Indahnya Hidup yang Terpancar dari Silaturahim

» مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا – مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ – مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ «

“Tidak ada dosa yang lebih layak untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Saudaraku,
Menyambung tali silaturahim, tersebut dalam al-Qur’an sebanyak 19 ayat dalam al-Qur’an. Sedangkan Allah s.w.t mengancam hamba-Nya yang memutuskan tali sialturahim dengan laknat dan siksaan sebanyak 3 ayat.

Yang demikian itu menunjukan bahwa silaturahim merupakan perkara yang sangat mulia di dalam Islam. Sebaliknya, memutusnya merupakan bencana di dunia dan petaka di akherat sana.

Kita berada di depan pintu Ramadhan, di sela-sela kesibukan kita, sudahkah kita menyambung tali silaturahim kepada orang tua, keluarga, saudara kandung, sanak kerabat dan orang-orang yang dekat di hati kita?.

Berbeda tempat domisili, jauhnya jarak, kurangnya biaya dan sedikitnya kesempatan dan waktu yang tersedia bukanlah menjadi tameng bagi kita untuk merenggangkan tali silaturahim apatah lagi memutuskannya.

Syekh Muhammad bin Ibrahim An-Na’im, dalam bukunya “kaifa tuthilu umraka al intaji” menyebutkan bahwa penyebab asasi tidak tersambungnya tali silaturahim terhadap sanak saudara dan karib kerabat adalah kesalahan diri dalam meminej waktu.

Seolah-olah kita adalah orang yang sangat sibuk dengan segudang kesibukan dan selaksa agenda kegiatan. Waktu yang tersedia dirasa belum cukup mengimbangi padatnya acara di sana sini.

Saudaraku,
Abu laits al-Samarqandi menyebutkan, paling tidak ada 10 manfaat yang dapat kita petik dari silaturahmi, yaitu:

Pertama, mendapatkan ridha dari Allah Ta’ala.
Setiap kita insan beriman, mendamba cinta dan keridha’an Allah s.w.t, karena ridha Allah berarti surga-Nya. Dengan demikian, silaturahim merupakan jalan lurus menuju surga.

Kedua, membuat orang yang kita kunjungi berbahagia.
Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah s.a.w yaitu, “Seutama-utama amal adalah engkau memasukkan kebahagiaan di hati saudaramu yang mukmin, engkau membayarkan hutangnya atau engkau memberinya makan.”[HR Ibnu Abi ad-Dunya dan dihasankan oleh syekh]. 3.

Ketiga, menyenangkan malaikat, karena malaikat juga sangat senang bersilaturahim.

Keempat, disenangi oleh manusia.
Hanya manusia yang telah keluar dari fitrah insani-nya yang suci dan tulus murni, yang tidak senang apabila saudaranya mengunjunginya. Sungguh ironi, jika ada sahabat yang mau berkunjung ke tempat tinggal kita, dan bahkan dari tempat yang jauh, tapi kita justru mencari-cari alasan agar ia membatalkan silaturahim-nya kepada kita.

Kelima, membuat Iblis dan Setan marah.
Iblis dan setan adalah musuh yang nyata bagi kita. Yang mana kita harus selalu waspada terhadap bisikan lembutnya untuk menggoda kita dan melemparkan kita dari kafilah mukmin sejati.

Jika kita ingin Iblis dan setan menangis, salah satu cara yang kita perbuat adalah memperbanyak silaturahim dan mengunjungi saudara seiman di jalan Allah s.w.t. silaturahim yang dibangun atas dasar cinta karena-Nya, dan bukan karena pamrih duniawi.

Keenam, memanjangkan usia.
Rasulullah s.a.w memberikan kabar gembira kepada kita dengan sabdanya, “Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.” (HR. Bukhari).

Memanjangkan usia, bukan berarti jatah usia kita diperpanjang oleh Allah s.w.t, dari jatah asalnya 60 tahun menjadi 90 tahun. Tapi maknanya adalah Allah s.w.t mengalirkan keberkahan dan kebaikan dalam usia kita. Semangat mendaki puncak ubudiyah bertambah. Semakin waspada dengan segala tipu daya setan. Mengasihi orang-orang lemah. Kesehatan yang semakin baik. Istri pendamping hidup semakin ta’at dan anak-anak yang semakin shalih, itu semua merupakan dampak nyata dari keberkahan hidup.

Ketujuh, menambah lapang dan keberkahan rezki.
Di antara tanda keberkahan rezki dalam hidup kita adalah kebutuhan kita dicukupkan Allah s.w.t. Walau pun secara zahir income kita kecil dan gaji kita sederhana, tapi kita tidak disibukan dengan hutang dan sangkutan apa pun dengan orang lain. Dapur istri selalu mengepul setiap hari, SPP anak-anak di sekolah tidak pernah mendapat teguran dari ibu guru karena sering terlambat bayarnya dan yang seirama dengan itu.

Kedelapan, membahagiakan orang yang telah wafat.
Sebenarnya mereka tahu keadaan kita yang masih hidup, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka merasa bahagia jika keluarga yang ditinggalkannya tetap menjalin hubungan baik dengan orang-orang yang mereka cintai.

Mereka bangga dengan pewarisnya yang tetap mengalirkan pahala bagi mereka setelah kepergiannya ke alam baqa. Bangga dengan putera-puterinya yang tetap mengharumkan nama baik keluarga sepeninggalnya dan seterusnya.

Kesembilan, memupuk rasa cinta kasih terhadap sesama, meningkatkan rasa kebersamaan dan jalinan kekeluargaan, mempererat dan memperkuat tali persaudaraan dan persahabatan.

Rasulullah s.a.w bersabda, “Bahwa seorang laki-laki mengunjungi saudaranya di desa lain, maka Allah memerintahkan seorang malaikat duduk mengawasinya di jalan yang akan dilaluinya, ketika dia tiba di tempat itu, maka malaikat (yang berwujud seorang laki-laki) tersebut bertanya, ‘Ke mana engkau akan pergi?’
Dia menjawab, ‘Aku bermaksud mengunjungi saudaraku di desa ini.’ Malaikat itu bertanya, ‘Apakah egkau memiliki suatu nikmat duniawi yang engkau inginkan darinya?’
Dia menjawab, ‘Tidak, hanya saja aku mencintainya karena Allah.’
Malaikat pun berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya’.“ (HR. Muslim).

Kesepuluh, menambah pahala setelah kematiannya, karena kebaikannya (dalam hal ini, suka bersilaturahmi) akan selalu dikenang sehingga membuat orang lain selalu mendo’akannya.

Inilah salah satu makna dari jejak dan rekam kebaikan yang Allah singgung dalam surat Yasin ayat 12, “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

Saudaraku,
Sudahkah kita menyambung tali silaturahim hari ini? Apalagi alasan yang kita kemukakan untuk tidak menghubungkan rahim kita? Jangan kita memutuskan tali penyambungnya, seberat apapun masalah yang mendera kita. Seburuk apapun hubungan kita dengan rahim kita. Dan sesulit apa pun keadaan kita. Wallahu a’lam bishawab.

Metro, 04 Juni 2015
Fir’adi Abu Ja’far