Dakwah di Kedai-kedai Kopi

Tibalah saatnya untuk prakte setelah sekian lama menggelutdunia keilmuan. Saya menawarkan kepada teman-teman agar keluar untuk menyampaikan khotbah atau ceramah di kedai-kedai kopi. Teman-teman merasa heran seraya berkomentar, “Para pemilik kedai kopi  tentu tidak akan mengijinkan hal ini. Mereka pasti akan menolakny, karena dapat mengganggu pekerjaan mereka. Disamping itu, kebanyakan dari para pengunjung kedai kopi adalah orang-orang yang hanya memikirkan apa yang sedang mereka nikmati. Bagaimana kita mesti berbicara tentang agama dan akhlak di hadapan orang-orang yang hanya memikirkan kesenangan duniawi seperti yang sedang mereka nikmati itu?”

Saya berbeda pendapat dengan teman-teman ini. Saya meyakini bahwa kebanyakan orang yang berada di kedai kopi siap mendengarkan nasihat dari pihak lain, termasuk dari kalangan aktivis masjid, sebab kegiatan ini merupakan sesuatu yang unik, langka dan baru bagi meremeka.  Kita tidak perlu menyampaikan sesuatu yang dapat melukai perasaan mereka. Kta harus menyampaikan dengan metode yang tepat, dengan gaya yang menarik, dan dalam waktu yang singkat.

Ketika terjadi perdebatan yang panjang seputar masalah ini, saya katakan kepada teman-teman, “Mengapa perconaan ini tidak kita jadikan saja sebagai ‘hakim’ dalam persoalan tersebut?” Akhirnya, teman-teman pun menerima usulan saya. Kami pun akhirnya keluar untuk melakukan apa yang telah kami rencanakan. Kami awali dengan mengunjungi beberapa kedai yang terletak di kompleks Shalahudin. Selanjutnya di kedai-kedai kopi yang tersebar di wilayah Thulun, sehingga akhirnya-melalui jalan berbukit-sampai di Jalan Salamah dan Jalan Sayidah Zainab. Saya perkirakan dalam waktu semalam itu saya dapat menyampaikan lebih dari dua puluh kali ceramah. Setiap ceramah menghabiskan waktu antara lima hingga sepuluh menit.

Ternyata para pendengar sangat takjub. Mereka semua terdiam mendengarkan ceramah dengan seksama. Para pemilik kedai pada mulanya seperti kurang berkenan, namun setelah itu mereka justru minta agar ceramah ditambah lagi. Mereka ingin agar setelah menyampaikan ceramah, kami minum-minum terlebih dulu, atau mintapa saja yang diinginkan. Namun dengan halus kami tolak kami memintamaaf kepada mereka karena tidak bisa memenuhi kemauannya dengan alasan sempitnya waktu. Kami memang telah berjanji kepada diri sendiri untuk mengoptimalkan penggunaan waktu untuk Allah. Karenanya kami tidak ingin memanfaatkannya untuk yang lain. Sikap kami ini dapat memberikan pengaruh yang cukup besar bagi jiwa mereka. Tak perlu heran, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah mengut seorang rosul atau nabi, kecuali moto pertamanya adalah: “Katakanlah, ‘Sya tidak akan meinta upah atas kalian atas dakwah ini.’” Kesucian niat inilah yang memberikan pengaruh yang positf dalam jiwa para mad’u (objek dakwah).

Percobaan ini ternaya berhasil seratus persen. Selanjutnya kami kembali ke tempat kami di Syaikhun. Kami sangat gembira dengan keberhasilan ini dan bertekad untuk meneruskan perjuangan di lahan lain. Kami selalu berusaha memberikan nasihat praktis yang aplikatif kepada semua orang melalui metode semacam ini. Ini merupakan komitmen kami. Di dalam aktivitas ini, saya menemukan ‘hiburan’ tersendiri bersamaan dengan absen saya dari Jam’iyyah Al-Hasyafiyah, yang gregetnya mulai meluntur di Mahmudia,meskipun para anggotanya masih terus mempererat persaudaraan, saling bekerjasama untuk Islam, serta masih dipersatukan oleh Tarekat Hashafiyah untuk tetap melaksanakan aktivitas ibadah, dzikir dan beramar ma’ruf nahi mungkar. Selanjutnya dari waktu ke waktu ekspedisi Inggris itu mampu membangkitkan rasa fanatisme ke dalam jiwa mereka. Inggris telah meletakkan tongkatnya dan bercokol di negeri yang aman ini; negeri yang sebelumnya tidak pernah tertimpa oleh bencana sedasyat ini. Pantasnya ekspedisi seperti itu tertuju ke ngeri-negeri paganis, bukannya mendiami negeri-negeri kaum muslimin, karena mereka adalah manusia-manusia yang keimanannya paling benar, ketauhidannya kepada Allah paling lurus, hatinya paling bersih danjiwanya paling sehat. Hanya Allah-lah yang berhak mengatur segala urusan makhluk-Nya.