Sangat Mendambakan Kesempurnaan
Atha bin Rabah berkata: “Ibnu Abbas bertanya kepadaku: ‘Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu seorang wanita calon ahli surga?’ Aku jawab: ‘Tentu saja.’ Ibu Abbas berkata: ‘Ini, wanita berkulit hitam ini pernah datang kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Sesungguhnya aku mengidap penyakit ayan, dan aku khawatir auratku terbuka, sementara aku tidak sadar. Maka tolonglah doakan pada Allah agar aku sembuh.” Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Jika kamu bisa sabar menghadapinya, bagimu adalah surga, tapi kalau kamu menginginkan kesembuhan, aku juga bisa mendoakannya kepada Allah agar Dia berkenan menyembuhkanmu.’ Wanita itu berkata: ‘Saya akan coba sabar.’ Setelah itu wanita itu berkata lagi: ‘Tetapi aku khawatir auratku terbuka. Karena itu, doakanlah kepada Allah supaya auratku tidak terbuka.’ Lantas Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakannya.” (HR Bukhari dan Muslim)[1]
Senang Beribadah
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk masjid. Tiba-tiba beliau lihat ada tali yang terbentang antara dua tiang masjid. Beliau bertanya: ‘Tali apa ini?’ Para sahabat menjawab: ‘Ini adalah tali milik Zainab. Apabila dia sudah merasa lelah (beribadah) maka dia akan bergantung pada tali itu.’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Tidak, lepaskan tali itu. Hendaklah salah seorang dari kalian melaksanakan shalatnya dalam keadaan segar. Kalau sudah merasa lelah, maka hendaklah dia shalat dalam keadaan duduk.'” (HR Bukhari dan Muslim)[2]
Aisyah Berkata: “Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam datang menemui Aisyah. Ketika itu di samping Aisyah ada seorang wanita. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya: ‘Siapa wanita ini?’ ‘Si Fulanah yang sering disebut-sebut mengenai shalatnya.’ Menurut riwayat Muslim: ‘Mereka menduga bahwa wanita itu tidak tidur pada malam harinya.’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Cukup, laksanakanlah ibadah semampumu. Demi Allah, Allah tidak pernah bosan sampai kamu merasa bosan sendiri.’ (HR Bukhari dan Muslim)[3]
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Seorang laki-laki datang menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata kepada beliau: ‘Sesungguhnya saudara perempuanku bernazar akan melaksanakan ibadah haji, tetapi dia sudah meninggal (sebelum sempat melaksanakan nazarnya).’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Andaikan dia mempunyai hutang, apakah kamu akan membayarnya?’ Lelaki itu menjawab: ‘Ya.’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Bayarkanlah (tunaikanlah nazarnya) kepada Allah, karena sesungguhnya Dia lebih berhak untuk dibayar!'” (HR Bukhari)[4]
Uqbah bin Amir berkata: “Saudara perempuanku bernazar akan berjalan ke Baitullah. Dia menyuruhku meminta fatwa kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai masalahnya ini. Maka aku pun meminta fatwa kepada beliau. Beliau berkata: ‘Hendaklah dia berjalan dan berkendaraan.'” (HR Bukhari dan Muslim)[5]
Hadits-hadits tersebut menunjukkan betapa senangnya kaum wanita melaksanakan ibadah dan itu merupakan sifat yang terpuji. Namun Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam –sebagai pembimbing manusia ke jalan kebaikan– tidak menyenangi sikap berlebihan seperti yang terlihat dalam beberapa hadits di atas, sebagaimana beliau juga tidak menyenangi hal itu terjadi pada kaum laki-laki seperti kasus Abdullah bin Umar ibnul Ash, Abu Darda, dan lain-lain. Kami kira kaum wanita telah mematuhi pengarahan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sehingga mereka tetap rajin beribadah, tetapi tidak berlebihan. Begitu juga halnya dengan kaum laki-laki. Semoga Allah melimpahkan ridhanya bagi kita semua, baik kepada kaum laki-laki maupun wanita.
Bersedekah Dan Berinfak
Abu Sa’id Al Khudari berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu keluar pada hari raya Adha dan hari raya Fitri. Beliau memulai dengan shalat. Setelah menyelesaikan shalat dan mengucapkan salam, beliau berdiri menghadap kaum muslimin yang sedang duduk di tempat shalat mereka masing-masing. Jika beliau mempunyai hajat yang perlu disampaikan, beliau tuturkan hajatnya itu kepada kaum muslimin. Atau kalau ada keperluan lain, maka beliau memerintahkannya kepada kaum muslimin. Beliau pernah bersabda (dalam khotbahnya): “Bersedekahlah kalian, bersedekahlah kalian, bersedekahlah kalian!” Ternyata yang paling banyak memberikan sedekah adalah kaum wanita. (HR Muslim)[6]
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Aku pernah mengikuti shalat Idul Fitri bersama Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Kemudian beliau datang membelah kerumunan mereka menuju ke tempat jamaah wanita. Beliau disertai Bilal kemudian beliau bersabda: ‘Bersedekahlah kalian (hai kaum wanita). Lalu Bilal membentangkan pakaiannya.’ Kemudian berkata: ‘Marilah, demi bapak ibuku sebagai tebusan kalian!’ Mereka segera menjatuhkan gelang-gelang dan cincin-cincin ke atas pakaian Bilal tadi.” (HR Bukhari dan Muslim)[7]
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Bersegeranya wanita bersedekah meskipun perhiasan mereka itu mahal harganya, sementara kondisi keuangan mereka di kala itu sangat sulit, menunjukkan betapa tingginya tingkat keimanan mereka dan betapa besarnya keimanan mereka untuk mentaati perintah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Semoga Allah meridhai mereka semua.”[8]
Berbuat Baik Kepada Orang Tua (Selagi Mereka Hidup Dan Setelah Mereka Wafat)
Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, berkata: “Ketika aku sedang duduk di dekat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba muncul seorang perempuan menghampiri beliau dan berkata: ‘Sesungguhnya aku telah menyedekahkan seorang budak perempuan untuk ibuku dan kini ibuku telah wafat. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Kamu berhak memperoleh pahala dan ambil kembali budak perempuan itu untukmu sebagai warisan.” Perempuan itu bertanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku itu masih mempunyai tanggungan hutang puasa sebulan. Apakah aku boleh berpuasa menggantikannya?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Ya, berpuasalah kamu menggantikannya!” Perempuan itu bertanya lagi: “Sesungguhnya ibuku itu belum pernah menunaikan ibadah haji. Apakah aku bisa menggantikannya?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Ya, laksanakanlah ibadah haji untuk menggantikannya!” (HR Muslim)[9]
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Seorang perempuan pernah datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: ‘Wahai Rasulullah sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, sementara dia masih mempunyai hutang puasa nazar. Apakah aku boleh berpuasa menggantikannya?’ Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: ‘Bagaimana pendapatmu jika ibumu itu mempunyai hutang kepada seseorang, lalu kamu membayarnya, bukankah yang demikian itu berarti kamu telah melunasi hutangnya?’ Perempuan itu menjawab: ‘Ya.’ Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Maka berpuasalah kamu untuk menggantikan ibumu!'” (HR Bukhari dan Muslim)[10]
Ibnu Abbas berkata bahwa seorang perempuan dari keluarga Juhainah datang menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata: “Sesungguhnya ibuku bernazar akan menunaikan ibadah haji, namun dia belum sempat melaksanakannya sampai dia meninggal dunia. Apakah aku boleh melaksanakan haji untuk menggantikannya?” Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Ya lakukanlah haji untuk menggantikannya. Bukankah kalau ibumu mempunyai hutang, kamulah yang harus membayarnya?” Maka bayarkanlah hutangnya kepada Allah, sebab hutang kepada Allah itu adalah yang paling utama untuk dibayar.” (HR Bukhari)[11]
[1] Bukhari, Kitab: Musibah sakit, Bab: Keutamaan orang yang menemui ajalnya karena terserang epilepsi, jilid 12, hlm. 218. Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan, dan etika, Bab: Pahala orang mukmin yang terkena musibah, jilid 8, hlm. 16.
[2] Bukhari, Kitab: Tahajjud, Bab: Apa yang dimakruhkan menyangkut berlebihan dalam beribadah, jilid 3, hlm. 278. Muslim, Kitab: Shalat orang musafir dan mengqasharnya, Bab: Masalah orang yang mengantuk dalam shalatnya, jilid 2, hlm. 189.
[3] Bukhari, Kitab: Iman, Bab: Agama/amal yang disenangi Allah adalah yang berkesinambungan, jilid 1, hlm. 109. Muslim, Kitab: Shalat orang musafir dan mengqasharnya, Bab: Masalah orang yang mengantuk dalam shalatnya, jilid 2, hlm. 189.
[4] Bukhari, Kitab: Sumpah dan nazar, Bab: Orang yang mati sedangkan dia mempunyzi nazar, jilid 14, hlm. 395
[5] Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Orang yang bernazar akan berjalan ke Ka’bah, jilid 4, hlm. 451. Muslim, Kitab: Nazar, Bab: Orang yang bernazar akan berjalan ke Ka’bah, jilid 5, hlm. 79.
[6] Muslim, Kitab: Dua hari raya, jilid 3, hlm. 20.
[7] Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: Nasihat imam kepada kaum wanita pada hari raya, jilid 3, hlm. 120. Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 20.
[8] Fathul Bari, jilid 3, hlm. 121.
[9] Muslim, Kitab: Puasa, Kitab: Mengqadha puasa orang yang sudah meninggal, jilid 3, hlm. 156.
[10] Bukhari, Kitab: Puasa, Bab: Orang yang meninggal sementara dia punya utang puasa, jilid 5, hlm. 98. Muslim, Kitab: Puasa, bab: Mengqadha puasa orang yang sudah meninggal dunia, jilid 3, hlm. 156.
[11] Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Haji dan nazar orang yang telah meninggal dunia, jilid 4, hlm. 436.