“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui. Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?” (QS An Nahl [16]:75-76)
Peumpamaan kandungan ayat di atas merupakan perumpamaan yang sangat indah dan logis mengingatkan keburukan kesyirikan yang dilakukan orang orang musyrik.
Pertama, ada seorang hamba yang sangat lemah tidak menguasai apapun, dengan seorang yang Allah berikan kepadanya rizki yang banyak, sehingga dapat infak, baik terang terangan atau sembunyi sembunyi. Allah bertanya? “Apakah sama dua manusia ini?” Jawabannya pasti, Tidak! hal ini suatu yang mudah, secara teori, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui secara implementasi, kecuali orang yang diberi hidayah oleh Allah. Segala puji bagi Allah yang menunjuki orang beriman kepada tauhid. Kalau budak yang lemah tidak sama dengan orang kaya dermawan, kenapa kita samakan tuhan tuhan benda benda mati, atau makhluq makhluq yang mati, baik itu para wali, atau para nabi, atau benda benda mati seperti arca, jimat yang tidak mampu memberikan manfaat dan mudharat, dengan Allah Yang Maha Kuasa: yang mematikan dan menghidupkan, memuliakan dan menghinakan, yang melonggarkan rizki maupun menyempitkan, adapun maghluq yang dijadikan tuhan, mereka adalah benda mati, atau makhluq yang akan mati, tidak dapat mengurusi dirinya sendiri apalagi orang lain.
Kiai atau wali bagaimanapun mulia mereka, ketika akan meninggal atau sudah mati tidak dapat memandikan dirinya sendiri, tidak dapat menguburkan dirinya sendiri. Kenapa mereka disembah dan dimitai pertolongan, dimana otak mereka, kenapa kita samakan Allah dengan makhluk-Nya?
Kedua, dua orang yang satu sangat lemah akal dan fisiknya tergantung kepada temannya atau tuannya, bisu, dan lemah, ketika ada bahaya menghadapinya, dan ada yang mengingatkan dan mengarahkannya, dia tidak paham dan tidak dapat merespon. Sedang satunya seorang yang pandai, berbuat baik di atas konsep yag benar, memerintahkan kebaikan dan keadilan, apakah sama dua mannusia ini, pasti tidak sama. Jawaban teoritis, tidak sama, tapi dalam implementasi ternyata banyak manusia tidak mengetahui, buktinya manusia harusnya mengetahui bahwa Allah adalah Maha sempurna dalam segalalanya: ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, Dia Pencipta, Pemberi petunjuk, Dia yang paling mengetahui apa yang paling baik bagi makhluknya, maka Dia mengajari Adam seluruh nama atau konsep ketika masih di surge. Dia menurunkan petunjuk bagi Adam ketika turun dari surge. Makhluk sehebat apapun dibanding Allah mereka adalah makhluk yang bodoh. Semua makhluq tanpa ilmu dari Allah adalah bodoh. Semua makhluk tanpa bimbingan Allah adalah sesat. Tapi, kenapa manusia menyamakan Allah dengan makhluknya yang amat bodoh dan amat sesat bahkan, banyak yang mengutamakan manusia daripada Allah. Bukti kebodohan manusia tergambar pernyataan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan Indonesia adalah berkat rahmat Allah tapi dalam pengelolaan kemerdekaan dan mengatur Negara, mereka mencampakkan dan meninggalkan hukum Allah. Mereka memakai hukum kolonial yang menjajah mereka. Menggunakan idiologi sekuler sebagai landasan mengatur Negara dan mengesampingkan petunjuk dan hukum Allah. Padahal Allah berfirman, “Apakah hukum jahiliyah mereka cari, dan siapakah yag lebih baik hukumnya dari Allah bagi kaum yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50)
Dalam mengatur perekonomian muapun politik bangsa Indonesia belum mengambil petunjuk dan bimbingan Allah. Lebih mempercayai dan mengikuti pendapat manusia yang belajar dari teori dari barat dan kufur kepada Allah. Buktinya yang dipakai dalam mengelolola ekonomi Negara adalah konsep liberal kapitalis. Mereka menggunakan demokrasi liberal dalam mengelola perpolitikan, mengandalkan suara terbanyak, tanpa melihat nilai dan kualitas dari suara. Maka, sering hal-hal yang betul-betul baik, tidak diberlakukan karena kalah dalam voting. Sebaliknya, banyak aturan aturan yang jelas batil merusak negara, disahkan dengan voting juga. Undang undang anti pornografi ditentang, sementara undang undang pesamaan gender yang jelas jelas merusak mereka perjuangankan.
Kenapa bangsa Indonesia lebih mengutamakan manusia yang kafir kepada hukum Allah dari pada bimbingan Allah dan Rasul-Nya? Padahal banyak di antara para profesor gagal dalam membahagiakan diri mereka dan keluarga mereka. Mereka gagal dalam rumah tangga mereka, karena jauh dari syariat Allah. Tapi, diserahi mengatur negara dengan fikiran mereka yang terbatas. Banyak para psikolog sekuler yang lebih dipercayai dari pada bimbingingan ulama. Sehingga kalau pergi ke psikolog dan para normal memandang mereka sebagai mufti. Tapi, kalau bertaya kepada ulama memadangnya sebagai lawan diskusi.
Suatu kebodohan, menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Lebih bodoh lagi mengutamakan fikiran dan pandangan makhluk yang lemah dari pada petunjuk Allah, maka sudah wajar kalau terjatuh pada keterpurukan yang paling sengsara.
“Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka baginya kehidupan yang sempit, dan Kami giring mereka dalam kondisi buta, mereka berkata: Kenapa engkau giring aku dalam kondisi buta sedang aku dulunya melihat, demikian telah datang datang kepada kamu ayat-ayat Kami, lantas engkau lupakan, maka sekarang engkau dilupakan.” (QS Toha [20]:124-125)