“Orang Mu’min yang paling sempurna Imannya adalah orang yang paling baik akhlaqnya dan orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling baik terhadap istri-istrinya.”[1]
Ketika semua peradaban yang ada di dunia melecehkan dan menghina derajat wanita, maka Islamlah yang pertama kali memuliakan dan mengangkat derajat mereka. Telah diketahui secara umum bagaimana peradaban Romawi dan Yunani (yang merupakan akar peradaban Barat pada masa itu) dan peradaban Persia, Tiongkok dan Hindu (yang merupakan akar peradaban Timur) mendudukkan derajat wanita, wanita hanya dijadikan pemuas nafsu laki-laki dan diperjualbelikan sebagai komoditas terutama bagi para pemilik kapital dan bangsawan, dan tidak memiliki nilai serta hak bicara sedikit pun di masyarakatnya. Kita dapat melihat semua ini antara lain dalam bukunya Karl Marx: Das Kapital, atau dalam sejarah revolusi Bolshevik, revolusi Perancis dan revolusi Industri. Maka tenang dan damailah hatimu wahai para wanita, karena walaupun Islam menggariskan Jannahmu tergantung pada keridhaan suamimu, tapi Islam pun telah menetapkan bahwa Jannah anakmu yang laki-laki adalah tergantung pada keridhaanmu. Itulah keadilan Islam dan itulah ke Maha Bijaksanaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rabb-mu yang MahaMengetahui dan Maha Sempurna hukum-Nya, namun kebanyakan manusia tidak mengetahui…
Saya tidak akan membahas dengan detil tentang bagaimana satu-persatu peradaban tersebut memandang dan mendudukkan derajat kaum wanita, anda bisa membacanya sendiri dalam naskah-naskah sejarah berbagai peradaban kuno sampai awal abad ke-19. Hal seperti itu pulalah yang terjadi pada kebudayaan Arab Jahiliyyah, sampai ketika Islam datang dan mengubah semuanya 180 derajat dan mendudukkan wanita pada kedudukannya yang tinggi tanpa mampu ditandingi oleh peradaban yang ada saat itu.
Lihatlah hadits di atas, saat manusia di seluruh penjuru dunia ini menjadikanwanita hanya sebagai pemuas nafsu seksual belaka, mewariskan istri mereka kepada keluarganya seakan-akan wanita sama dengan barang yang bisa dipindah dan diberikan, membunuh anak wanitanya hidup-hidup di tengah padang pasir yang panas membara…
Lalu datanglah manusia teragung itu yang mengatakan: Sebaik-baik kalian adalah mereka yang paling baik terhadap istrinya…
Bisakah anda bayangkan itu? Tidakkah anda perhatikan itu semua terjadi di tengah peradaban dunia yang telah demikian kerasnya menindas para wanita? Tapi tunggu dulu saudaraku, jangan dulu merasa kagum, marilah aku tambahkan perkataan dari manusia langit itu untukmu, yaitu ketika seorang lelaki bertanya pada beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah! Siapa yang harus aku perlakukan dengan baik? Maka jawab Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: Ibumu! Lalu tanya orang itu lagi: Lalu siapa lagi? Jawab nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam lagi: Ibumu! Lalu tanya orang itu lagi: Lalu siapa lagi? Jawab Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: Ibumu! Lalu tanya orang itu lagi: Lalu siapa lagi? Maka jawab Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: Ayahmu! Lalu kerabatmu yang terdekat, lalu kerabat yang dekat.”[2]
Lalu siapakah yang masih berkata bahwa Islam menghinakan kaum wanita?!
Siapakah yang telah melupakan bagaimana eksploitasi dan penghinaan besar-besaran mesin kapitalisme imperialis terhadap para wanita, lalu berusaha matimatian namun sia-sia mencari kelemahan Islam?! Di negara manakah sebenarnya wanita lebih banyak diperkosa dan dilecehkan seksualnya sampai di era modern saat ini, apakah di negara Barat ataukah di negara Muslim?! Tidakkah mereka mau merenungkan hadits berikut ini: “Bahwa seorang mendatangi Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu lalu berkata: Aku membunuh orang, apakah masih ada taubat bagiku? Maka tanya Ibnu Abbas: Apakah Ibumu masih hidup? Jawabnya: Tidak. Maka kata Ibnu Abbas : Bertobatlah kepada Allah dan mendekatlah kepada-Nya sekuat tenagamu. Lalu Atha bin Yasar (perawi hadits itu) bertanya pada Ibnu Abbas; Mengapa engkau bertanya tentang ibunya? Jawab Ibnu Abbas: Sungguh aku tidak mengetahui ada amalan yang lebih dekat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala selain berbuat baik kepada ibu.”[3]
Ketika kaum feminis memperjuangkan pengakuan kesamaan derajat kaum wanita atas pria, maka mereka tertinggal jauh sekali dengan Islam, karena Islam menyatakan bahwa perjuangan seorang wanita/ibu tidak akan mampu disamai oleh kaum pria walau ia telah melakukan apapun untuk membalasnya. Dari Abu Burdah : Aku melihat Ibnu Umar sedang thawaf di Ka’bah bersama seorang laki-laki dari Yaman yang telah berangkat menempuh perjalanan dari Yaman sambil terus menggendong ibunya, laki-laki itu berkata (kepada Ibnu Umar): Sungguh aku dihadapannya (ibuku) bagaikan unta yang hina, tapi kelebihanku adalah kalau unta bisa mengejutkan penunggangnya maka aku tidak pernah mengejutkan (ibuku).
Wahai Ibnu Umar apakah aku telah bisa membalas jasanya? Kata Ibnu Umar: Belum! Bahkan itu masih belum sebanding dengan tarikan-tarikan nafasnya saat ia melahirkanmu…”[4]
Ad Dunya mata’ wa Khairu Mata’iha Al Mar’atus Shalihah… (Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita yang shalihah).[5]
[1] Hadits Riwayat: 1. Tirmidzi, hadits no. 1162, dengan sanad hasan. 2. Ahmad, hadits no. 2/251, 472; dan di-shahih-kan oleh Ibnu Hibban (1311) dan Al Hakim 1/3. 3. Hadits ini ada syahid dari hadits Aisyah ra yang diriwayatkan oleh Ahmad 6/47 dan Tirmidzi (2615) dan Al Hakim 1/53 dengan lafzh: “Sesungguhnya termasuk sempurnanya Iman seorang Mu’min adalah baiknya akhlaqnya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling lembut pada keluarganya.”
[2] HR. Tirmidzi, kitab Al Birru wash Shilah, bab Ma Ja’a fi Birril Walidain, dan dihasan-kan oleh Albani (Al Irwa: 829, 2232).
[3] HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad dan di-shahih-kan oleh Albani (Silsilah Ahadits ash Shahihah, 2799).
[4] HR. Bukhari, dalam Adabul Mufrad dan di-shahih-kan oleh Albani.
[5] HR. Muslim, hadits no. 1467.