Fathimah binti Qais, dia berkata: “Muadzin mengumandangkan seruan ash-shalatu jami’ah (kalimat ini disamping untuk memanggil orang untuk shalat, juga digunakan untuk memanggil orang-orang supaya berkumpul). Aku pun ikut berangkat bersama orang-orang lain. Ketika itu aku berada pada barisan terdepan dari kaum wanita, yaitu persis setelah barisan terakhir dari kaum laki-laki.” (HR Muslim)[1]
1. Ummu Kaltsum binti Abu Mu’ith Berhijrah untuk Menyelamatkan Agama
Marwan dan Miswar bin Makhramah, dari sahabat-sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengatakan bahwa wanita-wanita mukminat yang berhijrah ke Madinah sudah tiba dan Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Abu Mu’ith adalah di antara mereka bergabung bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Ketika itu Ummu Kaltsum masih muda belia. Lalu datang keluarganya meminta kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam supaya beliau mengembalikan Ummu Kaltsum kepada mereka. Akan tetapi, permohonan mereka itu ditolak oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam” (HR Bukhari)[2]
2. Ummu Haram Memohon Mati Syahid Bersama Pasukan Marinir
Anas bin Malik berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam setiap pergi ke Quba’ selalu mampir di rumah Ummu Haram binti Milhan. Ummu Haram pun menjamu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Ketika itu dia adalah istri Ubadah bin Shamit. Pada suatu hari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mampir ke rumah Ummu Haram dan menjamu beliau. Beliau tidur di sana. Kemudian ketika bangun, beliau tersenyum. Ummu Haram berkata: ‘Apa yang membuatmu tersenyum, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Beberapa orang dan umatku diperlihatkan kepadaku sedang berperang di jalan Allah. Mereka mengarungi lautan ini bagaikan raja-raja di atas singgasananya …’ Ummu Haram berkata: ‘(Ya Rasulullah), doakanlah kepada Allah supaya Allah menjadikan aku di antara mereka.’ Lalu beliau mendoakannya. Kemudian beliau menyandarkan kepalanya, dan tertidur kembali. Ketika bangun beliau kembali tersenyum. Ummu Haram bertanya: ‘Apa yang membuatmu tersenyum, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Beberapa orang dari umatku diperlihatk-an kepadaku sedang berperang di jalan Allah.’ –Menurut satu riwayat[3]: ‘Pasukan pertama dari umatku yang menggempur kota Kaisar, semoga Allah mengampuni mereka.’– Aku berkata: ‘(Ya Rasulullah), doakanlah kepada Allah supaya Dia jadikan aku di antara mereka.’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: ‘Kamu termasuk di antara para pendahulunya.’ Kemudian Ummu Haram mengarungi lautan pada masa Mu’awiyah berkuasa. Ketika mendarat dari laut dia terjatuh dari tunggangannya sehingga dia meninggal dunia.” (HR Bukhari dan Muslim)[4]
3. Ummu Hani Melindungi Prajurit dan Mengadukan Pencegahan oleh Saudara Laki-lakinya
Ummu Hani binti Abu Thalib berkata: “Aku pergi menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada tahun penaklukan kota Mekah, lalu aku mengucapkan salam kepada beliau …. Beliau menjawab: ‘Selamat datang Ummu Hani.’ Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, saudaraku Ali (bin Abu Thalib) mengaku bahwa dia sedang memburu (memerangi) laki-laki yang telah aku lindungi keselamatannya, yaitu fulan bin Hubairah.’ Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: ‘Akulah yang akan melindungi orang yang kamu lindungi, wahai Ummu Hani.”‘ (HR Bukhari dan Muslim)[5]
4. Hindun binti Utbah Mengucapkan Selamat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Setelah Dia Masuk Islam
Aisyah berkata: “Hindun binti Utbah datang, lalu dia berkata: ‘Wahai Rasulullah, dahulu tidak ada di permukaan bumi ini penghuni tenda (rumah) yang sangat aku harapkan supaya dia hina melebihi penghuni tendamu. Tetapi saat ini malah tidak ada di permukaan bumi ini penghuni tenda yang sangat aku dambakan supaya dia mulia melebihi penghuni tendamu.’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: ‘Demi yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya semoga kamu begitu pula …'” (HR Bukhari dan Muslim)[6]
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Hadits tersebut menunjukkan betapa sempurnanya akal Hindun dan betapa hebatnya dia bertutur kata.”[7]
5. Ummu Aiman Gelisah dan Sedih karena Putusnya Wahyu dengan Wafatnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
Anas berkata: “Abu Bakar berkata kepada Umar sesudah wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: ‘Ayo kita berangkat ke rumah Ummu Aiman untuk menziarahinya sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu.’ Sesampainya kami di sana, dia menangis. Keduanya berkata kepada Ummu Aiman: ‘Apa yang membuatmu menangis? Apa yang ada di sisi Allah lebih baik untuk Rasul-Nya.’ Ummu Aiman menjawab: ‘Aku menangis bukan karena aku tidak tahu bahwa apa yang di sisi Allah itu lebih baik bagi Rasul-Nya. Yang membuatku menangis ialah bahwa wahyu kini sudah terputus dari langit.’ Jawaban Ummu Aiman itu mengguncang batin Abu Bakar dan Umar sehingga keduanya ikut pula menangis bersama Ummu Aiman.” (HR Muslim)[8]
6. Zainab binti Al Muhajir Berdialog dengan Abu Bakar
Qais bin Abi Hazim berkata: “Abu Bakar bertemu dengan seorang wanita dari Kabilah Ahmas, namanya Zainab binti Al Muhajir. Abu Bakar melihat wanita itu tidak mau berbicara, lalu Abu Bakar bertanya: ‘Mengapa dia tidak mau berbicara?’ Mereka menjawab: ‘Dia bernazar melakukan haji secara membisu.’ Abu Bakar berkata kepada wanita itu: ‘Berbicaralah! Perbuatanmu seperti ini tidak boleh, itu adalah perbuatan jahiliah.’ Lalu wanita itu berbicara dengan bertanya: ‘Siapa engkau?’ Abu Bakar menjawab: ‘Salah seorang dari kaum Muhajirin.’ Wanita itu bertanya: ‘Orang Muhajirin yang mana?’ Abu Bakar menjawab: ‘Dari Kabilah Quraisy.’Wanita itu terus bertanya: ‘Dari Kabilah Quraisy yang mana kamu?’ Abu Bakar menjawab: ‘Kamu ini banyak tanya. Aku adalah Abu Bakar.’ Wanita itu terus bertanya: ‘Apa yang bisa membuat kami tetap pada perkara/jalan yang benar yang didatangkan oleh Allah sesudah zaman jahiliah ini?’ Abu Bakar menjawab: ‘Yang bisa membuat kalian tetap padanya ialah selagi para pemimpin kalian (konsisten pada jalan yang benar) bersama kalian.’ Wanita itu masih bertanya: ‘Siapakah yang dikatakan para pemimpin itu?’ Abu Bakar menjawab: ‘Bukankah kaummu memiliki para pembesar dan tokoh yang apabila mereka memerintahkan sesuatu, lalu kaumnya menaatinya?’ Wanita itu menjawab: ‘Ya, benar.’ Abu Bakar berkata: ‘Mereka itulah pemimpin bagi semua orang.”‘ (HR Bukhari)[9]
7. Hafshah binti Umar Menyadarkan Abdullah bin Umar
Nafi berkata: “Ibnu Umar bertemu dengan Ibnu Sha’id di suatu jalan di Madinah, kemudian Ibnu Umar mengeluarkan satu kata yang membuat Ibnu Sha’id marah sejadi-jadinya. Kemudian Ibnu Umar pergi ke rumah Hafshah yang telah mendengar kejadian itu. Hafshah berkata kepada Ibnu Umar: ‘Semoga Allah memberimu rahmat. Apa yang kamu kehendaki dari Ibnu Sha’id? Bukankah kamu tahu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berkata: ‘Dia hanya keluar untuk melepaskan marah yang melandanya?'” (HR Muslim)[10]
8. Ummu Ya’qub Berdialog dengan Abdullah bin Mas’ud
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Allah melaknati para wanita pembuat tato dan para wanita yang minta dibuatkan tato, para wanita yang mencabuti alis mata, para wanita yang menggerinda giginya untuk tujuan kecantikan, serta wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah.” Ucapan Abdullah bin Ma’sud itu sampai ke telinga seorang wanita dari Bani Asad, namanya Ummu Ya’qub. (Ketika itu dia sedang membaca Al Qur’an)[11] Lalu dia datang menemui Abdullah bin Mas’ud dan berkata: “Telah sampai kepadaku berita bahwa kamu melaknati yang begini dan yang begini.” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Mengapa aku tidak boleh melaknati orang yang dilaknati Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang yang terdapat sebutannya dalam Kitabullah?” Ummu Ya’qub berkata: “Sungguh aku telah membaca Kitabullah dari awal sampai ujungnya, namun aku tidak menemukan apa yang kamu katakan itu.” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Seandainya kamu membaca Kitabullah dengan baik, pasti kamu sudah menemukannya. Tidakkah kamu pernah membaca: ‘Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu, tinggalkanlah?”‘ Ummu Ya’qub berkata: “Ya, aku sudah membacanya.” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang perbuatan tersebut.” Ummu Ya’qub berkata: “Tetapi aku melihat keluargamu melakukannya.” Abdullah bin Mas’ud menjawab: “Pergilah dan lihat sendiri (bagaimana keluargaku).” Akhirnya Ummu Ya’qub pergi dan melihat langsung keluarga Abdullah bin Mas’ud, tetapi dia tidak melihat sedikit pun apa yang dia inginkan. Setelah itu Abdullah bin Mas’ud berkata: “Seandainya keluargaku melakukan hal itu, pasti aku tidak mau berkumpul dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)[12]
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Ada yang mengatakan bahwa Ummu Ya’qub memang pernah melihat istri Abdullah melakukannya. Akan tetapi karena Abdullah bin Mas’ud tidak suka, maka dia lantas menghilangkannya. Karena itulah ketika Ummu Ya’qub datang lagi untuk melihatnya, dia tidak melihat lagi apa yang pernah dia lihat sebelumnya.”[13] Al Hafizh Ibnu Hajar berkata pula: “Koreksi Ummu Ya’qub terhadap Abdullah bin Mas’ud dengan menyebut keluarganya menunjukkan bahwa dia menyadari kesalahannya.”[14]
9. Ummu Darda Menentang Beberapa Perilaku Khalifah Abdul Malik bin Marwan
Zaid bin Aslam mengatakan bahwa sesungguhnya Abdul Malik bin Marwan mengirim beberapa peralatan rumah tangga kepada Ummu Darda. Pada suatu malam, Abdul Malik terbangun, lalu dia memanggil pelayannya. Karena pelayan itu terlambat menyahut panggilannya, Abdul Malik memaki-makinya. Pada pagi besoknya, Ummu Darda berkata: “Aku dengar semalam kamu mengutuki pelayanmu ketika kamu memanggilnya. Aku pernah mendengar Abu Darda mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Orang-orang yang biasa mengutuk tidak bisa mendapat syafaat dan tidak bisa menjadi saksi pada hari kiamat.'” (HR Muslim)[15]
Masih banyak lagi contoh lain yang menunjukkan kekuatan kepribadian wanita muslimah dan kesadarannya akan hak dan kewajibannya. Contoh-contoh tersebut tersebar dalam berbagai pasal buku ini. Dapat kami sebutkan beberapa contohnya sebagai berikut:
- Ummu Salamah memberikan masukan pendapat yang sangat berharga kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada peristiwa Hudaibiah.
- Perdebatan Khaulah binti Tsa’labah dengan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai suaminya yang menzhiharnya.
- Asma binti Umais menentang Umar ibnul Khattab yang menganggap kecil nilai hijrah warga perahu.
- Ummu Salamah menentang Umar ibnul Khattab yang tidak menyenangi istri-istri Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajukan pendapat mereka kepada beliau.
- Keikutsertaan Asma binti Abu Bakar dalam shalat gerhana bersama wanita-wanita lainnya sehingga dia hampir pingsan.
- Ketegaran Ummu Sulaim ketika memberitakan kematian putranya kepada suaminya.
- Kesiapan Ummu Sulaim menghadapi berbagai risiko dan bahaya keikutsertaannya dalam berjihad.
- Perhatian Hafshah binti Umar terhadap krisis kekhalifahan setelah kematian ayahnya.
- Asma binti Abu bakar menentang keangkuhan Al Hajjaj.
- Pelurusan pemahaman oleh Aisyah terhadap para sahabat.
- Fathimah binti Qais meluruskan pendapat yang mengatakan wajibnya wanita yang sudah ditalak tiga tinggal di rumah suaminya selama menjalani masa ‘iddah.
[1] Muslim, Kitab: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Mengenai keluarnya dajjal, jilid 8, hlm. 205.
[2] Bukhari. Kitab: Syarat-syarat, Bab: Syarat-syarat yang diperbolehkan dalam Islam, jilid 6, him 241.
[3] Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Kisah mengenai peperangan dengan Romawi, jilid 6. hlm. 443.
[4] Bukhari, Kitab: Mohon izin, Bab: Orang yang mengunjungi satu kaum, lalu tidur (siang) di tempatnya, jilid 13, hlm. 313. Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan berperang di laut, jilid 6, hlm. 50.
[5] Bukhari, Kitab: Kewajiban seperlima, Bab: Menjamin keamanan kaum wanita dan para tetangganya, jilid 7, hlm. 83. Muslim, Kitab: Shalat orang musafir, Bab: Anjuran melakukan shalat dhuha, jilid 2, hlm. 158.
[6] Bukhari, Kitab Manaqib, Bab: Cerita mengenai Hindun binti Utbah, jilid 8, hlm 141. Muslim, Kitab Kasus kasus pengadilan, bab Kasus Hindun, jilid 5, hlm. 130.
[7] Fathul Bari, jilid 8, hlm. 182.
[8] Muslim, Kitab Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: di antara keutamaan Ummu Aiman r a., jilid 7, hlm. 144.
[9] Bukhari, Kitab Manaqib, Bab: Masa-masa jahiliah, jilid 8 hlm. 148.
[10] Muslim, Kitab Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab Kisah Ibnu Shayyad, jilid 8, hlm. 194.
[11] Nash ini menurut versi Muslim.
[12] Bukhari, Kitab: Talsir surat Al Hasyr, Bab: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia,” jilid 10, hlm. 254. Muslim, Kitab: Pakaian dan perhiasan, Bab: Diharamkan perbuatan menyambung dan minta disambungkan rambut, jilid 6, hlm. 166.
[13] Fathul Bari, jilid 10, hlm. 255.
[14] Fathul Bari, jilid 12, hlm. 496.
[15] Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan, dan etika, Bab: Larangan mencaci maki binatang ternak dan lainnya, jilid 8, hlm. 24.