» مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا «
“Barangsiapa yang memiliki kemampuan (keluasan rizki) dan tidak menyembelih hewan kurban, maka jangan dekati tempat shalat (‘Id) kami.” (HR. Ahmad dan Hakim).
Saudaraku,
Orang yang mampu (memiliki keluasan rezki), tapi tidak berkurban menunjukkan bahwa orang itu telah meninggalkan suatu perkara yang wajib. Karena dia telah meninggalkan suatu yang wajib, maka seakan-akan tidak ada gunanya dia mendekati tempat shalat ‘Id.
Pada bulletin edisi kali ini, kami cantumkan sebagian hukum kurban dan sembelihan yang diambil dari kitab “Ahkam al-Udhiyah wa al-Dzakah”, karya Syekh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin rahimahullah dan dari sumber lainnya. Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat dijadikan semacam panduan bagi kita yang akan melaksanakan kurban esok hari.
Saudaraku,
‘Udhiyah adalah binatang ternak yang disembelih pada hari ‘Id al-Adh-ha dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan ia merupakan syi’ar Islam yang disyari’atkan berdasarkan dalil dari al-Qur’an dan sunnah serta ijma’ (konsensus) para ulama.
Allah Ta’ala berfirman, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2).
Dan juga firman-Nya, “Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,Tuhan semesta alam.” (QS. al-An’am: 162).
Terdapat dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anh, ia berkata, “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkurban dengan dua ekor kambing yang gemuk, beliau sembelih dengan tangannya sendiri. Saat menyembelih beliau membaca bismillah dan bertakbir seraya meletakkan kakinya pada kedua leher kambing.”
Dan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anh berkata, “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama sepuluh tahun hidup di Madinah senantiasa menyembelih kurban (setiap tahun).” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Saudaraku,
Kurban pada dasarnya disyari’atkan untuk orang yang masih hidup sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya. Di mana mereka menyembelih kurban untuk diri mereka sendiri dan keluarganya.
Adapun yang dipahami oleh sebagian kaum muslimin yang ‘awwam dengan agamanya bahwa kurban hanya dikhususkan untuk orang-orang yang telah meninggal dunia, maka hal itu tidak berlandaskan kepada dalil.
Akan tetapi jika seseorang berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia juga tidak mengapa, di samping niatnya untuk orang yang masih hidup. Sebagaimana orang berkurban atas nama keluarganya, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Dan boleh juga berkurban atas nama orang yang telah meninggal dunia saja.
Saudaraku,
Adapun syarat-syarat hewan kurban, yang sah untuk disembelih pada hari raya ‘Id al-Adh-ha adalah sebagai berikut:
- Hewan kurban adalah dari binatang ternak, yaitu onta, sapi atau kambing.
- Telah mencapai umur yang telah ditetapkan oleh syari’at, baik domba ataupun yang lainnya. Onta apabila telah sempurna berumur lima tahun. Sapi apabila telah sempurna berumur dua tahun. Kambing apabila telah sempurna berumur satu tahun. Dan domba apabila telah sempurna berumur setengah tahun.
- Terhindar dari cacat maupun aib, seperti; pincang kakinya, buta matanya, sakit-sakitan ataupun kurus.
- Hewan kurban adalah miliknya sendiri.
- Menyembelihnya pada waktu yang telah ditetapkan syari’at yaitu sesudah hari raya ‘Idul Adh-ha hingga terbenam matahari pada hari terakhir tasyriq yaitu hari ke 13 Dzul-Hijjah. Dan dibolehkan pula menyembelih kurban pada waktu malam ataupun siang hari. Namun disembelih pada siang hari adalah lebih utama, dan juga disembelih sesudah khutbah ‘Id lebih baik dari pada setelah itu.
Saudaraku,
Ada beberapa larangan bagi orang yang berkurban, yang semestinya dipahami oleh orang yang mau berkurban.
Bila seseorang hendak berkurban dan telah memasuki bulan Dzul-Hijjah maka tidak dibolehkan baginya untuk mengambil sesuatu dari rambutnya, kuku maupun kulitnya sehingga ia menyembelih kurbannya. Sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anh, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika engkau memasuki bulan Dzul-Hijjah dan jika salah seorang dari kalianingin berkurban maka hendaknya ia tidak memotong rambut dan kukunya.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Dan hukum ini dikhususkan bagi orang yang menyembelih kurbannya saja. Adapun orang yang diwakilkan sembelihannya, maka larangan ini tidak berlaku bagi dirinya.
Dan apabila orang yang berkurban mengambil sesuatu dari rambut dan kukunya, maka hendaklah ia bertaubat kepada Allah Ta’ala dan perbuatannya itu tidak menghalangi pahala kurbannya. Dan apabila ia lupa atau tidak tahu (jahil), maka tidak ada dosa baginya.
Saudaraku,
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang akan menyembelih kurban, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Di antara syarat-syaratnya adalah sebagai:
- Orang yang menyembelih adalah berakal dan mumayyiz.
- Orang yang menyembelih beragama Islam.
- Menghadirkan niat pada saat menyembelih.
- Sembelihan bukan untuk selain Allah.
- Tidak menyebut nama selain Allah.
- Menyembelihnya dengan menggunakan pisau yang tajam.
- Penyembelih menyebut nama Allah Ta’ala saat menyembelihnya (bismillah).
- Mengucurnya darah dari hewan sembelihan.
- Hewan sembelihan adalah yang ditetapkan oleh syari’at.
Saudaraku,
Kesempurnaan ibadah kurban dapat terwujud, jika orang yang menyembelih hewan kurban menghiasi diri dengan adab-adab Islam dalam menyembelihnya, yaitu:
- Menghadap kiblat.
• Berbuat ihsan pada saat menyembelih.
• Memotong tenggorokannya sehingga tampak melewati kedua urat lehernya.
• Bertakbir setelah membaca bismillah.
• Pada saat menyembelih kurban untuk dirinya maka ia mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ أَللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ عَنِّيْ
“Dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar. Ya Allah sembelihan ini dari-Mu dan untuk-Mu.”
Dan apabila ia niatkan untuknya dan orang lain maka ia mengucapkan :
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنّيِ وَمِنْ فُلاَن
“Ya Allah terimalah sembelihan ini dariku dan dari Fulan.”
Saudaraku,
Sedangkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, yang semestinya juga diwaspadai oleh orang yang bertugas menjagal hewan kurban adalah:
- Menyembelih dengan pisau yang tidak tajam.
- Menyakiti sembelihannya sebelum keluarnya ruh dari tubuhnya seperti mematahkan lehernya, mengupas kulitnya atau memotong sebagian anggota tubuhnya sebelum mati.
Saudaraku,
Dalam praktek sering kita dapatkan para panitia kurban menjual kulit hewan kurban untuk keperluan masjid atau ongkos para penjagal dan alasan lainnya.
Persoalan menjual kulit sudah muncul sejak zaman dahulu, sehingga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan larangan dan ancaman yang keras dalam sabdanya:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ
“Siapa yang menjual kulit hewan kurbannya, maka tidak ada kurban untuknya (tidak diterima).” (HR. Hakim dan Baihaqi, dan dikatagorikan hadits hasan oleh syekh Albani dalam kitab shahih al-jami’).
Hal ini seolah menggambarkan, bahwa memberikan kulit kepada tukang jagal sebagai bayaran atau bagian dari bayaran sudah biasa sejak zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karenanya beliau melarang untuk memberikannya kepada tukang jagal sebagai bayaran.
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anh, berkata:
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kepadaku untuk mengurus hewan kurbannya, dan agar aku menyedekahkan dagingnya, kulitnya, dan bulunya serta tidak memberikan kepada tukang jagal darinya.” (Muttafaq ‘alaih dengan redaksi haditsnya dari Muslim).
Kemudian Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anh berkata:
نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
“Kami memberinya upah dari harta kami.” (HR. Muslim).
Al-Shan’ani dalam kitab ‘Subul al-Salam’ berkata, “Hadits ini menjadi dalil untuk memberikan kulit dan bulunya sebagaimana disedekahkan dagingnya. Tukang jagal tidak boleh diberi sedikitpun darinya sebagai upah karena hal itu sama hukumnya dengan menjual, karena ia berhak mendapat upah. Dan hukum kurban sama dengan hukum hadyu, karenanya tidak boleh dijual dagingnya dan kulitnya serta tidak boleh sedikitpun diberikan kepada tukang jagal.”
Dalam kitab al-Majmu’, Imam Nawawi menjelaskan tentang larangan memberikan bagian hewan kurban kepada tukang jagal, “Karena memberikan kepadanya adalah sebagai ganti (barter) dari kerjanya, maka ia semakna dengan menjual bagian darinya, dan itu tidak boleh. Dalam mazhab kami, tidak boleh menjual kulit hadyu dan hewan kurban, dan tidak boleh juga menjual sedikitpun dari keduanya.”
Saudaraku,
Kita do’akan mudah-mudahan Allah s.w.t menerima amalan kurban dari kita semua, dan bagi yang belum mampu berkurban tahun ini diberi kemudahan dan keluasan harta agar mampu untuk berkurban tahun depan. Dan bagi yang sudah mampu, tapi tidak berkurban, semoga Allah memberi petunjuk untuk mereka, sehingga mereka sadar dengan kelalaian dan keteledorannya dalam menjalankan ketentuan agama. Amien ya Rabb. Wallahu a’lam bishawab.
Metro, 01 Oktober 2014
Fir’adi Abu Ja’far