Jalan Panjang

Jalan Panjang

Saya berharap bahwa kalimat-kalimat ini telah cukup menjelaskan tujuan dakwah Ikhwanul Muslimin, dan sedikit banyak menerangkan jalan yang akan ditempuh oleh mereka dalam mencapai tujuan itu. Sebenarnya saya telah menjelaskan masalah ini kepada mereka yang masih menyimpan cinta dan ghirah terhadap Islam, dan bercita-cita untuk mengembalikan kejayaannya. Saya menerangkannya dalam sebuah tulisan yang berjudul, “Kepada Apa Kami Menyeru Manusia”.

Mereka pun telah mendengarkannya dengan seksama, memahami makna dari kata demi kata, hingga akhirnya kami sama-sama sepakat dengan tujuan besar berikut metodenya yang efektif itu. Dan betapa dahsyat keterkejutan saya ketika saya melihat ada semacam kesepakatan umum di kalangan mereka bahwa “jalan ini amatlah panjang.”

Aliran-aliran pemikiran destruktif yang begitu kuat mencengkram negeri ini telah melahirkan keputusasaan dalam jiwa umat.

Agar para pembaca tidak perlu menemukan perasaan yang sama seperti yang dirasakan sebelumnya oleh mereka yang pernah berbicara tentang masalah ini, saya ingin mengemukakan kalimat-kalimat sarat dengan harapan, penuh dengan keyakinan akan datangnya keberhasilan, insya Allah. Dan semua urusan itu ada di tangan Allah Subhanahahu wa Ta’ala.

Untuk itulah saya ingin membatasi tema ini dengan dua sudut pandang positif.

Perspektif Filsafat Sosial

Para pakar ilmu sosial menyatakan bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari. Pandangan itu dibenarkan oleh realitas dan dikuatkan dengan banyak alasan, Bahkan sesungguhnya kemajuan kemanusiaan dan perjalanannya menuju puncak kejayaan tersimpan dalam pandangan ini.

Siapa yang dapat menyangka sebelumnya kalau para ilmuwan akan sampai pada penemuan-penemuan dahsyat seperti yang kita lihat sekarang? Para ilmuwan itu sendiri pada Mulanya bahkan tidak percaya, sampai akhirnya kenyataan membuat mereka yakin.

Sebenarnya banyak contoh bisa dikemukakan untuk membuktikan itu. Namun pandangan ini telah menjadi aksioma dan karenanya tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.

Perspektif Sejarah

Kebangunan semua bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan; sesuatu yang sering membuat orang percaya bahwa kemajuan yang mereka capai kemudian adalah sebentuk kemustahilan. Tapi di balik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan, dan ketenangan dalam melangkah, telah mengantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak dari ketidakberdayaan menuju kejayaan.

Siapakah yang bisa percaya sebelumnya, bahwa di tengah gurun pasir jazirah Arab yang gersang dan kering kerontang itu akan memancar seberkas cahaya kearifan, di mana dengan kekuatan spiritual dan kemampuan berpolitik putera-puteranya dapat menguasai semua kekuatan adidaya dunia? Siapakah yang percaya sebelumnya, bahwa lelaki lembut semacam Abu Bakar yang sering membingungkan rakyatnya karena sifat lembutnya itu, tiba-tiba saja mengirim pasukan untuk memerangi para pembangkang, pemberontak dan kaum murtad, hingga akhirnya ia berhasil menyelamatkan Daulah Islamiyah dari ancaman perpecahan dan mengembalikan hak Allah dalam kewajiban zakat? Siapakah yang percaya sebelumnya, bahwa Shalahuddin Al Ayyubi yang berjuang dalam waktu yang lama, akhirnya dapat mengalahkan dan mengusir raja-raja Eropa, sekalipun jumlah mereka jauh lebih banyak. Bahkan sekalipun duapuluhlima raja dari duapuluh lima kerajaan bersatu menyerangnya?

Itu semua terjadi dalam sejarah lama. Dalam sejarah modern pun ada banyak fakta. Siapakah yang bisa percaya sebelumnya, bahwa Raja Abdul Aziz Alu Su’ud dapat mengembalikan kerajaannya dan menjadi tumpuan harapan dunia Islam untuk mengembalikan persatuan dan kejayaannya, setelah sebelumnya keluarga dan kerajaan terampas? Siapakah yang dapat percaya sebelumnya, bahwa buruh Jerman yang bernama Hitler itu, suatu ketika dapat memiliki kekuatan dahsyat yang menggentarkan dunia?