Islam adalah Tsaqafah

Dengan melihat kamus-kamus bahasa Arab kita akan mendapati bahwa tsaqafah bermakna kepiawaian, kecerdasan, kepandaian, kepahaman, cepat mengerti, dan kemampuan untuk menghafal isi pelajaran serta melaksanakannya.

Meskipun mengandung banyak makna seperti di atas, namun ia tidak lazim digunakan pada masa-masa terdahulu. Yang biasa digunakan adalah ungkapan-ungkapan lain yang maknanya dekat dengannya, seperti: adab (pendidikan/sastra) dan malakah (tabiat, bakat, naluri). Bila berdiri sendiri kata malakah berarti keragaman dan umum. Orang yang memiliki malakah berarti ia mempunyai naluri, bakat, dan kemampuan yang baik untuk memahami berbagai cabang ilmu pengetahuan pada umumnya. Makna inilah yang dapat kita pahami dari mutsaqaf yang digunakan pada abad ini.

Tsaqafah secara terminologis dalam bahasa Arab maupun bahasa lainnya berarti berbagai pengetahuan teoritis maupun pengalaman nyata yang diperoleh manusia, dari mana pun ia memperoleh pengatahuan dan pengalaman itu, baik dari sekolah, lingkungan, profesi, maupun yang lainnya, yang menentukan cara berpikir dan sikapnya terhadap berbagai jalan hidup.

Tsaqafah bangsa manapun harus didasarkan kepada nilai-nilai yang mendominasi masyarakatnya, yaitu nilai-nilai yang berhubungan erat dengan ideology, pemikiran, perilaku dan gaya hidup, orientasi gerak, dan penentuan tujuan. Di samping itu ia juga merupakan tonggak warisan semangat, pemikiran, dan budaya; poros sejarah dengan berbagai aspeknya, tokoh-tokohnya yang terkemuka, dan sikap-sikapnya yang tegas.

Karena itu tsaqafah jahiliah adalah tsaqafah yang bersumber dari nilai-nilai jahiliah yang poros utamnya adalah pertimbangan dan kepentingan-kepentingan duniawi berupa materi, ras, warna kulit, fanatisme, tanah air, dan sebagainya.

Adapun tsaqafah islamiah, ia bersumber dari nilai yang paling luhur dan keyakinan yang tertinggi yaitu iman dan takwa, bersandar pada system yang unik lagi istimewa yang dibangun di atas prinsip menolak semua system pemikiran yang mendominasi dunia pada waktu itu. Dengan demikian maka tidak mungkin dikatakan bahwa ia berasal dari inspirasi lingkungan Arab karena negeri Arab waktu itu adalah negeri buta huruf yang didominasi oleh sifat kebaduian. Tidak ada ilmu pengatahuan maupun metode berpikir di dalamnya. Di samping itu juga tidak mungkin dikatakan bahwa ia bersumber atau terpengaruh oleh tsaqafah Yunani, karena tsaqafah Yunani hanya didasarkan kepada pemikiran teoritis saja, jauh dari realitas nyata serta penuh dengan paganism dan dongeng. Keduanya merupakan dua system yang berlawanan secara diametral sejal awal perjalanannya.

Selain itu juga tidak mungkin jika dikatakan bahwa ia diambil dari tsaqafah  Persia atau Romawi karena konsep Al Quran sangat berlawanan dengan segala kemusyrikan dan cara-cara berpikir peninggalan Persia dan Romawi.

Tsaqafah islamiah adalah tsaqafah  yang beridir sendiri dengan asasnya sendiri, khas dengan karakteristiknya, mempunyai nilai-nilai, dan prinsip-prinsip yang luhur.

Landasan tsaqafah  islamiah ada tiga yaitu hakikat-hakikat keyakinan yang member petunjuk, system Ilahi yang menyeluruh, dan fitrah manusia yang murni.

Landasan yang pertama telah dijelaskan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Bersabda,

Perumpamaan petunjuk dari ilmu yang dengannya Allah mengutusku adalah bagaikan hujan lebat yang menimpa bumi. Di antaranya ada tanah subur yang menyerap air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta rumput yang banyak. Ada pula tanah keras yang dapat menampung air sehingga berguna bagi masyarakat, mereka dapat minum dan bertani. Tapi ada pula tanah yang keras kering, tidak dapat menahan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Demikianlah contoh orang yang memahami agama Allah Swt. dan apa yang dengannya Allah mengutusku itu berguna baginya, ia mengetahuinya dan mengajarkannya kepada orang lain; dan perumpamaan orang yang enggan menolehkan kepalanya sedikit pun ke arahnya dan tidak mau menerima petunjuk Allah yang dengannya Ia telah mengutusku (HR. Bukhari Muslim).

Sedangkan landasan yang kedua, misalnya dijelaskan dalam firman-Nya,

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus. Karena itu ikutilah dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (lain) yang hanya akan mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Itulah yang diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa (Al-An’am: 153)

Adapun landasan yang ketiga, misalnya dijelaskan dalam firman-Nya,

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Ar-Rum: 30).

Karakteristik tsaqafah Islamiyah sangat banyak, yang terpenting adalah: tsabat (tetap), syumul (komprehensif), tawazun (seimbang), wahdah (kesatuan), dan harakah (gerakan).

Bersifat tetap karena ia didasarkan kepada hakikat-hakikat yang tidak pernah berganti, dasar-dasar yang tidak pernah berubah, dan prinsip-prinsip yang tidak pernah using; berupa keimanan, ketakwaan, kebajikan, persaudaraan, kesetaraan, keadilan, kebebasan, kasih saying, cinta, dan lain-lain.

Ia bersifat komprehensif karena ia mengadopsi sifat universal dan keluasan Islam. Ia menampakkan kehidupan ini secara teratur, rinci, dan harmonis, semuanya diatur dengan satu undang-undang pada saat tsaqafah yang lain menampakkan kehidupan ini secara parsial dan terpisah-pisah sehingga hilanglah maknanya yang komprehensif dan aspeknya yang mendalam.

Adapun keseimbangan, bila kita lihat berbagai aspeknya akan kita dapati seruan kepada keimanan diiringi dengan seruan untuk beribadah; seruan kepada ilmu pengetahuan disertai dengan seruan untuk beramal; seruan untuk berpikir dan menghayati disertai dengan seruan untuk mengembangkan kematangan jiwa dan nurani; dan seruan untuk mencapai tujuan disertai dengan ajakan untuk memperhatikan caranya. Unsure keseimbangan merupakan sesuatu yang sangat mendasar dalam Islam karena ia mempersembahkan seluruh ajarannya berdasarkan prinsip keseimbangan di antara nilai-nilai material dan nilai-nilai spiritual agar setiap Muslim dapat memberikan andilnya dalam peradaban manuisa sesuai dengan potensinya dalam berbagai aspek kehidupan.

Dikatakan sebagai kesatuan karena akidah tauhid yang merupakan pilar utama tsaqafah islamiah itu tersimpul dalam keesaan Allah yang telah menciptakan alam dan member kehidupan. Atas dasar tauhid itulah lahir kesatuan ciptaan yakni kesatuan hidup antara materi dan ruh (jiwa), kesatuan antara ilmu dan iman, kesatuan antara dunia dan akhirat, serta kesatuan umat manusia, sehingga tidak mungkin dipisahkan oleh warna kulit, ras, maupun wilayah geografis.

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan dari diri yang satu, menciptakan daripadanya istrinya, dan memperkembangbiakan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. (An-Nisa: 1)

Demikian halnya dengan kesatuan dalam fitrah kemanusian, insting, dan kecenderungan.

Adapun gerak adalah putaran berkesinambungan yang semua cabang ilmu berputar di sekelilingnya melalui cara yang menjadikan gerak masing-masing cabang ilmu itu bertalian dengan gerak seluruh cabangnya, sehingga apabila salah satu diantaranya ada yang berhenti maka berhentilah semuanya. Hal yang mendorong gerakan ilmiah ini adalah prinsip-prinsip keimanan yang merupakan konsekuensi ilmu pengetahuan dan menjadi tujuan akhirnya.

Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa tsaqafah islamiah yang digambarkan oleh Imam Syahid Hasan Al Banna dalam pernyataan, “Islam adalah tsaqafah yang khas dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dasar-dasar, dan karakteristiknya.” Hal itu telah membangun sebuah umat yang sempat memenuhi dunia selama 14 abad dan menciptakan sebuah peradaban –peradaban modern sekarang merupakan perpanjangan darinya- dan masih tetap menjaga pilar-pilar penopang dan karakteristiknya menunggu para penganutnya kembali untuk dihidupkannya dalam rangka membahagiakan dan menyejahterakan seluruh alam untuk yang kedua kalinya. Hal ini bukanlah sesuatu yang sulit bagi Allah.