airnya tumpah ke daratan.
Akhir Alam Semesta
Ikhwan tercinta, Al Quranul Karim berbicara tentang akhir kehidupan di alam semesta, “(Yaitu) pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit dan mereka semuanya (di padang mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.” (Ibrahim: 48)
Al Quran juga mengatakan, “Apabila terjadi hari kiamat. Terjadinya kiamat itu tidak dapat didustakan. (Kejadian itu) menghinakan (satu golongan) dan meninggikan (golongan lain). Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya. Dan gunung-gunung dihancur-luluhkan sehancur-hancurnya. Maka jadilah dia debu yang beterbangan.” (Al Waqi’ah: 1-6)
Al Quran juga mengatakan, “Apabila matahari digulung. Apabila bintang-bintang berjatuhan. Apabila gunung-gunung dihancurkan. Apabila unta-unta bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan). Apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. Apabila lautan dipanaskan. Apabila ruh-ruh dipertemukan….” (At-Takwir: 1-7)
Wahai Akhi, ini berarti bahwa akhir kehidupan di alam semesta ini akan terjadi dengan suatu peristiwa yang mahadahsyat. Hari kiamat itu. “Tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba.” (Al A’raf: 187)
Ia akan datang pada waktu yang dikehendaki dan ditetapkan oleh-Nya. Ketika itu benda-benda alam berbaur satu sama lain. Dan ternyata, ilmu pengetahuan juga mengatakan demikian.
Ikhwan sekalian, semua ini berarti bahwa berita tentang alam semesta dalam AI-Qur’anul Karim tidak bertentangan dengan informasi ilmu pengetahuan dalam menyatakan suatu hakikat. Bahkan tidak hanya itu, Al Quran tidak menghendaki akal manusia berhenti sampai di sini, tetapi memerintahkannya agar menjelajahi alam semesta ini. “Katakanlah, ‘Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana penciptaan (manusia) dari permulaannya.” (Al Ankabut: 20) “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit.” (Al Isra’: 85) “Dan katakanlah, ‘Wahai Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.'” (Thaha: 114)
Kesimpulan
Kesimpulannya, Ikhwan sekalian yang tercinta, hendaklah kita mengetahui bahwa kitab Allah menganjurkan kepada kita untuk memperhatikan alam semesta. Perhatian ini merupakan salah satu prinsip keimanan. Ada sebuah riwayat yang kuat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Saya pernah berkata kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,‘Beritahulah aku tentang hal yang paling menakjubkan dari keadaan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yang pernah engkau lihat!’ Ia pun menangis lama sekali. Kemudian berkata, ‘Semua keadaannya mengagumkan. Suatu malam beliau mendatangiku dan masuk ke dalam selimutku, sehingga kulit beliau bersentuhan dengan kulitku. Lantas beliau bersabda, ‘Aisyah, apakah kamu mengizinkanku pada malam ini untuk beribadah kepada Tuhanku?’ Saya menjawab, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka berada di dekatmu dan menyukai keinginanmu. Namun aku mengizinkanmu.’ Beliau berdiri menuju sebuah geriba air yang ada di dalam rumah. Beliau berwudhu tanpa terlalu banyak menyiramkan air. Beliau berdiri melaksanakan shalat, lantas membaca Al Quran. Beliau pun menangis, sehingga air mata membasahi pinggangnya. Kemudian beliau duduk membaca tahmid dan kembali menangis. Tak lama kemudian beliau mengangkat kedua tangannya dan kembali menangis, sehingga saya melihat air mata beliau membasahi tanah. Kemudian Bilal datang kepada beliau untuk memberitahukan bahwa waktu subuh telah tiba. Bilal melihat beliau sedang menangis, lalu bertanya, Wahai Rasulullah, mengapakah engkau menangis, sedangkan Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang?’ Beliau menjawab, Wahai Bilal, tidakkah selayaknya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?’ Kemudian beliau bersabda, ‘Bagaimana aku tidak menangis, sedangkan pada malam ini Allah telah menurunkan kepadaku, “Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi…” (Al Baqarah: 164)’ Kemudian beliau bersabda, ‘Celakalah siapa saja yang telah membacanya, namun tidak memikirkannya.'”
Wahai Akhi, kita diperintahkan untuk, pertama, merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta yang disebutkan dalam kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala Kedua, kita tidak berusaha memaksa Al Quran mengikuti penafsiran-penafsiran ilmiah atau memaksanya agar tidak bertentangan dengan kesimpulan penelitian-penelitian ini. Kita harus mengetahui bahwa Al Quran tidak akan bertentangan dengan fakta ilmiah yang sudah pasti. Ketiga, ilmu yang berhasil diketahui oleh para ilmuwan hanyalah sedikit dari sekian banyak ilmu. Di hadapan mereka masih terbentang fase-fase perkembangan ilmu pengetahuan yang luas sekali sebelum mereka mengetahui sebagian dari hakikat-hakikat ilmiah itu, bukan keseluruhannya. Karena itu, tidak dibenarkan bila kita menolak keterangan Al Quran berdasarkan sebagian ilmu pengetahuan yang telah mereka ketahui. Keempat, Al Quran memiliki perbedaan dibanding kitab-kitab sebelumnya, yang ia menjadikan perhatian kepada alam semesta sebagai salah satu dari sumber-sumber keimanan. Al Qur’an memberikan kebebasan yang luas untuk melakukan penelitian, kajian, perhatian, dan observasi.
Ini saja yang saya sampaikan. Saya memohon ampunan kepada Allah, untuk diri saya dan untuk Anda sekalian. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Sayidina Muhammad, juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya.