Dalam aliran kalam (teologi), yang dimaksud dengan Bathiniyah adalah setiap paham yang berlebihan dalam melakukan ta’wil. Mereka memandang di balik setiap yang bersifat lahiriah mempunyai makna yang terselubung: setiap yang eksplisit mengandung makna yang implisit, mereka tidak hanya sampai pada qaidah ta’wil terhadap rambu-rambu bahasa Arab serta agama Islam.
Terdapat ta’wil yang pelakunya mengikat diri pada qaidah-qaidah yang benar. Ta’wil seperti ini tidak ada yang mempersoalkan di kalangan aliran pemikiran Islam. Sedangkan ta’wil bathini melanggar qaidah serta menyeleweng dari syari’ah sehingga nash yang nyata disalahpahami secara nyata.
Di antara paham-paham bathiniyah (kebatinan) yang muncul di kalangan Islam di antaranya: Ismailiah. Mereka ialah golongan syi’ah imamiah yang menganggap bahwa imam yang berhak memperoleh kedudukan imamah setelah Imam Ja’far Shadiq (699-748 M) ialah putranya, Ismail (wafat 760 M). Aliran ini mencampuraduk antara ajaran Islam dengan gnostisisme Persia dan dengan paham Neo-Platonisme serta tradisi-tradisi Israiliat. Dari paham Ismailiah muncul berbagai cabang aliran Bathiniyah di antaranya:
- Qaramithah, yang dinisbahkan kepada tokoh kenamaannya yaitu Hamdan Qirmith. Aliran ini sering juga disebut dengan As Sab’iyah dikarenakan keyakinan mereka bahwa peringkat para Imam mereka ada tujuh (sab’) dan alam ini perjalanannya mengikuti tujuh bintang.
- Druz, yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Muhammad Ismail Ad Durzi (wafat 1020 M). Para penganut aliran ini berkeyakinan bahwa Al Hakim Biamrillah Al Fathimi (985-1021 M) ialah nasut (unsur manusia) yang dimasuki lahut (unsur Tuhan). Mereka menamakan diri dengan sebutan Al Muwahhidin (yang meyakini penyatuan manusia dengan Tuhan).
- Nushairiyah, yang dinisbahkan kepada pendirinya, Muhammad bin Nushair (wafat 873 M). Para penganut aliran ini berkeyakinan bahwa Imam Ali bin Abu Thalib adalah penjelmaan lahut (unsur Tuhan) yang menyatu pada dirinya.
- Babiyah dan Baha’iyah, yang didirikan oleh Sayid Ali Muhammad Asy Syirazi (1821-1850) yang mengaku bahwa dirinya adalah pintu (bab) ilmu tentang hakekat ilahiah. Kemudian berkembang dari aliran Babiyah ini satu aliran yang disebut Baha’iyah, didirikan oleh Mirza Husain Ali Nuri (1818-1893) yang menamakan dirinya Baha’ullah.
Aliran-aliran kebathinan dalam masyarakat Islam ini telah mengeluarkan Islam dari hakekat yang sebenarnya dengan penta’wilan mereka yang bersifat gnostik subjektif tanpa landasan metodologi Islam. Begitu pula aliran-aliran ini telah memainkan peranan yang sangat merugikan umat Islam dalam sejarah dikarenakan sikap mereka membantu pasukan Tatar dan pasukan Salib memerangi kaum Muslimin di masa lalu, serta membantu kaum penjajah dan Israel di masa modern.[1]
[1] Lebih lanjut, lihat DR. Abdurraman Badawi dalam Madzahib Al Islamiyyin, Beirut 1973, juga DR. Muhammad Immarah, dalam Al Islam wa ats-Tsaurah, Kairo 1988.