Fitrah sebagai Bukti Adanya Allah
Alam semesta ini dengan segala yang ada di dalamnya berupa keteraturan, kecermatan, kekokohan, keindahan, kesempurnaan dan keserasian, itu semua bukanlah satu-satunya bukti yang menunjukkan adanya Tuhan Maha Penegak langit dan bumi. Akan tetapi masih ada bukti lain yaitu perasaan yang tertanam di dalam jiwa setiap manusia akan adanya Tuhan yang Maha Suci. Perasaan ini merupakan pembawaan manusia sejak dilahirkan. Perasaan ini disebut perasaan fitrah. Di atas perasaan fitrah inilah Allah menciptakan manusia itu. Itulah yang biasa diungkapkan dengan sebutan gharizah diniyah atau naluri keagamaan. Faktor inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang.
Kadang-kadang perasaan keagamaan ini tenggelam karena suatu sebab sehingga ia tidak dapat bangkit dari kelalaiannya kecuali jika ada pemicu yang membangkitkan kesadarannya, seperti adanya penyakit yang dideritanya atau bahaya yang mengepung dirinya. Kepada hal semacam inilah Al-Qur’an mengisyaratkan:
“Dan apabila manusia ditimpa suatu bahaya maka ia memohon kepada Kami sambil berbaring atau sambil duduk atau sambil berdiri. Maka tatkala Kami menghilangkan bahaya itu darinya, ia pun berjalan seolah-olah ia tidak pernah memohon kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang menimpanya.” (QS. Yunus [10] : 12)
Bukti Realitas dan Pengalaman
Apabila pengalaman akal pikiran terhadap alam semesta dan rahasia-rahasianya dapat membimbing manusia untuk mengakui adanya Tuhan Pencipta yang Maha Luhur, dan apabila perasaan fitrah itu benar-benar merupakan perasaan yang murni dalam jiwa manusia sehingga dapat merasakan adanya Tuhan Pencipta, yang dalam hal ini sama antara orang berilmu maupun orang yang bodoh, orang kota maupun orang badui, laki-laki maupun perempuan, orang-orang terdahulu maupun belakangan. Maka sesungguhnya masih ada bukti lain atas adanya Tuhan yang diperoleh dari realitas yang dialami manusia maupun dari pengalaman-pengalaman spiritualnya.
Berapa banyak orang berdoa kepada Tuhan-Nya, lalu Tuhan mengabulkan doanya itu. Berapa banyak orang yang memanggil-Nya lalu Dia menyambut panggilan itu. Berapa banyak orang meminta sesuatu kepada-Nya, lalu Dia memberinya. Berapa banyak orang berserah diri kepada-Nya lalu Dia mencukupi-Nya. Berapa banyak penyakit yang diderita manusia lalu Dia menyembuhkannya. Berapa banyak kepedihan yang dialami manusia lalu Dia meringankannya. Berapa banyak rezeki yang diberikan kepadanya. Berapa banyak kesempitan yang menghimpit lalu Dia melonggarkannya. Dan berapa banyak kesusahan yang dialami manusia lalu Dia menghilangkannya.
Sesungguhnya pengalaman-pengalaman manusia akan membimbingnya dan mengantarkannya kepada Allah secara langsung. Sebab pengalaman dapat mengungkapkan kepadanya hakikat kebenaran (Tuhan) yang tidak dapat dicapai melalui inderanya. Hakikat yang mengatur alam semesta ini dan menjalankannya sesuai dengan aturan dan undang-undang yang sempurna dan tetap.