“Dan orang-orang yang menjauhi menyembah thaghut dan kembali kepada Allah bagi mereka kabar gembira maka berikan kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku. Orang orang yang mendengarkan ucapan dan mengikuti yang terbaik merekalah orang-orang yang ditunjuki oleh Allah dan merekalah orang-orang yang berakal,” (QS Az Zumar 17-18)
Bahagia dalam Islam tidak identik dengan kekayaan, jabatan, fasilatas hidup yang lengkap, melainkan berkaitan dengan kepuasan hati. Bisa saja semua yang di atas dicapai ternyata banyak yang belum bahagia. Kebahagiaan ada yang semu dan ada yang hakiki, ada yang sementara dan ada yang abadi. Tanpa dimungkiri ada kebahagiaan yang dirasakan oleh orang yang mendapatkan kecukupan materi, tapi kebahagiaan itu adalah semu sementara. Adapun setelah kematian sungguh semua materi tidak akan berarti.
Kebahagiaan abadi yang hakiki hanya dengan iman kepada Allah, beribadah kepadanya, serta mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah yang diisyaratkan oleh ayat di atas. Allah mengabarkan bahwa orang yang menjauhi thaghut yaitu semua yang melampaui batas apa yang Allah tentukan, baik yang disembah, diikuti, dicintai, maupun yang ditakuti dan tidak meyembah-Nya, serta kembali kepada Allah, kepada diin-Nya, ibadah kepada-Nya, tawakkal kepada-Nya, bagi mereka –sebagaimana Allah beritakan- kabar gembira,yang menjadikan mereka bahagia. Kabar gembira bahwa Allah mengampuni dosa-dosa mereka, menerima amal mereka, membalas mereka dengan balasan yang terbaik, menyertai mereka dalam segala kondisi mereka. Dan Allah-pun memerintahkan Nabi untuk memberi kabar gembira pada mereka.
Sebelum kita rinci apa kabar gembira itu kita jelaskan dulu siapa hamba-hamba Allah yang hakiki. Mereka yang berbahagia dengan ketaqwaan, selalu berusaha mendengarkan segala kalimat, pendapat, kemudian selalu mencari dan mengikuti yang terbaik dari segala ucapan, pendapat, dan amal. Allah memuji mereka bahwa mereka orang yang paling dapat memanfaatkan potensi akal pikiran dan hati. Mereka adalah orang yang Allah berikan petunjuk. Kepada mereka diberi gelar ulul albab, orang-orang yang berpikiran cerdas.
Orang yang bahagia sejati dalam ayat ini adalah orang yang memahami hakikat dirinya dan hakikat Allah. Memahami hakikat kebenaran kemudian menempatkan dirinya sebagai hamba Allah. Tidak mau diperbudak oleh siapapun, memilih Allah sebagai ilahnya, Rabbnya. Hanya tunduk dan patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak sujud dan ruku kepada manusia, materi dan jabatan. Mereka orang yang selalu mecari kebenaran dan kebaikan, mengikuti yang paling benar yang datang dari Allah kemudian ia amalkan. Mereka da’wahkan dan tegakkan di tengah umat manusia.
Orang yang bahagia adalah orang yang berhasil mengetahui kebenaran dan menjalankannya, mengetahui kebatilan dan menjauhinya, mengetahui yag bermanfaat dunia dan akherat dan dapat mengambilnya, mengetahui yang berbahaya dan dapat menghindarinya. Lebih bahagia manakala dia dapat meresapinya dan mencintainya. Di situ ia merasakan kemenangan yang luar biasa nikmatnya karena dapat mengalahkan musuhnya yang akan menyesatkan dan mencelakakannya. Bahagia karena ia menanti kesudahan hidup yang baik di dunia, dan kehidupan yang lebih baik di akhirat.
Coba kita renungi berbagai janji Allah bagi orang yang bertaqwa, mereka dijanjikan mendapatkan jalan keluar dari segala kesulitan, dan ini banyak dirasakan oleh orang yang telah membuktikan ketaqwaan dalam kehidupan, mendapatkan rizki yang tidak disangka-sangka, dimudahkan segala urusannya.
Siapa yang bertaqwa Allah berikan untuknya jalan ke luar, dan Allah berikan rizki kepadanya dari arah yang tidak disangka dan siapayang bertawakkal kepada Allah maka Dialah yang mencukupinya. Itulah yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat QS Ath Thalaq 2-3
“Siapa yang bertaqwa Allah jadikan untuknya dari perkaranya kemudahan, itulah perintah Allah yang Allah turunkan kepada kalian, dan siapa yang bertaqwa, Allah hapus kesalahnnya, dan Allah besarkan pahala baginya,” (QS Thalaq 4-5).