Hukum izin untuk pergi berperang tergantung kepada keadaan perang yang akan diikuti itu. Oleh sebab itu hukum izin untuk pergi berperang ada dua perkara:
- Bila musuh masih berada di negaranya dan tidak bermaksud menyerang perbatasan wilayah negara kaum muslimin, dan di negara bertempatnya tentara kafir itu kaum muslimin hanya sedikit dan tentara kafir itu tidak membahayakan, dan negara kaum muslimin penuh dengan tentara kaum muslimin yang menjaganya, maka dalam keadaan ini jihad hukumnya fardhu kifayah. Dan untuk jihad semacam ini anak harus izin kepada kedua orang tuanya. Istri juga harus izin kepada suaminya. Karena ketaatan kepada kedua orang tua dan suami adalah fardhu ‘ain sedangkan jihad semacam ini fardhu kifayah. Maka fardhu ‘ain harus lebih diutamakan daripada fardhu kifayah.
- Tetapi kalau musuh sudah menggempur perbatasan wilayah kaum muslimin atau bahkan telah masuk ke salah satu negara kaum muslimin, maka hukum jihad menjadi fardhu ‘ain atas setiap kaum muslimin sebagaimana yang telah kita bahas di atas. Dan dalam situasi ini telah gugur kewajiban izin kepada siapapun. Sehingga tidak ada lagi kewajiban seorang muslim untuk minta izin kepada siapapun untuk pergi berperang. Anak harus pergi berjihad tanpa izin kepada kedua orangnya, istri pergi berjihad tanpa harus izin kepada suaminya, dan orang yang terlibat hutang keluar berjihad tanpa harus minta izin kepada yang menghutanginya. Dan keharusan pergi berjihad tanpa harus izin dari siapapun ini, terus berlangsung sampai tentara kafir yang menyerang itu keluar dari negeri kaum muslimin yang diserang itu atau tentara mujahidin telah mencapai jumlah yang mencukupi untuk mengusir tentara kafir yang menyerang itu dari negara yang diserang tersebut.
Dan jihad dalam situasi demikian yang merupakan fardhu ‘ain itu lebih diutamakan daripada taat kepada kedua orang tua yang juga fardhu ‘ain. Karena jihad adalah untuk melindungi agama sedangkan taat kepada orang tua adalah untuk melindungi pribadi orang tua tersebut. Karena berangkat berjihad diduga menyedihkan kedua orang tua atau menyengsarakannya. Sedangkan memelihara agama adalah lebih diutamakan daripada memelihara diri orang tua. Dan memelihara agama itu adalah perintah yang yakin sedangkan binasanya kedua orang tua (karena kesedihannya disebabkan oleh syahidnya sang anak) adalah perkara yang masih diduga akan terjadi. Maka tentunya yang yakin itu lebih diutamakan daripada yang masih diragukan.