Jalan Menuju Pembalasan

Ikhwan tercinta, kebangkitan pada hakikatnya adalah penegasan bahwa manusia akan hidup setelah kehidupan di dunia ini. Al-Qur’anul Karim membela teori ini dengan cara yang indah sekali dan mengajukan berbagai argumentasi yang tidak memberi tempat lagi untuk keragu-raguan, kecuali bagi orang yang hatinya berpenyakit. Ambillah sebagai contoh:

“Wahai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kalian dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kalian sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kalian ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya.” (QS. Al-Hajj: 5)

Wahai Akhi, argumen ini diambil dari perkembangan manusia. Ia berasal dari tumbuh-tumbuhan bumi, kemudian berubah menjadi nuthfah, kemudian berubah menjadi zhigot, kemudian menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, kemudian berubah menjadi badan, kemudian berubah menjadi anak-anak, kemudian menjadi pemuda, kemudian menjadi orang tua, kemudian meninggal dunia. Seluruh bukti ini membawa perhatian kita kepada kenyataan yang dapat kita saksikan dan kita rasakan dalam proses perkembangan manusia.

“Dan kalian lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kamiturunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkanberbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikianitu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnyaDialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya AllahMahakuasa atas segala sesuatu. Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilahdatang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkansemua orang di dalam kubur.” (QS. Al-Hajj: 5-7)

Wahai Akhi, argumen ini menegaskan bahwa Allah yang telah menciptakan kehidupan dari tanah yang tak bernyawa, lantas menjadikannya sebagai manusia dan yang menciptakan kehidupan dari tanah yang mati lantas menjadikannya sebagai tumbuh-tumbuhan, bukankah Dia bisa menghidupkan kembali orang-orang yang mati?

Di sini ada argumen yang mengacu kepada penciptaan pertama. Wahai manusia, dari manakah asalmu? Dari tiada. Maka Allah yang telah mengadakan kita dari ketiadaan, akan mengadakan kita sekali lagi.

“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepadakejadiannya; ia berkata, ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulangbelulang, yang telah hancur luluh?’ Katakanlah, ‘Ia akan dihidupkanoleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia MahaMengetahui tentang segala makhluk. Yaitu Tuhan yang menjadikanuntukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api)dari kayu itu.'” (QS. Yasin: 78-80)

Ayat ini turun setelah kedatangan Nadhar bin Haritsah seraya membawa segenggam tanah kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam, lantas bertanya kepada beliau mengenai penciptaan kembali manusia setelah mati.

Wahai Akhi, hakikat semacam ini bisa ditemukan dalam banyak ayat Al-Qur’anul Karim. “Katakanlah, ‘Jadilah kalian batu atau besi. Atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiran kalian.’ Maka mereka akan bertanya, ‘Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?’ Katakanlah, ‘Yang telah menciptakan kalian pada kali yang pertama,’ lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepada kalian dan berkata, ‘Kapan itu (akan terjadi)?’ Katakanlah, ‘Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat.'” (QS. Al-Isra’: 50-51)

Wahai Akhi, di sini kita bisa menemukan hakikat yang indah. Al- Qur’anul Karim menyebutkan alasan orang yang menentang, kemudian segera membantahnya. Ternyata alasan tersebut tidak mempunyai kekuatan sama sekali. Kemudian kita akan melihat hakikat ini disebutkan dalam ayat yang mulia.

“Dan manusia berkata, ‘Betulkah apabila aku telah mati, bahwaaku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?'” (QS. Maryam: 66). Gaya pengungkapan yang mengejutkan ini ditujukan kepada jiwa.

“Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kamitelah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?” (QS. Maryam: 67)

Wahai Akhi, bantahan terhadap anggapan keliru ini diungkapkan dengan nada kesejukan: “Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kamibangkitkan mereka bersama setan.” (QS. Maryam: 68)

Wahai Akhi, hakikat ini diulang-ulang dalam kitab Allah berkali-kali dan ini merupakan upaya untuk membawa perhatian kita kepada penciptaan. Dalam surat Al-Waqi’ah terdapat dalil-dalil yang dikemukakan secara serasi dan koheren satu sama lain.

“Dan mereka selalumengatakan, ‘Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulangbelulang,apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkankembali? Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (dibangkitkanpula)?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang terdahulu dan orangorangterkemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentupada hari yang dikenal. Kemudian sesungguhnya kalian, wahai orangorangyang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqum, dan akan memenuhi perut kalian dengannya. Sesudah itu kalianakan meminum air yang sangat panas. Maka kalian minum seperti untayang sangat haus minum. Itulah hidangan untuk mereka pada haripembalasan.'” (QS. Al-Waqi’ah: 47-56)

Kemudian datang pula dalil-dalil yang lain. “Kami telah menciptakankalian, maka mengapa kalian tidak membenarkan (hari berbangkit)?”(QS. Al-Waqi’ah: 57)

Kemudian datang ungkapan yang membawa perhatian kita kepada penciptaan kehidupan dari nuthfah: “Maka terangkanlah kepadakutentang nuthfah yang kalian pancarkan. Kaliankah yang menciptakannya,atau Kami-kah yang menciptakannya? Kami telah menentukankematian di antara kalian dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan,untuk menggantikan kalian dengan orang-orang yang seperti kalian(dalam dunia) dan menciptakan kalian kelak (di akhirat) dalam keadaanyang tidak kalian ketahui. Dan sesungguhnya kalian telah mengetahuipenciptaan yang pertama, maka mengapakah kalian tidak mengambilpelajaran (untuk penciptaan yang kedua)?” (QS. Al-Waqi’ah: 58-62)

Kemudian datang ungkapan yang membawa perhatian kita kepada kehidupan dari tanah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang yangkalian tanam. Kaliankah yang menumbuhkannya atau Kami-kah yangmenumbuhkannya? Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikandia kering dan hancur; maka jadilah kalian heran tercengang. (Sambilberkata), ‘Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian, bahkankami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.’ Maka terangkanlahkepadaku tentang air yang kalian minum.” (QS. Al-Waqi’ah: 63-68)

Tetapi, apakah hubungan antara air dengan kebangkitan? Wahai Akhi, keduanya disebutkan di sini karena ia merupakan lingkungan yang diperlukan untuk kehidupan yang baik. Kemudian, datang sebuah “tantangan” yang lain, “Maka terangkanlahkepadaku tentang api yang kalian nyalakan (dari gosokan-gosokankayu). Kaliankah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?”(QS. Al-Waqi’ah: 71-72)

Selayaknya akal manusia memikirkan mukjizat ini, yaitu bahwa api itu keluar dari pohon. Sedangkan kehidupan pohon itu tergantung kepada air. Jadi, air yang merupakan unsur berlawanan dengan api, darinyalah api muncul. Jadi, Allah yang bisa menciptakan sesuatu dari lawannya, dan menciptakan api dari air, bukankah Dia pasti mampu menciptakan manusia dari tanah yang merupakan bahan baku penciptaannya serta tempat kelahiran dan kehidupannya? Wahai Akhi, inilah lima argumen yang dibawakan secara koherendan serasi.

“Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu yangMahabesar.” (QS. Al-Waqi’ah: 74)

Wahai Akhi, sekarang kita bahas syubhat yang mereka ucapkan, yaitu bahwa manusia akan mau dan lebur menjadi tanah, lalu berubah menjadi tumbuhan yang dimakan manusia juga, sehingga ada dua manusia yang terdapat dalam satu unsur. Maka ruh yang manakah yang menempati badan?

Kita menjawab, Al-Qur’an telah mengabarkan tentang syubhat ini:

Qaaf. Demi Al-Qur’an yang sangat mulia. (Mereka tidak menerimanya)bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorangpemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, berkatalah orangorangkafir: ‘Ini adalah suatu yang ajaib.’ Apakah kami setelah matidan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi), itu adalah suatupengembalian yang tidak mungkin. Sesungguhnya Kami telah mengetahuiapa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, danpada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara (mencatat). Sebenarnya,mereka telah mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu datangkepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau-balau. Makaapakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka,bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidakmempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itudan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kamitumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandangmata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hambayang kembali (mengingat Allah). Dan Kami turunkan dari langit airyang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohonpohondan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yangtinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun. Untukmenjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan denganair itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS. Qaaf: 1-11)

Wahai Akhi, bila kita memikirkan argumen-argumen ini dengan pikiran jernih, kita akan mengetahui bahwa semua argumen itu tidak terbantahkan. Adapun orang yang hatinya berpenyakit, maka tidak ada seorang pun kuasa untuk memberikan penjelasan kepadanya, kecuali hanya memohon kepada Allah agar menyembuhkan penyakitnya itu.

Diantara metodologi pendidikan dalam Al-Qur’anul Karim, ketika menjelaskan syubhat-syubhat ini, tidak mengemukakan semua jenis syubhat yang muncul berkenaan dengan konsep hari kebangkitan ini. Sebab, seorang guru harus memberikan informasi-informasi kepada murid yang bisa menerangi akalnya dan tidak menjadikan pemikirannya carut marut. Ia harus mendahulukan informasi yang positif sebelum memberikan informasi yang negatif. Ia tidak boleh memberikan unsur informasi yang negatif kecuali bila benar-benar diperlukan. Al-Qur’anul Karim juga menggunakan metode ini, sehingga ia tidak memaparkan syubhat-syubhat yang kuat, misalnya syubhat tentang reinkarnasi.

Syubhat ini tertolak berdasarkan semua nash Al-Qur’an. “Dan orangyang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS. Fathir: 18)

Maka bagaimana mungkin ruh manusia yang shalih berpindah ke tubuh manusia yang jahat? Tetapi Al-Qur’anul Karim tidak membahas masalah ini, karena ia telah menyatakan dengan tegas bahwa setelah ruh keluar dari badan, ruh tersebut pergi kepada Tuhannya. Al-Qur’an tidak menjelaskan masalah ini secara panjang lebar, karena metode yang digunakan Al-Qur’anul Karim tidak menggunakan perdebatan sehingga syubhat tersebut dengan sendirinya tertolak.

Ikhwan semua yang tercinta, Allah subhanahu wa ta’ala telah membuat kaidah pembalasan sebagai berikut: Kebaikan itu akan dilipatgandakan, adapun kejahatan akan tetap sebagaimana adanya atau diampuni. “Dan jikaada kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannyadan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’: 40)

“Barangsiapa yang membawa amal yang baik maka baginya (pahala)sepuluh kali lipat amalnya.” (QS. Al-An’am: 160)

Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan kejahatan-kejahatan di dalam kitab-Nya. Maka barangsiapa berniat melakukan kebaikan tetapi belum melaksanakannya, ditulis baginya satu kebaikan; apabila ia telah melaksanakannya, ditulis baginya sepuluh sampai tujuh puluh kebaikan, bahkan sampai berlipat-lipat dari itu. Dan barangsiapa berniat melakukan kejahatan tetapi tidak melaksanakannya, ditulis baginya satu kebaikan; dan jika ia telah melaksanakannya, ditulis baginya satu kejahatan.”

Berdasarkan hadits ini, wahai Akhi, kita mendapati bahwa Allah subhanahu wa ta’ala membagi balasan kebaikan itu menjadi tiga macam, sedangkan balasan keburukan itu hanya satu. Karena jiwa manusia itu mudah tertarik kepada kejahatan. Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui bahwa kecenderungan naluri manusia itu kepada kejahatan, karena ia berada di negeri kejahatan. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Semua anak Adam bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.”

Kecenderungan kepada kejahatan ini tidak bisa dihalangi kecuali oleh keinginan yang besar untuk mendapatkan kebaikan dan balasan kebaikan. Andaikata satu kebaikan dibalas dengan satu kebaikan dan satu kejahatan dibalas dengan satu kejahatan, niscaya kejahatan itu lebih banyak daripada kebaikan dan tak pelak lagi manusia akan berputus asa. Karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala telah membuka tiga pintu untuk kebaikan dan satu pintu untuk hukuman. Dia mengemukakan kebaikan dengan variasi yang indah, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya,sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap,dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikankepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikanuntuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkanpandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 16-17)

“Mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.” (QS. Ghafir: 40)

Tujuannya, wahai Akhi, adalah untuk mencegah faktor-faktor kejahatan yang ada dalam jiwa manusia serta mengalahkan nafsu dan godaan, disamping keputusasaan. Sayidina Umar radhliyallahu ‘anhu mengatakan, “Kebaikan Allah itu banyak dan baik.” Kita mendapati bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memperlakukan manusia dengan keutamaan. “Jikalau Allahmenghukum manusia dengan kezhalimannya, niscaya tidak akanditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata,tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang ditentukan.Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklahmereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula)mendahulukannya.” (QS. An-Nahl: 61)

Wahai Akhi, orang yang berbuat baik akan berada di surga, sedangkan surga itu, “Di dalamnya terdapat apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terdetik dalam hati manusia.”

“Banyak muka pada hari itu berseri-seri. Merasa senang karenausahanva. Dalam surga yang tinggi. Tidak kalian dengar di dalamnyaperkataan yang tidak berguna. Di dalamnya ada mata air yang mengalir.Di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan. Dan gelas-gelas yangterletak (di dekatnya). Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun. Danpermadani-permadani yang terhampar.” (QS. Al-Ghasiyah: 8-16)

“Wajahwajah(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalahmereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)

Adapun di neraka terdapat siksa yang pedih. Di sana mereka diberi minum air yang panas mendidih dan diberi makan ghislin (nanah dan darah). “Sekali-kali tidak (demikian), sesungguhnya mereka pada hariitu benar-benar tertutup dari Tuhan mereka.” (QS. Al-Muthafifin: 15)

Wahai Akhi, di surga itu ada ridha Allah yang besar. Di dalamnya ada kenikmatan ruhani dan kenikmatan materi. Di neraka juga ada siksa ruhani dan siksa materi. “Dan penghunineraka menyeru penghuni surga, ‘Limpahkanlah kepada kami sedikitair atau makanan yang telah direzekikan Allah kepada kalian.’ Mereka(penghuni surga) menjawab, ‘Sesungguhnya Allah telah mengharamkankeduanya itu atas orang-orang kafir. Yaitu orang-orang yang menjadikanagama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupandunia telah menipu mereka.’ Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakanmereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka padahari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf: 50-51)

“Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan), ‘Sesungguhnya kamidengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannyakepada kami. Maka apakah kalian telah memperoleh dengansebenarnya apa (adzab) yang Tuhan kalian menjanjikan kepada kalian?’Mereka (penduduk neraka) menjawab, ‘Betul’. Kemudian seorang penyeru(malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu, ‘KutukanAllah ditimpakan kepada orang-orang zhalim. Yaitu orang-orang yangmenghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agarjalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat.'”(QS. Al-A’raf: 44-45)

Jika balasan ruhani dan materi tidak diberikan secara bersama-sama, niscaya ia menjadi pincang. Al-Qur’anul Karim mengetahui bahwa manusia itu terdiri dari ruhani dan jasmani (materi). Badan manusia dan kebutuhan-kebutuhan materinya itulah yang menggiring kepada kejahatan. Ketika ia menghentikan dirinya dari tuntutan-tuntutan materi, maka harus ada kompensasinya. Jika dikatakan bahwa balasan itu hanya bersifat ruhani, lalu di mana kompensasi jasmani yang telah mengendalikan ruhani itu? Karena itu, harus ada kompensasi yang bersifat materi pula. Keadilan dalam balasan menuntut konsekuensi makna ini.

Kesimpulan

Wahai Akhi, setelah kita mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah berbuat baik kepada kita; Dia memerintahkan kita melakukan satu kebaikan dan menyiapkan balasan yang berlipat ganda untuk kebaikan ini; Dia juga telah mengasihi kita, Dia menjadikan kejahatan itu dengan satu balasan, dan ini pun masih bisa diampuni dengan taubat yang sungguh-sungguh. Jika kita mengetahui juga bahwa kaum salaf yang mendahului kita mempunyai keimanan kepada pembalasan ini sampai pada tingkatan seakan-akan mereka melihatnya secara nyata di hadapan mereka, ketika berjalan, datang dan pergi, maka kesimpulan yang bisa kita ambil adalah hendaklah hati kita yakin sepenuhnya kepada akhirat, kita menjadi orang yang senantiasa berdzikir, dan hendaklah kita meletakkan firman Allah berikut ini di hadapan mata.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalahpermainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahantara kalian serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dananak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;kemudian tanaman itu menjadi kering dan kalian lihat warnanya kuningkemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang kerasdan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan duniaini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalahkalian kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orangyang beriman kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya. Itulah karunia Allah,diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyaikarunia yang besar.” (QS. Al-Hadid: 20-21)

Ikhwan semua, karena itu hendaklah Anda menyambut seruan Tuhan. Ingatlah selalu kepada akhirat, kemudian yakinlah bahwa itu tidak tergantung kepada amal Anda, tetapi kepada karunia Allah semata. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.

Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Sayidina Muhammad, juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya.