“Barangsiapa yang menyayangi walaupun terhadap binatang yang akan disembelih, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyayanginya pada hari Kiamat kelak.”[1]
Islam adalah Diin yang Syaamil (Integral), Kaamil (Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, hal ini didasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan Aku cukupkan atasmu nikmatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu.” (QS 5: 3). Oleh karena itu aturan Islam haruslah mencakup semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya.
Tidak ada satu celah pun dalam kehidupan seorang Muslim yang tidak ditemui aturannya dalam Islam, dari sejak cara mengelola negara dan rakyat sampai dengan cara berbicara dan berjalan pun tak lepas dari rambu-rambu Sang Maha Teliti lagi Maha Mengurus Makhluq-Nya, lihatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang cara berbicara dan berjalan dalam Kalam-Nya: “Maka sederhanakanlah kalian ketika berjalan dan rendahkanlah suara kalian (ketika berbicara)…” (QS 31: 19).
Demikian tinggi, indah dan terperinci aturan Sang Maha Rahman dan Rahim ini, sehingga bukan hanya mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya, Sang Rabb Al Jalil Subhanahu wa Ta’ala telah jauh-jauh hari memetakan rambu-rambu-Nya, jauh sebelum Barat dengan Green-Peace dan Sustainable-Development-nya ditemukan…
Salah satunya adalah hadits di atas dan hadits-hadits lainnya, seperti hadits berikut ini misalnya: “Suatu ketika ada seorang yang banyak dosa yang sedang melakukan perjalanannya dalam keadaan sangat haus, lalu menemukan sumur dan turun ke dalamnya, lalu ia minum dan terus keluar. Tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan sambil menjilat-jilat di tanah.
Maka orang itu turun kembali dan membuka sepatunya lalu mengisinya dengan air lalu ia memanjat kembali dengan menggigit sepatunya agar air tidak jatuh untuk memberi minum anjing itu, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhoi orang tersebut dan mengampuni semua dosanya. Maka para sahabat bertanya: Ya Rasulullah!
Apakah pada binatang kita bisa mendapat pahala? Maka jawab Al Mushthafa Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: Pada setiap jantung yang berdenyut ada pahala.” (HR. Bukhari kitab Al Masaqah, bab Fadhlu Saqyil Ma’i; dan Muslim kitab as-Salam hadits no. 153).
Demikian pula sebaliknya Allah Yang Maha Rahman dan Rahim bahkan mengadzab seorang ahli ibadah karena perbuatannya menyiksa binatang, sebagaimana dalam hadits berikut ini: “Seorang wanita ahli ibadah disiksa akibat seekor kucing yang dikurungnya sehingga mati kelaparan, maka akibat perbuatannya pada kucing itu ia masuk neraka. Dikatakan kepadanya: Engkau tidak memberikan makanan atau minuman kepadanya waktu engkau mengikatnya dan engkaupun tidak melepaskannya sehingga ia bisa memakan kutu-kutu yang merayap di tanah sehingga ia mati.” (HR Bukhari kitab Al Masaqah, bab Fadhlu Saqyil Ma’i ; dan Muslim kitab as Salam hadits no. 151). Wanita ahli ibadah yang taat itu dimasukkan ke neraka hanya karena ia telah menyiksa seekor binatang kecil yang lemah dan tidak berdaya, sehingga ia tidak mampu sekedar memakan kutu yang merayap di tanah…
Subhanallah… Wanita tersebut masuk neraka (padahal ia seorang ahli ibadah) karena tidak mau menghargai sebuah jantung yang berdenyut… Sungguh sebuah sistem yang luar biasa, dan tidaklah mungkin ada sebuah sistem di dunia ini yang mampu menempatkan kedudukan binatang dan lingkungan setinggi ini…
[1] Hadits ini dikeluarkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam kitabnya Shahih Adabul Mufrad lil Imam Al Bukhari, hadits no. 381.