Banyak persoalan yang sampai kepada kami dari individu-individu atau kelompok-kelompok dari saudara kami warga Mesir yang telah hidup genap setahun di dalam suasana paling buruk yang dilalui oleh negara Mesir. Selepas dirampas pemerintahan umumnya yang berasaskan syura’ dan demokrasi yang dibangun melalui Pemilihan Umum yang jujur dan bersih. Hingga kemudian datang kudeta, maka diculiklah Presiden yang sah, dirombaklah pemerintahan yang sah, dibatalkankan Undang-undang yang berlaku, maka masuklah negara dalam era kegelapan lagi kelam. Dihalau darinya setiap pendakwah kepada kebenaran, keadilan, dan kebaikan. Banyak orang yang dibunuh dengan sengaja, ditangkap, dipukuli kaum lelaki, dicabuli kehormatan kaum wanita.
Kemudian, datang pula hukuman yang zhalim, yaitu gelombang hukuman mati yang menjangkai para penentang kudeta hingga seseorang dihukum mati, bahkan ratusan nyawa, hanya melalui satu atau dua sidang tanpa dibaca secara jelas tuduhan kepada mereka. Selain itu kampanne yang dilancarkan oleh media jahat yang mengaitkan golongan yang dituduh dengan terorisme dan menuduh golongan penentang rampasan kuasa sebagai teroris, yang meletakkan Mesir di bawah kekuasaan mereka, dengan kekuatan senjata. Mereka ini telah berusaha untuk mencipta Fir’aun yang baru, membelenggu seluruh rakyat Mesir.
Oleh karena itu, mereka (pro kudeta) berkata, “Syaikh Al Azhar, Dr. Ahmad Thayyib akan berusaha dan memenatkan jiwanya untuk mendapatkan diyat (uang darah) bagi anggota keluarga yang dibunuh sejak 25 Januari 2011 hingga hari ini dan dia mengandaikan demikian itu akan diridhai oleh keluarga korban dari apa yang menimpa anak-anak, saudara, ayah-ayah, suami-suami, atau teman-teman mereka.”
Setiap orang tahu bahwa korban yang dibunuh keluar dari rumah mereka dengan tiada bersenjata di tangannya, tiada tongkat, bahkan tiada niat langsung untuk memukul seseorang dengan pukulan paling perlahan, bahkan mereka keluar untuk menyertai orang yang berpuasa di tengah hari yang panas terik dalam unjukrasa. Menyertai mereka di malam hari awal dan akhirnya dengan qiyamul lail yang penuh khusyuk kepada Allah dengan keimanan dan mengharapkan ampunanNya.
Suka kiranya saya, sebagaimana kebanyakan warga Mesir yang lain, warga Arab dan Islam sekalian untuk kami bertanya kepada Syaikh Al Azhar untuk berusaha bagi melaksanakan hukum syara’ dan undang-undang Islam yang difardhukan oleh Allah kepada manusia dalam bab pertumpahan darah tanpa hak.
“Adakah keluarga korban yang dibunuh telah memberikan mandat kepada Syaikh Al-Azhar ataupun beliau sendiri melantik diri beliau menggantikan keluarga korban ini? Adakah keluarga korban bunuh tersebut berkata “Kami menerima diyat (uang darah) atas pembunuhan dengan sengaja yang dilakukan?”
Apakah diyat tersebut? Adapun diyat di sisi syara’ ialah 100 ekor unta yang tidak kurang umurnya dari 5 tahun, nilai setiap ekor unta tidak kurang LE 15,000 (kira-kira Rp25.000.000) yaitu seorang korban perlu dibayar LE 1.500.000 (Rp 25 Milyar). Ini adalah diyat bagi pembunuhan yang tidak sengaja.
Adapun pembunuhan sengaja berniat untuk membunuh, jika keluarga korban menerima untuk berdamai (yaitu tidak mahu qishas) maka diyat (uang darah) yang ditetapkan ialah jumlah yang akan ditentukan oleh keluarga korban mengikut kehendak mereka sendiri.
Pernahkah Syeikh Azhar bertanya ulama’ disekeliling beliau: “Apakah hukum darah yang ditumpahkan tanpa hak di Mesir, khususnya pembunuhan yang melibatkan ribuan nyawa dengan sengaja dengan penuh zhalim sedangkan korban yang dibunuh tidak melukai siapapun, sekalipun pada lelaki, perempuan, kanak-kanak, manusia bahkan ke atas haiwan?”
Sepanjang Ramadhan (tahun lalu 2013), mereka berpuasa pada siang hari dengan suhu yang panas, menghidupkan malamnya dengan bacaan Al-Quran dalam shalat yang panjang, bermula awal malam hingga akhirnya sambil berdoa dan mengadu kepada Allah Ta’ala.
Langsung tidak didapati pada orang yang menyertai demonstrasi tersebut mengasari makhluk lain. Para pemuda pula akan memeriksa setiap mereka yang memasuki (dataran) bagi memastikan tiada senjata yang dibawa masuk ke dalam ataupun paling kurang sesuatu yang menyakitkan orang. Maka tiada seorangpun dari kalangan mereka yang membawa pistol, pedang, pisau, tongkat bahkan batu sebagaimana batu yang digunakan oleh kalangan anak-anak Palestina.
Lalu mereka ini dibunuh dan disembelih. Saya tidak katakan sebagaimana penyembelihan biri-biri bahkan lebih dahsyat dari itu. Ini karena biri-biri tidak akan disembelih melainkan selepas ditajamkan mata pisau dan dalam keadaan yang baik sepertimana yang diajar oleh Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya Allah menulis ihsan di atas setiap sesuatu. Maka apabila kamu menyembelih makan sembelihlah dengan cara yang paling baik. Tajamkan mata pisau dan elokkan sembelihannya.”
Sesungguhnya telah dibunuh mereka itu di Pembunuhan Hadapan Bangunan Garda Republik, di hadapan Tugu Peringatan, pembunuhan terbesar di dataran Masjid Raba’ah ‘Adawiyah, di dataran Nahdhah di Giza (yaitu bertanggal 14 Agustus 2013), di Masjid Al-Fath di Ramsis, di Iskandariah, di Mansurah dan lain-lain tempat di dalam negeri.
Mereka itu, wahai Syeikh Al-Azhar dibunuh dengan sengaja dan disebabkan permusuhan, dizalimi oleh sang penzalim, dikasari oleh kelompok taghut.
Firman Allah yang bermaksud, “Mereka yang berbuat sewenang-wenang di dalam negeri. Maka bertambah padanya kerusakan.” (Surah Al-Fajr Ayat 11-12)
Paling mengerikan dari banyak pembunuhan dan penyembelihan ialah Pembantaianan Raba’ah (tanggal 14 Agustus 2013) yang dilakukan oleh As-Sisi, pembesarnya, tentara dan polisnya. Ketua kelompok itu ialah Menteri Dalam negeri Muhammad Ibrahim yang mencetuskan satu medan peperangan besar yang tidak sepatutnya terjadi. Tidak dapat digambarkan oleh saudara-saudara yang berada dalam dataran ini situasi ngeri ini, telah terjadi apa yang terjadi.
Kenapa dibunuh mereka sedangkan mereka langsung tidak bersenjata? Langsung tidak berniat untuk menggunakan kekerasan atau keganasan? Mereka telah mengumumkan di hari pertama mereka berkumpul bahwa revolusi mereka aman dan selamat yang lebih ampuh dari peluru-peluru.
Tiba-tiba himpunan aman tersebut dikejutkan dengan pertempuran yang dahsyat yang dilakukan oleh sekelompok besar tentara dari kanan dan kiri mereka, dari Timur dan Barat, dari atas dan bawah. Melalui kendaraan anti peluru dan perisai dari bawah, helikopter dan gas dari atas, pasukan penembak tepat (Sniper) pula dari atas atap bangunan bergantian mencungkil mata-mata, merobek dada-dada dan perut-perut, membantai kepala-kepala dan leher-leher manusia. Kita dapat saksikan ini dengan mata kepala kita melalui kaca-kaca televisi. Mereka ini melepaskan tembakan meyasar individu-individu di dataran sambil tertawa mengejek kegembiraan dan mengunyah permen getah.
Bagaimana para pemuda dan orang yang merdeka dapat berhadapan dengan kereta kebal, senjata otomatis, kereta perisai, penembak tepat yang bersenjata sedangkan mereka tidak memiliki senjata?
Maka para pemuda tidak mampu untuk melarikan diri dari medan pertempuran lalu memaksa mereka memasuki dataran karena keberadaan mereka bertujuan untuk menyelamatkan saudara mereka yang lain, merawat saudara mereka yang cedera, memberikan pelindungan kepada saudara mereka ataupun menyelamatkan korban-korban yang dibunuh dari kejahatan pembunuh yang akan membakar apa sahaja yang didapati di hadapan mereka.
Maka kekuatan tentera yang menakutkan itu telah membunuh, menyembelih dan membakar tanpa mempedulikan siapapun, baik orang tua, anak-anak ataupun wanita, bahkan mereka yang cedera. Dan Allah menjadi saksi atas apa yang terjadi. Manusia menyaksikan bagaimana banyaknya yang telah merakamkan situasi-situasi tersebut. Terdapat korban-korban yang dibunuh dipindahkan mayat mereka ke satu tempat yang jauh sedangkan mayat-mayat ini gagal dikenali identitas mereka.
Apa yang anda ingin katakan wahai Syeikh Al-Azhar, mereka yang membunuh ini? Adakah mereka membunuh ini dengan tersilap dan tidak sengaja? Adakah tentera dan askar, kelompok preman (baltoji) dan penembak tepat yang menaiki kereta kebal dan perisai, mengendarai helikopter, yang memainkan senjata dan senapan itu menembak mereka yang berada di dataran Raba’ah itu “karena tersilap”? Jika benar karena tersilap dan tidak sengaja maka wajib bagi pembunuh secara tidak sengaja itu membayar diyat (uang darah) kepada keluarga korban. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.” (Surah An-Nisa’ ayat 92)
Semua orang bercakap di jalan-jalan raya, manusia melihat dengan jelas, didengar melalui telinga-telinga dan berkata semua anggota keluarga korban yang dibunuh dan ditangkap: Bahwa pembunuhan ini dilakukan dengan sengaja yang dibuat oleh As-Sisi, pembesarnya, polis dan tentaranya, sengaja menggunakan kekuatan mereka, mengejek rakyat, selain juga menghina kuasa Tuhan dan lupa pembalasan di hari Kiamat.
Anggota keluarga korban syuhada’ dan yang cedera menuntut dari Anda wahai Syeikh Al Azhar -yang mewakili umat Islam di negara ini- untuk mempertahankan dan menuntut hak mereka. Agar Anda takut kepada Allah, agar Anda memulai seruan untuk dibicarakan para pembunuh dan Anda jangan melindungi mereka untuk mereka dihukum di dunia. Agar dapat dikenali siapa yang memberikan arahan untuk membunuh? Melepaskan tembakan? Siapa yang mengetuai? Siapa yang mengikuti? Siapa yang mengawal? Siapa yang melaksanakan? Tidak dapat tidak mesti dibicarakan mereka semua di mahkamah yang terbuka.
Tidak dapat tidak rakyat Mesir mesti mengetahui: Kenapa ribuan mereka itu dari kalangan rakyat dibunuh? Sedang mereka baik dari segi akhlak, ibadat dan hubungan dengan manusia lain.
Semua mereka itu kalangan rakyat yang merdeka, berpuasa dan berqiam, dibunuh dengan sengaja penuh dengan kezaliman dan permusuhan dendam.
Islam mengira bunuh salah satu dari dosa-dosa besar, perbuatan yang menjelekkan yang mengundang laknat Allah dan kemurkaanNya.
Firman Allah: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya..” (Surah An-Nisa’ ayat 93)
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Surah Al-Maidah ayat 32)
Sabda Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Seorang mukmin itu senantiasa masih berada dalam ruangan agamanya selagi dia tidak menumpahkan darah secara haram.”
Dan sabda Baginda lagi, “Hancurnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah dari dibunuhnya seorang Muslim tanpa hak.”
Al-Quran juga memberikan kefardhuan hukuman qishash sebelum siksaan di akhirat dalam firmanNya; “Wahai sekalian orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian hukuman qishash dalam pembunuhan” (Surah Al-Baqarah ayat 178)
Firman Allah lagi: “Dan janganlah kamu membunuh diri seseorang manusia yang diharamkan oleh Allah membunuhnya kecuali dengan hak. Dan siapa yang dibunuh secara zalim maka sesungguhnya Kami telah menjadikan warisnya berkuasa menuntut balas bunuh itu karena sesungguhnya dia mendapat sepenuh-penuh pertolongan (menurut hukum syara).” (Surah Al-Isra’ ayat 33)