Saya ingin menulis dua kenangan manis: yang satu bersifat praktis dan satunya lagi bersifat teoritis. Saya dibuat heran oleh keduanya, dan sewaktu-waktu ia bisa membangun pikiranku.
Pertama, kenanganku tentang seseorang yang sangat berilmu dan punya banyak keutamaan, yaitu Syaikh Ahmad Asy Syarqawi Al Hawaraini rahimahullah, yang hanya sekali saja kulihat, yakni ketika beliau mengunjungi anak-anak, siswa-siswa, dan orang-orang kesayangannya di Damanhur. Beliau memeriksa keadaan mereka di rumah-rumahnya. Beliau menghabiskan waktu semalam bersama saya dan beliau tidak keluar seperti biasanya. Saya tahu tentang beliau ini, sehingga saya menghormatinya. Ini selalu saya ingat. Saya tahu bahwa beliau amat cinta kepada ilmu dan ta’lim. Kecintaannya ini benar-benar keluar dari kedalaman lubuk hatinya. Beliau mendorong orang-orang yang berada di daerahnya agar menuntut ilmu. Beliau suka memberikan bantuan kepada orang yang tidak mampu dalam bentuk menanggung biaya sekolahnya sampai tamat. Beliau memang sengaja menyisihkan hartanya untuk itu. Setelah yang satu tamat, beliau menyalurkan dananya kepada siswa lain yang tidak mampu sampai saat tamat sekolahnya, dan sampai ia dapat mengembalikan “hutang”nya. Caranya adalah dengan mengamalkan atau mengajarkannya. Dengan cara ini, di Hawarain tidak ada orang yang tidak mampu mengajar, sekalipun keluarganya miskin. Seluruhnya telah dibuat cukup oleh kedermawanan beliau ini. Ditambah lagi oleh adanya ikatan ruhiyah yang terjalin demikian erat antara seluruh penuntut ilmu yang ada.
Beliau tampak amat bahagia ketika pada suatu liburan musim panas dikelilingi oleh para pelajar: dua puluh orang diantaranya adalah mahasiswa Al Azhar, dua puluh orang mahasiswa Darul ‘Ulum, lima puluh orang pelajar Darul Mu’allimin Al Awwaliyah, dan banyak lagi siswa dari berbagai lembaga pendidikan. Beliau menasihati mereka, bercengkrama dengan mereka, serta melontarkan teka-teki pertanyaan-pertanyaan kepada mereka, selain berbagai diskusi dan tanya jawab dengan mereka. Semua itu semakin memotivasi mereka untuk terus menuntut ilmu pengetahuan. Oleh karena itulah, para siswa Darul Mu’alimiin Al Awwaliyah di Damanhur kebanyakan berasal dari Hawarain. Beliau juga menyempatkan diri untuk mengunjungi para siswa itu dalam rangka memberikan dorongan kepada mereka melalui dialog-dialog ilmiah, juga dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan maupun teka-teki seperti yang biasa beliau lakukan. Semoga Allah merahmatinya dan melapangkan surga untuknya.
Kedua,kenangan dengan Syaikh Shawi Darraz rahimahullah. Ia masih cukup muda. Usianya tak ebih dari dua puluh lima tahun. Ia bekerja sebagai petani. Dalam usia yang masih begitu muda itu, ia telah berpulang ke hadhirat Allah. Ia termasuk manusia langka dalam hal kecerdasan, ketajaman pemahaman dan dalam memahami berbagai persoalan. Kami berbincang dengannya tentang As Sayyid Ibrahim Ad-Dasuki, kemudian tentang As Sayyid Ahmad Al Badawi di Thanta. Ia berkata,”Apakah engkau tahu tentang Sayyid Ahmad Al Badawi?” Saya jawab,”Ia seorang wali yang mulia, bertaqwa, shalih, berilmu dan memiliki banyak kelebihan.””Itu saja?”tanyanya.”Ini yang saya ketahui.”jawabku. Ia kemudian berkata, “Tolong dengarkan, saya akan bercerita kepadamu. As Sayyid Al Badawi datang ke Mesir dari negeri hijrahnya, Makkah. Keluarga beliau berasal dari Maroko. Ketika beliau tiba di Mesir, negeri ini berada di bawah kekuasaan Mamalik. Kepemimpinan Mamalik tentu tidak sah karena mereka bukan orang-orang merdeka (kata ‘mamalik’ jamak dari kata ‘mamluk’, yakni budak), sementara beliau adalah seorang Sayyid Alawi yang memiliki trah yang mulia, ilmu dan derajat kewalian. Sementara itu, kekhalifahan Abbasiyah sudah runtuh dan riwayatnya di Baghdad telah tamat. Umat Islam pecar menjadi berbagai daulah kecil yang dikendalikan oleh para umara yang menguasai daulah-daulah dengan ‘kekuatan’. Di antaranya adalah kaum Mamalik itu. Di sana terdapat dua tugas yang menjadikan As Sayyid Ahmad Badawi berjihad demi menunaikan kewajiban: mengembalikan kekhilafahan dan melepaskan kekuasaan negara dari tangan-tangan kaum mamalik, karena kekuasaan mereka tidak sah.
Bagaimana ia harus melaksanakan hal ini? Harus ada perencanaan yang matang, Ia mengumpulkan beberapa orang kepercayaan dan para penasihatnya, diantaranya adalah As Sayyid Mujahid dan As Sayyid Abdu Ali. Mereka bersepakat menyebarluaskan dakwah yang menghimpun orang banyak untuk melakukan dzikir dan tilawah. Ketika orang-orang telah terhimpun untuk dzikir dan mempelajari hukum-hukum agama, mereka baru dapat merasakan dan mengetahui adanya kerusakan dalam pemerintahan dan lenyapnya kekhalifahan di dalam masyarakat mereka (masyarakat Islam). Akhirnya, semangat keagamaan mereka pun tumbuh dan mereka mulai meyakini akan wajibnya beramar ma’ruf dan nahi mungkar, sampai kepada jihad untuk membangun kembali kondisi umat yang sudah rusak ini.
Mereka setiap tahun berkumpul. As Sayyid Al Badawi memilih kota Thanta sebagai pusat pergerakan karena letaknya diantara banyak kota yang masih ‘ramah’ dan jauh dari hiruk pikuk pusat pemerintahan. Ketika para peserta mengadakan pertemuan tahunan dalam bentuk semacam peringatan maulid, maka ia dapat menyimpulkan sudah sejauh manakah dakwah yang dilakukannya itu memberi pengaruh kepada umat manusia. Demikianlah dakwah ini menyebar secara luas hingga berhasil mengumpulkan pengikut yang cukup banyak.
Akan tetapi keadaan tidak mendukung keberhasilan gerakan ini. Mesir selanjutnya dikuasai oleh Zhahir Bibers Al Bandaqdan. Ia berhasil mengalahkan tentara salib beberapa kali dan berhasil mengalahkan pasukan Tartar bersama Mudzafar Qathaz. Namanya pun berkibar dan disukai oleh rakyat. Tidak hanya itu, bahkan salah seorang dari putra Abbasyiyah membai’atnya sebagai khalifah. Dia akhirnya mematikan proyek ini dari pangkalnya. Tidak hanya berhenti disitu, ia juga menjalin hubungan politik yang baik dengan As Sayyid Al Badawi, mengangkat kedudukannya, serta mempercayakan kepadanya untuk menjadi penanggung jawab pembagian tawanan perang ketika meraih kemenangan dari negeri musuh, karena hal ini mengandung arti penghormatan dan pemuliaan kepadanya. Semua itu terjadi sebelum selesai proyek yang sangat berarti ini. Pemerintahan ini terus berlanjut di tangan Mamalik dan terus jaya di tangannya untuk beberapa masa.”
Saya dengarkan baik-baik penjelasan tentang sejarah As Sayyid Al Badawi ini. Saya heran terhadap mental dan intelektualitas pemuda yang hanya mengenyam pendidikan di desanya. Betapa banyak di Mesir ini orang yang memiliki kejeniusan dan intelektualitas yang handal namun terpendam. Alangkah baiknya jika ada orang yang dapat memberdayakan dari tatanan potensi kepada tataran pengamalan nyata. Ungkapan yang pernah diucapkan oleh Syaikh Ash-Shawi Darraz rahimhullah masih selalu tergambar dalam benak saya, yang seakan-akan sekarang saya sedang mendengarnya. Ada banyak pelajaran yagn istimewa di sana.
Segala urusan ada di tangan Allah. Bumi seluruhnya adalah miliki Allah yang akan diwariskan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hambaNya, dan kesudahannya milik orang-orang yang bertaqwa.