Fardhu kifayah itu asalnya adalah fardhu ‘ain:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang Mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At Taubah: 122)
Dan tidak sepatutnya bagi orang-orang beriman itu pergi ke medan perang semuanya. Itu ketika jihad hukumnya adalah fardhu kifayah. Namun jika jihad itu fardhu ‘ain, maka wajib bagi umat secara keseluruhan untuk berangkat ke medan perang sampai orang-orang kafir dapat diusir. Taruhlah misalnya jihad di Afghanistan sakarang itu fardhu kifayah – sebagian orang sampai sekarang masih mengatakan bahwa jihad itu fardhu kifayah. Baiklah…, saya terima perkataan kalian bahwa jihad itu fardhu kifayah! Lalu apa fardhu kifayah itu?
Fardhu kifayah adalah sebuah kewajiban yang apabila telah dilakukan oleh sebagian yang lain maka kewajiban tersebut gugur dari seluruh umat. Bagaimana fardhu kifayah jihad di Afghanistan? Yaitu terusirnya orang-orang Komunis dari Afghanistan. Lalu apakah orang-orang Komunis telah terusir dari Afghanistan? Bukankah penduduk Afghansitan tidak mampu mengusir orang-orang Komunis sampai sekarang, bukankah begitu? Telah berlalu sepuluh tahun sampai sekarang orang-orang Komunis menguasai Afghanistan, dan 8 tahun orang-orang Rusia memasuki Afghanistan. Dengan demikian mereka membutuhkan personel dan membutuhkan harta. Ini jika kita katakan bahwa jihad itu fardhu kifayah, sedangkan fardhu kifayah itu berubah menjadi fardhu ‘ain jika jumlah orang yang berjihad di Afghanistan belum mencukupi.
Jihad di Afghanistan itu jika dianggap sebagai fardhu kifayah hukumnya adalah fardhu ‘ain, karena orang yang berada di Afghanistan belum mencukupi. Dan umat Islam seluruhnya berdosa karena mereka tidak mengusir orang-orang Komunis dari Afghansitan. Padahal apabila sejengkal saja dari wilayah kaum Muslimin, baik berupa pegunungan, tanah yang tidak berpenduduk maupun lembah – demikian yang dikatakan oleh para fuqaha – jihad hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi setiap Muslim yang berada di daerah tersebut, sampai-sampai seorang wanita harus berangkat tanpa harus izin kepada suaminya – tapi dengan mahram -, seorang budak harus berangkat tanpa harus izin majikannya, seorang anak harus berangkat tanpa harus izin kepada orang tuanya dan orang yang mempunyai tanggungan hutang harus berangkat tanpa harus izin kepada orang yang menghutanginya.
Kemudian jika jumlah mereka belum mencukupi atau mereka melalaikan kewajiban tersebut atau mereka bermalas-malasan atau mereka enggan untuk berperang, maka kewajibannya meluas menjadi fardhu ‘ain kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, dan begitu seterusnya, sampai fardhu ‘ain itu meluas ke seluruh dunia sehingga mereka semua tidak boleh absen dalam jihad sebagaimana shalat dan puasa.
***
Dan orang sama sekali tidak mengetahui bahwasanya orang yang mengatakan kepada orang lain; Jangan pergi jihad sekarang ini, sama dengan orang yang mengatakan kepadanya; Jangan shalat. Dia tidak mengerti .. seakan ia sama sekali tidak berdosa.. ia mengatakan, “Jangan pergi berjihad, dan saya akan memikul dosanya.” Sembari menunjuk ke arah pundaknya.. dosanya ia akan tanggung! Sama halnya ia mengatakan: Makanlah pada bulan ramadhan secara sengaja, ketika engkau dalam keadaan sehat dan tidak bepergian, saya akan memikul dosanya… ia sama dengan orang yang memotifasi orang lain agar meninggalkan shalat, atau meninggalkan puasa atau meninggalkan zakat padahal mereka mampu melaksanakannya. Mereka tidak memahami ini.
Biarkan mereka memikul dosa mereka secara sempurna dan dosa orang-orang mereka sesatkan tanpa berdasarkan ilmu kelak pada hari qiyamat. Sungguh amat buruk apa yang mereka pikul. (An Nahl: 52)
Ia akan memikul dosanya dan dosa orang yang ia halangi untuk berjihad.
Ia tidak mengerti hal ini .. dan tidak sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu berangkat berperang semuanya, kenapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama… mereka itu adalah orang-orang yang memperdalam pemahaman agama. Ini adalah ketika jihad hukumnya fardhu kifayah, sebagian pergi berperang bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sebagian lagi tetap tinggal di Madinah Munawarah. Siapakah di antara mereka yang memperdalam pengetahuan agama? Yang memperdalam pengetahuan agama adalah orang-orang yang berangkat berperang, bukan orang-orang yang tidak berangkat berperang, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ath Thabari, Ibnu Abbas dalam sebuah riwayat, Al Hasan Al Bashri, Ibnu Katsir dan yang dikuatkan oleh Sayyid Quthb. Dan inilah yang tertanam di dalam hatiku dan yang saya condong untuk memilihnya.
***
Dengarkanlah perkataanku:
Orang tidak mungkin dapat memahami agama ini kecuali di sela-sela jihad. Agama ini tidak mungkin difahami kecuali oleh mujahid (orang yang berjihad). Adapun orang-orang yang menyangka bahwasanya mereka dapat bertahan dalam agama ini dan mempelajarinya dari buku, mereka itu adalah orang-orang yang tidak memahami karakteristik agama ini. Sesungguhnya agama ini tidak akan dipahami kecuali oleh orang-orang yang bergerak untuk mempraktikkannya di dunia nyata. Mereka yang berkorban untuk kepentingan agama, merekalah orang yang memahami agama. Orang-orang yang berkorban untuk kepentingan agama, merekalah yang mengerti dan memahaminya. Adapun orang faqih (ulama’) yang duduk dan bersikap dingin, ajaran Islam itu sama sekali tidak dapat diterima dari orang semacam ini, dan ia tidak akan dapat memahami agama, karena sesungguhnya agama ini tidak dapat di warisi dari qa’idun (orang-orang yang duduk), atau dari orang faqih (ulama’) yang duduk dan bersikap dingin, yang wajahnya tidak memerah ketika meliha kehormatan dinjak-injak, ketika melihat kaum wanita diperkosa, dan ketika melihat darah … darah orang-orang yang tidak berdosa dari kalangan anak-anak, orang tua dan kaum wanita. Darahnya tumpah dan mengalir, kebakaran terjadi di Afghanistan.
***
Seorang komandan dari wilayah Baktiya menuturkan:
Ada sepuluh kapal terbang yang mendarat di desa kami, lalu mereka mengambili kaum wanita dan anak-anak perempuan dari desa kami. Lalu kapal terbang itu membawa terbang kaum wanita itu kemudian mereka ditelanjangi lalu pakaian-pakaian mereka dijatuhkan dari atas desa kami tersebut, kemudian para wanita itu diperkosa lalu mereka dijatuhkan di kamp-kamp mujahidin …
***
Taruhlah, seandainya jihad itu pada hari ini hukumnya adalah fardhu kifayah, baik di Palestina maupun di Afghanistan, lalu apakah jumlah penduduk Afghanistan telah mencukupi untuk mengusir agressor. Sedangkan fardhu kifayah adalah suatu kewajiban yang mana apabila telah dilaksankan sebagian orang maka kewajiban tersebut gugur dari sebagaian yang lain, sebagaimana yang disepakati oleh semua ulama’. Yang menjadi kewajiban di Afghanistan adalah mengusir orang-orang Komunis dari pemerintahan Afghanistan. Yang menjadi kewajiban di Palestina adalah mengusir para penjajah Yahudi dari yang telah menodai kesucian kiblat pertama umat Islam. Belum cukupkah untuk menyatakan bahwa jihad di Palestina itu fardhu ‘ain padahal sudah 40 th anak keturunan kera dan babi bercokol di tanah yang paling suci dan yang diberkahi..?
***
Jihad itu dalam keadaan biasa hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, ketika saya di negeri ini dan engkau di negeri Yordan misalnya, sementara itu Palestina berada di tangan kaum Muslimin, tidak ada kedholiman, baik di Suriyah maupun di Mesir. Tidak ada orang Yahudi, tidak ada musuh-musuh Allah ‘Azza wa Jalla dari kalangan orang-orang Komunis dan lainnya. seandainya jihad itu hukumnya fardhu kifayah. Bagaimana pelaksanaan fardhu kifayah itu? Para ulama’ mengatakan: Apabila seluruh wilayah kaum Muslimin itu berada di tangan kaum Muslimin.. Andalusia berada di tangan kita, begitu juga Thasyqand, Samarqand, Al Aural, Siberia dan Kaukasus, seluruhnya berada di tangan kaum Muslimin, begitu pula sungai Ar Run, An Namsa, Bulgaria, Serbia, Al Majr dan Yunani, semuanya berada di tangan kaum Muslimin – karena dahulu daerah-daerah tersebut berada di tangan kaum Muslimin -, maka seorang penguasa Muslim mempunyai kewajiban mengirim pasukan minimal setiap tahun satu kali untuk memerangi negara-negara kafir. Kewajiban tersebut tidak akan gugur kecuali jika ia mengirim pasukan perang untuk memerangi Amerika, Rusia, Inggris dan negara-negara kafir lainnya … wajib – setiap tahun – ia mengirim pasukan perang minimal sekali … kenapa minimal setiap tahun sekali ?: para ulama’ mengatakan: Karena jizyah itu wajib dibayar setiap setahun sekali.
Oleh karena itu minimal – untuk menggugurkan kewajiban – harus mengirim pasukan setiap tahun sekali. Adapun apabila musuh melakukan agresi terhadap suatu daerah tertentu dari wilayah kaum Muslimin, maka jihad hukumnya menjadi fardhu ‘ain.
Ketika Yahudi memasuki Palestina jihad menjadi fardhu ‘ain bagi penduduk Palestina. Jika penduduk Palestina tidak cukup, atau mereka mengabaikannya, atau mereka bermalas-malasan, atau mereka enggan untuk berjihad, maka fardhu ‘ain meluas perdaerah terhadap penduduk Yordania. Jika mereka tidak mencukupi, mereka mengabaikannya, mereka bermalas-malasan, mereka enggan berjihad, kewajiban terus meluas kepada daerah berikutnya kepada Suriyah, Lebanon sebelah timur Yordania dan Mesir. Jika mereka tidak ada seorangpun dari Mesir, Yordania dan yang lainnya yang mau berangkat, maka fardhu ‘ain meluas kepada penduduk Saudi dan Irak. Jika mereka tidak mau berangkat, maka fardhu ‘ain meluas kepada penduduk Afghanistan dan Pakistan. Jika mereka tidak mau berangkat, maka fardhu ‘ain meluas kepada penduduk Indonesia. Jika mereka tidak mau berangkat, maka fardhu ‘ain meluas kepada orang-orang Islam yang berada di Cina dan Jepang.. dan begitu seterusnya, sampai fardhu ‘ain itu menjadi fardhu ‘ain bagi seluruh penduduk bumi. Jihad akan tetap fardhu ‘ain sampai Yahudi keluar dari Palestina, dan setiap Muslim di muka bumi ini berdosa karena ia tidak berjihad untuk mengusir orang-orang Yahudi.
***
Sipakah yang selamat dari dosa? Satu saja yang selamat dari dosa… yaitu orang yang memanggul senjata dan berperang, adapun yang lainnya adalah berdosa, karena dia tidak melaksanakan fardhu ‘ain; padahal tidak ada sesuatu yang lebih wajib setelah iman itu selain melawan agressor. Dengan kata lain, pertama adalah engkau ucapkan laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah, tauhid, kemudian setelah itu berangkat berjihad fi sabilillah untuk mengusir orang kafir yang menyerang.