Demokrasi Untuk Palestina

Pada tanggal 2 Jumadits Tsani 1357, atau sekitar tahun 1938, di Palestina sedang terjadi revolusi bersenjata melawan zionis Israel dan sekutunya, Inggris, yang menjajah negeri itu. Api perlawanan itu berhasil dikobarkan oleh Asy-Syahid Izzudin Al-Qassam yang mampu membentuk pasukan sangat kuat untuk menghadapi antek-antek Yahudi dan pasukan Inggris. Perlawanan bersenjata itu sendiri dipimpin oleh Muhammad Amin Al-Husaeni, Mufti Al-Quds yang berhasil keluar dari wilayah Palestina dengan melakukan penyamaran, setelah Inggris memutuskan untuk menangkap dan mengadilinya.

Gema dari revolusi semakin keras dan menyebar di seluruh penjuru dunia. Bahkan, ketika Perdana Menteri Mesir dalam perjalanannya menuju Perancis, beberapa wartawan asing menanyakan pendapatnya atas pergolakan yang terjadi di Palestina dan Baitul Maqdis. Ia berkata,”Saya adalah Perdana Menteri Mesir dan bukan Perdana Menteri Palestina.” Pernyataan terbuka tersebut dipublikasikan secara luas oleh seluruh media massa Mesir, sehingga menimbulkan gejolak yang luar biasa. Bahkan, melahirkan demonstrasi besar-besaran di seluruh dunia Arab dan Islam. Seluruh media massa Arab dan berbagai organisasi Islam sepakat bahwa pernyataan tersebut sangat berbahaya karena bertentangan dengan prinsip-prinsip persatuan, persaudaraan, pembelaan, dan perjuangan yang sama melawan kekuatan Yahudi serta penjajahan dunia.

Adanya pernyataan kontraproduktif itu membuat Imam Hasan Al-Banna mengeluarkan instruksi untuk seluruh anggota Jamaah Ikhwan agar melakukan demonstrasi sebagai ungkapan ketidaksetujuan atas pernyataan Perdana Menteri Mesir yang dapat melemahkan semangat jihad kaum Mujahidin di Palestina. Pernyataan ini juga dapat menjauhkan mereka dengan saudara-saudara seiman mereka yang terdapat di setiap penjuru dunia.

Ikhwan di Rasyid akhirnya sepakat untuk melakukan demonstrasi yang dimulai dari masjid Al-Mahalli, sebagai salah satu bentuk solidaritas ukhuwah Islamiyah untuk kaum muslimin di Palestina, juga sebagai protes atas pernyataan Perdana Menteri Mesir. Mereka kemudian membuat spanduk besar bertuliskan kalimat ini, “Palestina Terbakar. Waspadalah, Wahai Kaum Muslimin.”

Mereka lalu menyebarluaskan tulisan tersebut dan menuliskannya di setiap tembok dan tempat-tempat strategis di dalam kota, sehingga memudahkan bagi setiap orang untuk membaca. Setelah shalat Jum’at, para demonstran keluar dari Masjid Al-Mahalli dengan beberapa bendera Ikhwan dikibarkan di barisan depan. Para demonstran juga meneriakkan yel-yel pembelaan untuk bumi Palestina, misalnya “Palestina bumi Arab dan Islam”, “Terputuslah tangan orang-orang yang mencengkerammu, wahai bumi Al-Quds”, “Runtuhlah kekuasaan Inggris, sekutu Yahudi, dan runtuhlah perjanjian Balfour”, “Hancurlah musuh-musuh Islam!”

Ketika para demonstran berlalu di jalan protokol, tiba-tiba aparat kepolisian menangkap beberapa ikhwah yang turut dalam demonstrasi tersebut, lalu memasukannya ke dalam mobil yang sudah disiapkan. Sementara yang lain terus berteriak tanpa berpikir sedikit pun untuk mundur. Bahkan, beberapa peserta demonstran naik ke atas mobil polisi sambil berteriak, “Palestina bumi Arab dan Islam!”

Akhirnya, sepuluh orang demonstran yang terdiri dari para pemuda Ikhwan ditangkap lalu dimasukkan dalam sel polisi. Walaupun Rasyid tampak bergejolak dengan adanya demonstrasi tersebut, namun aparat keamanan berhasil mencerai-beraikan para demonstran, sehingga mereka membubarkan diri.

Dan, aku adalah salah satu dari orang-orang yang ditangkap. Kami dimasukkan ke dalam kamar tahanan yang sangat kecil dan sempit, di bawah pengawasan aparat dan perhatian orang-orang yang ditahan di sana. Kamar tahanan itu tidak memiliki jendela, kecuali sebuah lubang angin yang sangat kecil tertutup terali. Para narapidana itu hanya mengenakan sehelai kain yang hanya cukup untuk menutupi aurat mereka. Ketika kami menyaksikan pemandangan memilukan itu, seakan ada beban yang sangat berat yang menimpa kami. Kami lalu saling mendekat satu sama lain, bergerombol bersama bagaikan anak-anak yang berkerumun di hadapan ibu mereka.

Pada sore hari, keluarga datang menjenguk dan membawakan makanan serta beberapa helai pakaian ganti. Pagi keesokan harinya, kami baru mengetahui bahwa wakil komandan kepolisian menerbitkan surat perintah untuk menggeledah rumah kami. Tindakan ini tentu saja merupakan pukulan yang sangat menyakitkan, bagi keluarga kami. Sebab. Hal tersebut dianggap aib dan pelecehan atas kehormatan mereka.

Keesokan harinya, sekitar pukul sepuluh pagi, kami dipanggil satu per satu untuk diinterogasi. Penyelidikan itu berlangsung di kantor kepolisian. Karena masalah yang kami lakukan terkait dengan undang-undang, maka penyelidikan dan interogasi itu akan berlangsung di ruang pengadilan dan di kamar wakil komandan kepolisian.

Akh Mursi Ash-Shaut yang berprofesi sebagai nelayan, lalu dipanggil.

“Apa urusanmu dengan masalah Palestina? Bukankah ia sebuah negara yang berdiri sendiri sama seperti kita?” tanya wakil polisi.

“Benar, Palestina adalah salah satu negara Arab yang sebagian besar penduduknya adalah muslim. Selain sebagai negara tetangga, kami juga diikat oleh jalinan persaudaraan Islam. Al-Qur’an menyebutkan, ‘Sesungguhnya, orang-orang yang beriman itu bersaudara…’(Al-Hujurat: 10)

“Tapi, engkau adalah seorang nelayan, apa urusanmu terlibat dalam aktivitas mahasiswa?”

“Islam tidak mengenal adanya perbedaan status dan profesi, apakah ia sebagai pekerja, mahasiswa, atau nelayan. Semuanya bersaudara dalam Islam. Tidak ada kelebihan bagi bangsa Arab atau non Arab, kecuali dalam hal ketakwaan mereka terhadap Allah.”

Kamudian, Mahmud Al-Qabani, seorang mahasiswa, dipanggil.

“Siapa yang menyuruhmu melakukan demonstrasi untuk membela Palestina?” tanya wakil komandan kepolisian.

“Islam memerintahkan kami agar saling membantu dan menolong. Itulah yang disabdakan Rasulullah saw., ‘Barangsiapa yang tidak peduli dengan urusan saudaranya, maka dia itu bukan bagian dari mereka’.”

“Tapi, Palestina bukan bagian dari negara kita dan kita tidak memiliki kepentingan apa pun dengan masalah yang terjadi di sana.”

“Palestina adalah negara tetangga kita dan ia lebih dekat daripada Aswan. Oleh karena itu, sebagai tetangga, kita juga harus peduli dengan masalah yang menimpa mereka, sebagai bentuk kepedulian kita atas apa yang dilakukan oleh bangsa Yahudi atas mereka, sebagaimana yang diperingatkan Allah kepada kita.”

Sang wakil kemudian memanggilku, Abbas As-Siisi, yang menjadi mahasiswa ketika itu.

“Mengapa anda turut berdemonstrasi?”

“Aku berdemonstrasi sebagai bentuk pembelaan dan dukunganku terhadap bangsa Palestina yang muslim. Sesungguhnya, akidah yang kita anut mewajibkan kita membantu saudara kita, sesama muslim!”

Negeriku adalah Islam, takkan kukorbankan jiwaku selain untuknya

Putra-putranya adalah saudaraku di mana pun mereka berada

Mesir, Syam, Najd, dan Baghdad, semuanya adalah umat yang satu

Tak ada negeri lain selain ia adalah negeri Islam

Apa yang ada di negeri Syam dan lembah Nil adalah sama

Bila di negeri itu digemakan asma Allah

Maka itu pun bagian dari jantung negeriku

Inilah yang membuat wakil kepolisian itu terkejut bukan kepalang. Ia menangkap bahwa akal pemuda-pemuda ini mulai menyimpang dan pemikiran yang meguasai mereka, sesungguhnya, sangat berbahaya.

Setelah proses interogasi dan investigasi dilakukan terhadap setiap akh, wakil komandan kepolisian itu kemudian memerintahkan agar kami dijebloskan ke dalam penjara, dan tak ada instruksi apa pun agar kami segera dikeluarkan dari sana. Setelah ditahan selama tiga hari, kami diajukan ke pengadilan, tepatnya pada hari Sabtu pagi, tanggal 10 Jumadil Akhir, 1357 H.

Mereka mengeluarkan kami dari tahanan dengan tangan diborgol. Sambil berjalan kaki, mereka menggiring kami menuju ruang pengadilan, sementara orang-orang yang berada di pinggir jalan berbaris tenang menyaksikan kami digiring sebagai pesakitan. Di hadapan hakim yang mengadili kami, tampil beberapa pengacara yang membela kami secara sukarela. Orang-orang yang hadir mengikuti persidangan juga menampakkan semangat keberpihakan mereka kepada kami. Setelah melalui proses musyawarah dan konsultasi, kami akhirnya dibebaskan setelah membayar denda sebesar satu junaih.

Keluarga kami yang hadir dalam persidangan itu membayar denda tersebut dan saat itu juga kami dibebaskan. Satu hal yang juga patut disebutkan di sini adalah selang beberapa bulan kemudian, diterbitkan sebuah keputusan baru untuk membatalkan hukuman yang pernah diberikan dan uang yang kami bayarkan sebagai denda itu kemudian dikembalikan kepada kami.

Setelah dikeluarkan dari penjara itu, rupanya ayah melarangku kembali ke rumah, karena ia merasa bahwa kehormatan dirinya telah dilecehkan dan diinjak-injak setelah aparat kepolisian menggeledah kediamannya. Peristiwa seperti ini merupakan peristiwa pertama yang dialami oleh keluargaku. Akhirnya, aku tidak memiliki pilihan lain, kecuali menjadikan Kantor Cabang Ikhwan sebagai tempat tinggalku untuk sementara, sehingga Allah menyibak tabir kebenaran antara ayah dan diriku. Namun, secara diam-diam, ibuku mengirim tempat tidur dan bekal sehari-hari untukku tanpa sepengetahuan ayah.

Setelah berada dua pekan di Kantor Cabang Ikhwan, dua orang pamanku datang menjenguk dan memintaku agar berangkat bersamanya menuju toko ayah agar aku dapat berdamai dengannya. Mereka juga berharap agar aku berjanji tidak akan kembali lagi ke kantor Ikhwan jika ayah melarangku kembali ke sana.

Aku kemudian berangkat bersamanya ke sana dan menemukan ayah sedang duduk ngobrol dengan salah seorang kawannya. Ketika aku berdiri di hadapannya bersama kedua pamanku, ia segera memandangku penuh marah dan berkata, “Apabila engkau masih ingin tinggal bersamaku dan kuakui sebagai anak, syarat pertama yang harus engkau penuhi adalah tidak kembali ke kantor organisasi itu lagi. Ataukah engkau menganggap bahwa jalan pikiranmu itu paling benar?”

Sejenak aku terdiam mendengar ucapannya, lalu balik marah dan berkata, ”Aku takkan meninggalkan kantor organisasi itu!” Aku kemudian berlari menuju Kantor Cabang Ikhwan, meninggalkan mereka dalam keadaan bengong dan terkejut atas keputusan yang kuambil.

Setelah peristiwa itu, aku mendengar bahwa ternyata pamanku dan dua orang kawan ayahku yang hadir pada saat itu, balik membelaku dan berkata pada ayahku, “Sesungguhnya, putramu itu tidak melakukan kejahatan apa pun atau memiliki perilaku yang buruk. Di sana, ia juga shalat dan belajar tentang Islam. Lalu, mengapa engkau harus melarangnya.”

Mereka berhasil meyakinkan ayahku dan membuatnya hanya diam mendengar penjelasan mereka. Tak lama kemudian pamanku datang ke Kantor Cabang Ikhwan, lalu mengantarku kembali ke rumah dan disambut penuh sukacita oleh ibuku̶ semoga Allah senantiasa merahmatinya.

Aku tak pernah membayangkan sebelumnya bahwa aku akan menampakkan sikap seperti itu di hadapan ayahku. Padahal, aku bisa saja menerima tawaran yang ia ajukan, walau itu bersifat sementara, sekadar untuk memuaskan keinginannya. Setelah itu, aku akan kembali ke kantor Ikhwan. Namun, yang terjadi dan mengejutkanku adalah ia menuduh Ikhwan melakukan sesuatu yang tidak pada mereka. ia juga menganggap bahwa dakwh Ikhwan adalah objek tuduhan. Itulah yang membuat hatiku tersinggung dan tidak menerima tuduhan tersebut, karena selama ini hatiku telah meyakini kebenaran dakwah ini. Oleh karena itu, untuk membebaskan dakwah Ikhwan dari tuduhan buruk seperti itu, aku segera memutuskan untuk kembali ke Kantor Cabang dan menetap di sana. Siapa yang mengetahui bahwa ketika aku memenuhi permintaan ayahku untuk tidak kembali ke kantor Ikhwan, walaupun pada awalnya hanya sekadar basa-basi, dapat membuatku berpaling dari jalan dakwah ini dan tidak berkumpul kembali bersama saudara-saudaraku, sehingga sistem kehidupanku pun berubah dari apa yang kujalani saat ini.

Berpegang teguh pada kebenaran dengan segala kekuatan yang Anda miliki adalah awal dari langkah keselamatan Anda dari jalan yang menyimpang. Ketika seseorang rela dan setuju terhadap beberapa masalah lalu kemudian melanjutkannya kembali, maka seluruh masalah itu akan lenyap darinya.

Sebagaimana yang terjadi di Rasyid, demo-demo pun berlangsung di daerah-daerah lain. Ada banyak Ikhwan yang ditangkap, baik di Kairo maupun di wilayah lainnya. Ustadz Hasan Al-Banna sendiri menyempatkan diri mengunjungi Ikhwan yang ditahan di Kantor Kepolisian di Damanhur, agar dapat menguatkan semangat dan kesabaran mereka. Salah seorang pegawai penjara berkata lembut kepadanya, “Masalah yang mereka lakukan sangat sederhana dan ringan. Tidak lama lagi mereka pasti dibebaskan oleh Wakil Kepolisian.”

Mursyid ‘Aam hanya berkata singkat kepadanya, “Ini adalah tekanan pertama yang datang kepada Anda, dan akan dilanjutkan dengan tekanan-tekanan berikutnya. Satu model yang tidak pernah terjadi dalam pemerintahan dunia Islam. Namun bagi kami, semua ini adalah proses tarbiyah yang harus kami jalani.” Beliau kemudian berterima kasih kepada petugas penjara atas pelayanannya yang baik untuk seluruh Ikhwan.

Akhirnya, pemerintahan yang berkuasa membebaskan Ikhwan yang dipenjara di seluruh negeri, seperti yang mereka lakukan di Rasyid. Mursyid ‘Aam juga berkata kepada kami bahwa pascademonstrasi itu, Menteri Luar Negeri mengecam Menteri Pendidikan karena perintah demonstrasi yang terjadi serentak di seluruh penjuru negeri dikeluarkan oleh seorang guru SD bernama Hasan Al-Banna, yang notabene berada di bawah pengawasan Menteri Pendidikan dan Pengajaran. Berita ini juga membuat sang menteri terkejut, karena ia tidak pernah menyangka bahwa seorang guru rendahan memiliki kekuasaan besar seperti itu.

Ia juga menceritakan kepada kami bahwa ketika beliau dipanggil untuk keperluan penyelidikan di Kantor Perwakilan Umum di Kairo, terkait dengan terjadinya demonstrasi tersebut ̶ ini terjadi pada bulan Ramadhan ketika kaum muslimin sedang berpuasa ̶ ia bertemu dengan salah seorang pengacara yang siap mengadvokasi Ikhwan. Namun, ketika Mursyid ‘Aam menyaksikan pengacara muslim menggenggan rokok, ia seger berkata kepadanya, “Kami takkan meminta pertolongan kepada orang-orang yang bermaksiat kepada Allah dalam melaksanakan perintah-Nya.” Betapa malu pengacara tersebut dan segera keluar meninggalkan Mursyid ‘Aam.

Demonstrasi ini sendiri merupakan amal jama’i pertama yang menampilkan profil organisasi Ikhwan di hadapan khalayak ramai. Aku mengatakan bahwa ini adalah organisasi Ikhwan karena sampai saat itu nama Jamaah Ikhwan tetap dipakai dengan sebutan jam’iyyah, yang berarti organisasi atau perhimpunan, sebagaimana disebutkan dalam bait syair ini.

“Organisasi Ikhwan telah membangkitkan dalam diri kami

Semangat para pendahulu pembuka jalan bagi kami

Maka kami sambut seruan itu menuju ketinggian

Berlomba kibarkan panji kemenangan.”