Ilmu Rijalul Hadits

Sebelumnya kita telah mengenal bahwasanya ilmu hadits diroyah adalah ilmu yang diketahui dari hakikat riwayat, syarat-syaratnya, hukum-hukumnya, keadaan perawi dan syarat-syarat mereka, macam-macam apa yang diriwayatkan dan apa yang berkaitan dengannya, -atau secara ringkas: “Kaidah-kaidah yang diketahui dengannya keadaan perawi dan yang diriwayatkan,” –dan perawi adalah yang meriwayatkan hadits dari orang yang dia mengambil darinya, dan marwiy adalah hadits yang disampaikan dengan cara periwayatan, dan yang diriwayatkan ini secara istilah dinamakan dengan matan, dan orang-orang yang meriwayatkannya dinamakan dengan perawi atau Rijal Al Isnad.

Maka apabila Imam Bukhari berkata, misalnya: “Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Yahya bin Sa;id Al Qurasyi, dia telah berkata, telah menceritakan kepada kami bapakku, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Burdah bin Abdillah bin Abu Burdah, dari Abu Burdah, dari Abu Musa Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata,”(Para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, Islam apakah yang paling utama? Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang kaum muslimin selamat dari lisannya dan tangannya.”

Orang-orang yang telah disebutkan oleh Bukhari ini –mulai dari Sa’id bin Yahya bin Sa’id Al Qurasyi sampai yang paling terakhir yaitu Abu Musa –mereka ini disebut periwayat hadits, dan rangkaian mereka ini disebut sanad, atau rijalul hadits. Sedangkan sabda beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siappa yang kaum muslimin selamat dari lisannya dan tangannya” adalah yang diriwayatkan atau hadits, dinamakan matan. Dan orang yang meriwayatkan hadits dengan semua rijalnya yang disebutkan tadi disebut musnid, sedang perbuatannya ini dinamakan isnad (penyanderaan periwayatan).

Dari penjelasan di atas dapat kita mengenalkan istilah-istilah yang sering dipakai sebagai berikut:

  • As Sanad, dalam bahasa artinya menjadikannya sandaran atau penopang yang dia menyandarkan kepadanya.
  • Sanad, dalam istilah para ahli hadits yaitu “jalan yang menghubungkan kepada matan.” Dinamakan sanad karena para huffadz bergantung kepadanya dalam perselisihan hadits dan pendhaifannya.
  • Al Isnad adalah mengangkat hadits kepada yang mengatakannya. Ibnu Hajar mendefinisikan dengan, “menyebutkan    jalan matan.” Disebut juga: Rangkaian para rijalul Hadits yang menghubungkan ke matan. Dengan demikian maknanya menjadi sama dengan sanad.
  • Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya.
  • Matan menurut bahasa apa yang keras dan meninggi dari permukaan bumi.
  • Matan menurut para ahli hadits adalah perkataan yang terakhir pada penghujung sanad. Dinamakan matan karena seorang musnid menguatkannya dengan sanad dan mengangkatnya kepada yang mengatakannya, atau karena seorang musnid menguatkan sebuah hadits dengan sanadnya[1]
  • Ilmu Rijalul Hadits, dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar Ruwwat (Ilmu Sejarah Perawi) adalah ilmu yang diketahui dengannya keadaan setiap perawi hadits, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan tanah air mereka, dan yang selain itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan keadaan mereka.

Ilmu ini berkaitan dengan perkembangan riwayat. Para ulama sangat perhatian terhadap ilmu ini dengan tujuan mengetahui para perawi dan meleiti keadaan mereka, karena dari situlah mereka menimba ilmu agama. Muhammad bin Sirin mengatakan, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu.”[2]

Maka dengan ilmu Tarikh Rijal Al Hadits ini akan sangat membantu untuk mengetahui dserajat hadits dan sanad (apakah sanadnya muttashil atau munqathi’).

Dari Abu Ishaq Ibrahim bin Isa Ath Thalaqani dia berkata, “Aku telah berkata kepada Abdullah bin Al Mubarak, ‘Wahai Abu Abdurrahman, hadits yang menyebutkan, “Sesungguhnya termasuk kebaikan hendaknya engkau mendoakan untuk kedua orang tuamu bersama doamu dan engkau berpuasa untuk mereka berdua bersamaan dengan puasamu”? Maka Abdullah berkata, ‘Wahai Abu Ishaq, dari siapakah hadits ini?’ Maka aku katakan kepadanya, “Ini dari hadits Syihab bin Khurasy,’ maka dia berkata, ‘Dia itu tsiqah, dari siapa?’ Aku katakan ‘Dari  Al Hajjaj bin Dinar, ia pun berkata ‘Dia itu tsiqoh, dari siapa? Aku katakan, ‘Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda…’ Dia berkata, “Wahai Abu Ishaq, sesungguhnya antara Al Hajjaj bin Dinar dan Nabi terdapat jarak yang sangat jauh, akan tetapi tidak ada perselisihan dalam masalah keutamaan sedekah.”

Demikianlah keistimewaan umat kita dan kaum muslimin. Ibnu Hazm berkata, “Riwayat orang yang tsiqoh dari orang yang tsiqoh yang sampai kepada Rasulullah secara bersambung merupakan kekhususan kaum muslimin yang tidak dimiliki oleh semua agama.”

Dan Tarikh Ar Rijal (sejarah para perawi) adalah yang  membuka kedok para perawi pendusta. Sufyan Ats Tsauri berkata, “Ketika menggunakan para perawi berdusta, maka kita menggunakan ilmu tarikh untuk menghadapi mereka.”

Dari Hafsh bin Ghiyats bahwasanya dia berkata, “Apabila kalian mencurigai atau menuduh seorang syaikh, maka hitunglah dia dengan tahun (maksudnya gunakanlah ilmu tarikh-Edt).” Yaitu hitunglah oleh kalian umurnya dan umur orang menulis darinya.

Telah meriwayatkan ‘Ufair bin Mi’dan Al Kula’I, dia berkata, “Datang kepada kami Umar bin Musa di Himsh, lalu kami bergabung kepadanya di dalam masjid, kemudian dia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Syaikh kalian yang saleh.’ Aku katakan kepadanya, ‘Siapakah Syaikh kami yang saleh ini, sebutkanlah namanya supaya kami mengenalnya? ‘Lalu dia menjawab, ‘Khalid bin Mu’dan.’ Aku tanyakan padanya, ‘Tahun berapa engkau bertemu dengannya?’ ‘Aku bertemu dengannya tahun 108,’ jawabnya. ‘Dimana engkau menemuinya?’ tanyaku. ‘Dalam peperangan Armenia,’ jawabnya. Maka aku katakan padanya, ‘Takutlah pada Allah, wahai Syekh! Jangan engkau berdusta! Khalid bin Mi’dan meninggal pada tahun 104, lalu engkau mengatakan bertemu dengannya 4 tahun setelah kematiannya. Dan aku tambahkan lagi padamu, dia tidak pernah ikut dalam perang di Armenia, dia hanya ikut memerangi Romawi.”[3]

Dari Al Hakim bin Abdillah dia berkata, “Ketika datang kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Abdillah Al Kusysyi dan menceritakan hadits dari Abdu bin Hamid, aku menanyakan kepadanya tentang kelahirannya, lalu dia menyebutkan bahwasanya dia dilahirkan pada tahun 260, maka aku katakan kepada para murid kami, ‘Syaikh ini telah mendengar dari Abdu bin Hamid 13 tahun setelah kematiannya.”

Contoh-contoh seperti ini sudah banyak terkumpul dan dibukukan oleh para ulama dalam kitab-kitab karya mereka. Dan berbagai macam buku karya tentang hal itu banyak bermunculan berbagai tujuan.


[1] Tadrib Ar Rawi hal 5-6, Nuzhat An Nazar hal 19

[2] Muqaddimah Shahih Muslim

[3] Al Kifayah hal 119

About Redaktur

https://slotjitu.id/ https://adslotgacor.com https://adslotgacor.com/bandar-togel-online-4d-hadiah-10-juta https://linkslotjitu.com/ https://slotgacor77.id https://slotjudi4d.org/slot-gacor-gampang-menang https://slotjudi4d.org/ https://togelsgp2023.com https://s017.top https://slotjitugacor.com/