Istighfar dan Taubat Nasional

Bismillahir rahmanir rahim.

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Alhamdulillah al qa`il fi muhkami kitabih

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم :

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Washhalatu wassalamu ala rasulihilkarim wa ala alihi wa shahabatihi wa man tabiahum biihsanin ila yaumiddin wa ba’du.

Allah telah berjanji jika penduduk negeri, penduduk daerah beriman, bertakwa akan dibukakan keberkahan dari langit dan keberkahan dari bumi. Janji ini pasti akan terjadi jika hal itu semua dilaksanakan dengan baik. Kemudian kita melihat bagaimana kondisi Indonesia dari mulai tahun 97 dan sekarang hampir 2007 ternyata dilanda oleh musibah demi musibah. Dan ini pula ancaman dari Allah,

وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami, mendustakan syariat kami, mendustakan yang dibawa oleh Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Hal ini sdh dirasakan.

Bahkan hari-hari ini orang Bali yang merasa aman selama beberapa waktu tetapi sekarang setiap ada isu tsunami mereka pun lari. Saudara kita di Lampung sekarang tidak berani tidur di dalam rumah, tetapi tidur di luar rumah dengan membuat tenda. Karena itu sangat penting untuk melakukan tobat nasional untuk mendorong setiap muslim melakukan tobat nasuha. Pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan saya sendiri dan kita semua. Barangkali kita perlu menghimbau istighfar dan tobat tersebut untuk meredam murka Allah. Karena yang bisa meredam hanya dua:

(1) وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ

(2) وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Ibn Abbas mengatakan bahwa ada dua sumber keamanan yang diberikan Allah: (1) keberadaan Nabi Muhammad ketika masih hidup di tengah-tengah umat. Namun jaminan ini sudah tidak ada. Tinggal satu jaminan yaitu (2) istighfar umat. Istighfar yang dilakukan oleh banyak masyarakat sudah bagus alhamdulillah. Namun dibandingkan yang durhaka dan yang mendustakan syariat Allah mereka masih lebih banyak. Kita demikian takut. Kemarin ketika terjadi di Pangandaran saudara-saudara kita di Jakarta yang ada di lantai 4 ke atas mereka menjerit dan diliburkan pada hari itu juga, takut semua, hal ini bisa terjadi di mana saja Allah kehendaki. Karena itu saya menghimbau dan mengingatkan tentang apa yang kita lakukan di Istiglal harus diulang dan dilakukan secara kontinyu bagaimana menghimbau dengan tobat nasional, tobat mendekatkan diri kepada Allah. Jika takut kepada harimau kita lari, takut ular kita lari., namun kalau takut kepada Allah harus mendekat kepada Allah, Karena Allah bisa saja kapan saja memberikan musibah kepada hambanya sebagaimana terjadi di Aceh, di Nias, di Jogja, Pangandaran. Diingatkan oleh Allah kita tidak merasa aman kapan pun berada.

أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ

(Apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksa Kami yang datang pada malam hari saat mereka tidur?)

Di Nias jam sebelas malam mereka tidak bisa tidur. Di Jogja mereka yang tidak shalat sedang tidur nyenyaknya jam setengah enam, jam enam datang azab Allah. Di Aceh ketika mereka pesta malam, pesta natal, siangnya masih berdansa di pantai, datang azab Allah jam tujuh.

أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ

Artinya: Pagi, sore, siang, malam kita tidak boleh merasa aman. Dan jika datang azab Allah kita semua mengetahui. Allah befirman,

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Oleh karena itu himbauan dari kita bagaimana itu bisa kita ulang sekali lagi, dua kali lagi, tiga kali lagi, dan seterusnya sekalipun tidak harus berkumpul di satu tempat. Kemudian kita anjurkan kepada mereka yang berada di berbagai wilayah untuk bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Ada analisa sekalipun barangkali kita tidak sepenuhnya mendukung kebenarannya. Yaitu bahwa sebenarnya yang paling layak untuk diazab oleh Allah adalah Jakarta. Kejahatan yang ada di daerah jauh lebih kecil dibandingkan dengan apa yang berada di Jakarta. Namun, apa kira-kira rahasianyaAllah tidak menghancurkan Jakarta secara langsung? Mungkin analisa sebagian ustadz bisa saja kita terima ataupun kita tolak. Di antaranya adalah ketika pagi hari, hampir setiap masjid-masjid Betawi mereka mengumandangkan dan mengajak masyarakat untuk membaca subhanallah wa bihamdihi subhanallah hil azhim astaghfirullah. Boleh dikatakan kita memiliki hutang budi kepada mereka. Kita tidak mempermasalahkan apakah mereka memakai pengeras suara atau tidak. Tetapi mereka telah berbuat dan bersitigfar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Seratus kali. Kemudian majlis taklim yang ada di Jakarta sangat banyak. Apakah karena ini kemudian Allah tidak menghancurkan Jakarta dengan sehancur-hancurnya seperti yang terjadi di Aceh, Jogja dan sebagainya. Oleh karena itu, himbauan untuk tobat nasional memang sudah dilaksanakan. Namun dorongan tersebut kelihatannya masih kurang. Sehingga perlu dihimbau sekali lagi dua kali lagi dan tiga kali lagi bagaimana kita beristighfar kepada Allah dengan keamanan yang kedua: Wa maka kana Allah muadzdzibahum wa hum yastagfirun.

Kita melihat begitu banyak kemaksiatan yang menimpa kepada kita.Kemaksiatan yang berada di mana-mana. Saya tidak mengatakan bahwa Brunei adalah negara Islam. Saya juga tidak mengatakan Malaysia adalah negara Islam. Bahkan maaf mungkin agak ekstrem sedikit di Saudi Arabia pun mungkin hanya 5 persen syariat Islam dilaksanakan. Namun kita melihat Saudi Arabia, Malaysia jauh lebih makmur dari Indonesia. Kemudian di Brunei, maaf tukang sapu saja gajinya sekitar enam juta. Para guru gajinya di atas dua puluh juta. Saya hanya ingin melihat bahwa ketika Mahatir Muhammad mengajak kepada parlemen setiap bulan untuk mengadakan mabit di masjid negara dan langsung dengan kehadiran Mahatir Muhmmad, ternyata dengan ijin Allah, Malaysia jauh lebih makmur dibandingkan dengan Indonesia. Berita yang saya dengan di Brunei jika jam delapan jam sembilan malam ada remaja yang duduk-duduk di tempat rekreasi akan datang polisi dan akan ditanya, siapa pasangannya? Kalau ternyata bukan isterinya, maka orang tuanya langsung dihukum dan diajak ke kantor polisi. Barangkali inilah sebabnya mengapa Brunei sebagai negeri secuil dari Kalimantan tetapi kesejahteraan di sana bisa dirasakan. Rumah sakit gratis dan bahkan sekolah sampai ke luar negeripun dibiayai semuanya. Padahal Indonesia segala-galanya lebih dari Malaysia, lebih dari Brunei. Tetapi keadaan kita selalu dikirimkan oleh Allah musibah.

Mungkin saya agak sedikit berbeda dengan sebagian masyayikh yang lebih allamah daripada saya. Musibah yang terjadi memang bisa bermakna ibtila’ (ujian) jika menimpa kepada orang yang lebih banyak kebaikannya daripada kekurangannya. Sebagaimana yang terjadi kepada Nabi Ayyub as. Sama sekali tidak mempunyai dosa tetapi diuji dengan penyakit oleh Allah sampai delapan belas tahun. Ujian seperti ini akan meningkatkan derajat orang mukmin didunia dan di akhirat. Namun ia disebut teguran jika musibah tersebut menimpa kepada orang yang khalathu amal slihan wa akhara sayyian yakni fifty-fifty dalam melaksanakan kebaikan dan keburukan. Dan yang terakhir adalah musibah yang berarti azab. Yaitu jika dosa kemaksiatan lebih banyak dibandingkan dengan kebaikan. Saya melihat di Indonesia bahkan guru kita bapak KH Ali Yafie benar atau tidak beliau mengatakan bahwa hampir sembilan puluh persen acara di televisi adalah maksiat. Ini barangkali yang mengingatkan kita bagaimana mayoritas Islam terbesar di dunia, namun jumlah besar itu tidak mencerminkan kesejukan Islam yang ada di Indonesia.

Kita takut kalau azab Allah menimpa kita. Dan saya melihat ternyata musibah yang menimpa Indonesia bukan lagi teguran, bukan lagi ujian. Akan tetapi saya melihat banyak yang menimpa masyarakat yang nilainya adalah azab. Oleh karena itu kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk bisa taqarrub kepada Allah dengan mengacu kepada ayat, ”Wa ma kana Allah mu’adzdzibahum wa hum yastahgdfirun. Kita selalu beritsigfar untuk diri kita, keluarga kita, lingkungan kita bahkan kita himbau masyarakat pemerintah dan semua pihak agar semuanya mendekatkan diri kepada Allah Swt sehingga Indonesia menjadi negara yang diridai ” baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.” Ini saja yang sampaikan. Mudah-mudahan kita bisa menghimbau sekali, dua kali, atau tiga kali lagi tobat nasional. Kemudian kita anjurkan pula agar seluruh rakyat Indonesia kita gerakkan untuk mohon tobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar dosa kita diampuni dan azabnya diganti dengan rahmat.

Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.