Hadiah Istimewa

Dalam sebuah hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – عَنِ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ : تَهَادُوْا تَحَابُّوا

‘Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Saling memberi hadiah di antara kalian, akan mengalirkan cinta di antara kalian.” (HR. Bukhari).

Saudaraku,

Bagaimana perasaan kita, jika kita mendapat bingkisan istimewa dan hadiah menarik dari orang yang kita cintai?. Tentu hati kita begitu berbunga-bunga. Pelangi menghiasi langit-langit kalbu kita. Kebahagiaan memenuhi relung hati kita. Seulas senyum berbinar dari wajah kita.

Terlebih hadiah itu akan menyuburkan cinta di antara kedua belah pihak; si pemberi dan penerima hadiah. “Saling memberi hadiah di antara kalian, akan mengalirkan cinta di antara kalian.” Demikian arahan nabawi, yang termaktub dalam Shahih Bukhari.

Hadiah juga pertanda ketulusan cinta orang yang memberi. Maka hati yang dipenuhi dengan dendam, hasut, iri hati, berburuk sangka, dan kebencian tak akan mampu menggerakkan tangan kita untuk memberi hadiah dan buah tangan kepada orang yang tidak kita sukai.

Hadiah istimewa tidak harus dalam bentuk materi. Tidak mesti pula mengeluarkan biaya yang mahal, jutaan rupiah atau ribuan dolar. Karena hadiah ini bisa diberikan oleh semua kita. Baik yang kaya ataupun miskin. Berada atau tiada. Pejabat ataupun rakyat jelata. Orang tua, muda, ataupun anak-anak. Semua kalangan mampu melakukannya.

Hadiah yang kita maksudkan bukanlah emas, permata, berlian, mutiara dan yang senada dengan itu. Tapi hadiah yang kita inginkan terwujud dalam kehidupan kita adalah titipan salam kita untuk sahabat-sahabat dekat kita lewat orang lain. Seperti ucapan kita kepada si Ahmad misalnya, “Tolong sampaikan salamku untuk si Fulan dan Fulan.”

Saudaraku,

Sebagian kita meremehkan nilai titipan salam. Tapi di kalangan sahabat, hal itu merupakan perkara besar, amanah yang harus ditunaikan dan bahkan mereka pandang sebagai hadiah istimewa dari si pemberi salam.

Suatu ketika datang seseorang kepada Salman al-Farisi seraya berucap, “Wahai Abu Abdullah, Fulan menitipkan salam untukmu.”

Ia berkata, “Sesungguhnya jika engkau tidak menyampaikan salamnya untukku, maka hal itu tetap menjadi amanah di pundakmu. (yang kelak Dia akan meminta pertanggungan jawab darimu).”

Lalu bagaimana dengan kita wahai saudaraku, berapa banyak salam dari saudara kita yang lalai dan lupa kita sampaikan? Tentu hal itu berakar dari ketidak pahaman kita terhadap persoalan ini. Dan sikap memandang remeh terhadap amanah yang secara zahir terlihat ringan dan tidak berbobot.

Namun mengkhianati sebuah amanah sekecil apapun, dan tidak menyampaikannya kepada yang berhak menerimanya, merupakan bibit dan benih kemunafikan.

Rasulullah s.a.w bersabda, “Apabila Allah mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terakhir kelak pada hari Kiamat, maka akan dikibarkan bendera bagi setiap pengkhianat, lalu dikatakan, ‘Ini adalah pengkhiatan terhadap si fulan bin fulan.” (HR. Muslim).

Saudaraku,

Seorang laki-laki pernah berkata kepada Abu Darda’ r.a, “(Wahai Abu Darda), Fulan menyampaikan salam untumu.”

Ia menjawab:

هَدِيَّةٌ حَسَنَةٌ وَمَحْمَلٌ خَفِيْفٌ

“Salam adalah hadiah yang baik dan beban (titipan) yang ringan.”
(Mawa’izh as shahabah, Shalih Ahmad al-Syami).

Saudaraku,

Salam merupakan hadiah yang baik, karena siapapun kita mampu melakukannya. Selama di hati ada cinta yang tulus. Selama di bathin kita tiada dendam. Selama kita menginginkan kebaikan, keberkahan dan keselamatan dunia dan akherat bagi orang lain.

Salam juga merupakan amanah atau titipan yang ringan. Karena kita merasa tak terbebani saat membawanya. Juga tidak memenuhi rangsel dan tas bawaan kita. Atau mengurangi jatah timbangan bagasi kita dan seterusnya.

Tapi sejatinya ia berat, bagi orang yang tidak amanah. Bagi orang yang pelit dan tidak mengharapkan kebaikan dan keberkahan bagi orang lain. Bagi orang yang meremehkan setiap peluang kebaikan yang ada. Bagi orang yang tidak mendamba keberkahan dari-Nya.

Saudaraku,

Terkait dengan persoalan titipan salam ini, bagaimana cara kita menjawabnya?

Dalam keseharian kita, sering kita dapati apabila seseorang mendapatkan titipan salam dari orang lain, maka ia menjawab, ”salam balik untuknya.”

Ini merupakan jawaban yang tidak sesuai dengan tuntunan nubuwah. Kalau kita kaji di dalam kitab-kitab hadits, maka kita akan dapatkan jawabannya.

Abu Daud meriwayatkan dalam kitab sunannya, dari Ghalib ia berkata, “Dahulu kami sedang duduk di depan pintu Hasan (Basri), tiba-tiba seorang laki-laki datang lalu berkata, “Ayahku menceritakan kepadaku, bersumber dari kakekku, ia berkata, “Ayahku menyuruhku datang kepada Rasulullah s.a.w, seraya berkata, “Datanglah kepada beliau dan sampaikanlah salamku kepada beliau.”

Ia berkata, “Lalu aku datang kepada beliau dan berkata, “Sesungguhnya ayahku mengucapkan salam kepadamu.”

Maka Nabi s.a.w menjawab, “‘Alaika wa ‘ala abiikas salam” (Semoga keselamatan atas engkau dan atas bapakmu).”

Dari keterangan hadits di atas, tergambar jelas di benak kita bagaimana kita menjawab titipan salam yang sampai kepada kita. Maka ketentuannya adalah sebagai berikut:

  • Jika yang titip salam seorang laki-laki, dan yang dititipi juga seorang laki-laki, maka kita menjawab salam tersebut dengan ucapan, “Alaika wa ‘alaihis-salam.”
  • Jika yang titip salam seorang wanita, dan yang dititipi juga seorang wanita, maka kita menjawab salam dengan, “Alaiki wa ‘alaihas-salam.”
  • Jika yang titip salam seorang laki-laki, dan yang dititipi seorang perempuan, maka kita menjawab salam dengan, “Alaiki wa ‘alaihis-salam.”
  • Jika yang titip salam seorang perempuan, dan yang dititipi seorang laki-laki, maka kita menjawab salam dengan, “Alaika wa ‘alaihas-salam.”
  • Jika yang titip salam dua orang laki-laki/perempuan, dan yang dititipi seorang laki-laki, maka kita menjawab salam dengan, “Alaika wa ‘alaihimas-salam.”
  • Jika yang titip salam dua orang laki-laki/perempuan, dan yang dititipi seorang perempuan, maka kita menjawab salam dengan, “Alaiki wa ‘alaihimas-salam.”
  • Jika yang titip salam orang laki-laki banyak, dan yang dititipi seorang laki-laki, maka kita menjawab salam dengan, “Alaika wa ‘alaihimus-salam.”
  • Jika yang titip salam jama’ah perempuan, dan yang dititipi seorang perempuan, maka kita menjawab salam dengan, “Alaiki wa ‘alaihinnas-salam.”

Saudaraku,

Mari kita memperbanyak memberi bingkisan yang baik dan hadiah istimewa bagi sahabat-sahabat kita. Tapi ingat, bingkisan yang baik dan hadiah terindah seharusnya kita berikan kepada orang yang layak menerimanya.

Karena jika kita berikan kepada orang yang salah alamat, justru bisa menjadi fitnah bagi kita. Seperti salam yang kita berikan buat lawan jenis kita dan bukan mahram kita.

Maka hal itu bisa menjadi awal dari tumbuh dan suburnya cinta yang tidak mendatangkan rahmat, barakah dan keselamatan dalam hidup kita. Wallahu a’lam bishawab.

Sudahkah kita memberi hadiah dan menyampaikan amanah pada hari ini?

Metro, 03 September 2014 M
Abu Ja’far Fir’adi