Tarbiyatul Aulad

Waktu Wajib dan Hikmah Berkhitan

Waktu Wajib Berkhitan

Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa khitan itu wajib dilaksanakan ketika anak mendekati masa balig. Dengan harapan bahwa anak itu akan siap menjadi seorang mukalaf yang akan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan hukum-hukum syariat dan perintah-perintah Tuhan. Dan ketika memasuki masa balig, ia telah dikhitan, sehingga ibadahnya sah, seperti yang digariskan dan diterangkan Islam.

Akan tetapi yang lebih utama bagi orang tua adalah mengkhitankan anaknya pada hari-hari pertama setelah kelahirannya. Sehingga ketika anak telah mengerti sesuatu dan memasuki masa remaja ia mendapatkan bahwa dirinya telah dikhitan. Dengan demikian, anak akan merasa tenang.

Dalil tentang keutamaan ini adalah hadits riwayat Al Baihaqi dari Jabir radiyallahu ‘anhu:

“Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam telah mengakikahi Al Hasan dan Al Husain dan mengkhitani mereka pada hari ketujuh (dari kelahiran mereka).”

Hikmah Khitan

Khitan mengandung hikmah religius yang agung dan dampak higienis yang banyak sebagaimana telah diungkapkan oleh para ulama dan para dokter. Berikut akan kami sampaikan sebagian dari yang telah mereka ungkapkan:

Di antara hikmah-hikmah religius itu adalah:

  1. Khitan merupakan pangkal fitrah, syiar Islam dan syariat.
  2. Khitan merupakan salah satu media bagi kesempurnaan agama yang disyariatkan Allah lewat lisan Ibrahim ‘alaihissalam. Yaitu agama yang mencetak hati umat manusia untuk bertauhid dan beriman; agama yang membentuk fisik jasmani dengan tabiat-tabiat fitrah, seperti khitan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu-bulu ketiak.  Allah berfirman: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” (QS. An Nahl: 123) “Dan siapakah yang lebih baik shibgahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah.” (QS. Al Baqarah: 138)
  3. Khitan sebagai pembeda kaum muslim dengan pengikut agama lain.
  4. Khitan merupakan pernyataan ubudiyah (ketetapan mutlak) terhadap Allah, ketaatan melaksanakan perintah, hukum dan kekuasaan-Nya.

Di antara beberapa dampak higienisnya (ilmu kesehatan) ialah:

  1. Khitan dapat menyebabkan kebersihan, keindahan dan menstabilkan syahwat.
  2. Khitan merupakan cara sehat untuk memelihara seseorang dari berbagai penyakit.

Dr. Shabri Al Qabani, di dalam bukunya Hayatuna Al Jinsiyyah (Kehidupan Seksual Kita) mengatakan, bahwa khitan itu mempunyai beberapa dampak higienis, di antaranya adalah:

  1. Dengan terkelupasnya kuluf (kulit ulu dzakar), berarti seseorang akan terhindar dari keringat berminyak dan sisa kencing yang mengandung lemak dan kotor. Yang bisa menyebabkan gangguan kencing dan pembusukan.
  2. Dengan dipotongnya kuluf, berarti seseorang akan terhindar dari bahaya terganggunya hasafah (kepala penis) ketika ereksi.
  3. Khitan dapat mengurangi kemungkinan berjangkitnya kanker. Kenyataan telah membuktikan, bahwa kanker banyak berjangkit pada orang-orang yang kulufnya sempit dan jarang didapat pada bangsa-bangsa yang mewajibkan khitan.
  4. Jika kita bergegas mengkhitankan anak, berarti menghindarkan anak kita dari penyakit ngompol di malam hari.
  5. Khitan dapat meringankan banyaknya pemakaian kebiasaan yang bersifat rahasia bagi orang dewasa.

Inilah sebagian dampak positif dan hukum disyariatkannya khitan yang dapat diketahui oleh kaum berakal, dan dapat diterima oleh setiap individu yang ingin mengetahui kebaikan Islam dan rahasia-rahasia syariatnya.

Berbagai hukum yang disebut terdahulu, mulai dari memberikan kabar gembira tentang kelahiran anak, menyuarakan azan di telinga, anjuran menggosok mulut dan langit-langitnya, mengakikahi, mencukur rambut, memberi nama sampai yang berhubungan dengan kewajiban mengkhitani, semuanya menunjukkan hakikat yang sangat penting dan esensial bagi para pendidik. Yaitu tentang bagaimana memperhatikan anak semenjak ia dilahirkan dengan memperhatikan berbagai kepentingannya agar dapat menikmati kehidupan ini dengan penuh sentosa.

Semuanya itu merupakan ketetapan hukum yang sangat penting yang secara esensial dapat memberikan kesehatan dan kekuatan kepada anak. Sehingga ketika anak telah dapat membuka kedua matanya, melihat alam sekitarnya, memahami hakikat sesuatu, maka ia menemukan dirinya berada dalam sebuah keluarga muslim yang menerapkan Islam, melaksanakan kewajiban syariat dan kebiasaan-kebiasaan yang merupakan perintah syarak dan sunnah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam. Tidak diragukan lagi, bahwa ketika anak memahami kebiasaan-kebiasaan ini mengetahui, bahwa kedua pendidiknya, bapak dan ibu, melaksanakan kewajiban-kewajiban ini, maka dirinya akan terdidik dengan iman dan Islam, serta terbiasa menghadapi makna akhlak dan keutamaan.

Penulis berpendapat, jika Islam memperhatikan anak sejak ia dilahirkan, maka perhatian Islam terhadap anak ketika ia telah memahami arti kehidupan dan mengerti hakikat sesuatu, pasti akan lebih besar lagi.

Pada berbagai kajian yang akan datang, penulis akan sajikan berbagai tanggung jawab secara umum yang paling esensial dan merupakan kewajiban Islam kepada para pendidik dan orang tua terhadap anak-anak mereka. Dengan demikian, para pembaca akan mengetahui betapa besarnya perhatian syariat Islam terhadap pendidikan anak-anak, dan keinginannya agar mereka dapat memikul kewajiban dan tanggung jawab mereka.

Dan insya Allah, pada kajian tersebut, para pembaca akan menemukan berbagai permasalahan yang dapat menyinari jalan dan menjelaskan suatu sistem (pendidikan anak).

More from Tarbiyatul Aulad