Keikutsertaan Wanita dalam Kegiatan Ibadah Berjamaah dan Perayaan Umum

Keikutsertaan Wanita Dalam Kegiatan Ibadah Yang Dilakukan Secara Berjamaah

1. Shalat Fardu

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Perempuan-perempuan mukmin ikut hadir bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  untuk melaksanakan shalat subuh dengan menyelimutkan pakaian-pakaian mereka. Kemudian mereka kembali ke rumahnya setelah mengerjakan shalat, sementara tidak seorang pun yang bisa mengenali mereka karena gelapnya suasana.” (HR Bukhari dan Muslim)[1]

2. Shalat Gerhana

Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Aku datang menemui Aisyah, istri Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam , pada saat terjadi gerhana matahari, sedangkan orang-orang sedang melakukan shalat, dan Aisyah juga sedang melakukan shalat. Aku bertanya: ‘Mengapa orang-orang (melakukan shalat)?’ Aisyah memberi isyarat dengan tangannya ke arah langit dan berkata: ‘Subhanallah (Maha Suci Allah).’ Aku bertanya: ‘Apakah itu tanda kebesaran (ayat) Allah?’ Dia memberi isyarat: ‘ya.’Aku pun kemudian ikut shalat sehingga hampir saja aku pingsan (karena lamanya shalat itu). Lalu aku kucurkan air ke atas kepalaku. Setelah selesai shalat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  mengucapkan puja-puji kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kemudian berkata …” (HR Bukhari dan Muslim)[2]

3. Shalat Jenazah

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa dia berkata: “Tatkala Sa’ad bin Abi Waqqash meninggal dunia, para istri Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  menyuruh agar jenazahnya dilewatkan di dalam masjid agar mereka juga bisa menyalatinya. Lalu orang-orang melaksanakannya. Jenazah Sa’ad dihentikan pada kamar-kamar para istri Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  sehingga mereka bisa menyalatinya …” (HR Muslim).[3] Demikian pula, kaum wanita ikut menyalati jenazah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  Al Imam An Nawawi berkata: “Pendapat yang sahih menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah bahwa mereka menyalati Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  secara sendiri-sendiri. Artinya, masuk satu rombongan, lalu mereka shalat sendiri-sendiri. Kemudian keluar. Setelah itu masuk pula rombongan yang lain, lalu shalat seperti tadi. Sementara wanita masuk setelah kaum laki-laki selesai. Selanjutnya anak-anak.”[4]

4. I’tikaf

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, istri Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam , berkata bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  melakukan i’tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sampai beliau dipanggil oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kemudian para istri beliau tetap melakukan i’tikaf sepeninggal beliau. (HR Bukhari)[5]

5. Haji

Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Aku mengeluh karena sakit kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  Dan beliau bersabda: ‘Lakukanlah thawaf di belakang orang-orang dengan menaiki kendaraan.’ Kemudian aku thawaf dan pada saat itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  tengah shalat di samping Baitullah dengan membaca surat ath-Thuur wa Kitaabin Masthur.” (HR Bukhari dan Muslim)[6]

Ummul Fadhal binti al-Harits Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa sesungguhnya ada beberapa orang yang berselisih pendapat di dekatnya pada hari Arafah mengenai apakah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  berpuasa pada hari itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa beliau berpuasa, sementara yang sebagian lagi mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Akhirnya aku kirimkan semangkuk susu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  yang sedang melakukan wukuf di atas untanya, dan beliau meminumnya. (HR Bukhari dan Muslim)[7]

Yahya bin Hushain, dari neneknya, Ummu al-Hushain Radhiyallahu ‘Anh, berkata: “Aku pernah mendengar nenekku mengatakan: ‘Aku ikut bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  sewaktu melakukan haji wada. Aku melihat beliau ketika melontar jumrah Aqabah lalu beliau pergi …'” (HR Muslim)[8]

Keikutsertaan Wanita Dalam Perayaan Umum

1. Pesta Perkawinan

Anas Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  melihat beberapa orang perempuan dan anak-anak datang dari suatu pesta perkawinan, lalu beliau memaksakan diri berdiri dan berkata: ‘Ya Allah, kalian termasuk orang-orang yang paling aku senangi.’ Ucapan tersebut beliau ucapkan sebanyak tiga kali.” (HR Bukhari dan Muslim)[9]

Sahal Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Ketika Abu Usaid as-Sa’idiy menjadi pengantin, dia mengundang Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  beserta sahabat-sahabat beliau. Tidak ada yang membuat makanan dan menghidangkannya kepada mereka selain istrinya, Ummu Usaid. Dia telah merendam beberapa biji kurma dalam satu bejana yang terbuat dan batu pada malam harinya. Setelah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  selesai makan, Ummu Usaid mengaduk kurma tersebut hingga hancur, lalu menuangkannya khusus untuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  sebagai penghormatan bagi beliau.” (HR Bukhari dan Muslim)[10]

2. Pesta Hari Raya

Athiyyah Radhiyallahu ‘Anh berkata: “… kami diperintahkan supaya keluar pada hari raya, sehingga kami mengeluarkan gadis-gadis perawan dari pingitannya dan mengeluarkan wanita-wanita haid. Mereka berada di belakang orang banyak, ikut bertakbir dan berdoa bersama yang lainnya karena mengharapkan berkah dan kesucian han tersebut.” Menurut satu nwayat[11]: “Supaya mereka bisa ikut menyaksikan kebaikan dan mendengarkan seruan (dakwah) orang-orang mukmin.” (HR Bukhari dan Muslim)[12]

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata: “… Pada hari raya orang-orang berkulit hitam bermain perisai dan tombak. Entah aku yang meminta atau barangkali Nabi sendiri yang berkata padaku: ‘Apakah engkau ingin melihatnya?’ Aku jawab: ‘Ya.’ Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya, dan pipiku menempel pada pipi beliau. Beliau berkata, “Minggirlah, wahai Bani Arfidah!’ Akhirnya aku bosan menonton. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  berkata: ‘Bagaimana, sudah cukup?’Aku jawab: ‘Ya.’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  berkata: ‘Kalau begitu, pergilah!'” (HR Bukhari dan Muslim)[13]

3. Pesta Penyambutan

Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Kami tiba di Madinah pada malam hari hijrah … lalu kaum laki-laki dan wanita naik ke atas rumah-rumah mereka, sedangkan anak-anak dan para pelayan bertebaran di jalan-jalan sambil berseru: ‘Wahai Muhammad Rasulullah, wahai Muhammad Rasulullah.'” (HR Muslim)[14]



[1] Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Waktu shalat fajar, jilid 2, hlm. 195. Muslim, Kitab: Masjid dan tempat-tempat shalat, Bab: Anjuran melakukan shalat subuh sedini mungkin jilid 2, hlm. 118.

[2] Bukhari, Kitab: Wudhu, Bab: Orang yang tidak mengulangi wudhu kecuali setelah tertidur nyenyak, jilid 1, hlm. 300. Muslim, Kitab: Shalat gerhana. Bab: Apa yang diperlihatkan kepada Nabi saw. ketika shalat gerhana, jilid 3, hlm. 32-33.

[3] Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Menyalatkan jenazah di masjid, jilid 3, hlm. 63.

[4] Syarh An Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, jilid 7, hlm. 36.

[5] Bukhari, Kitab: Puasa, Bab: “I’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan,” jilid 5, hlm. 177.

[6] Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Memasukkan unta ke dalam masjid karena ada sebab, jilid 2, hlm. 103. Muslim, Kitab: Haji, Bab: Diperbolehkan thawaf dengan berunta atau lainnya, jilid 4, hlm. 68.

[7] Bukhari, Kitab: Haji, Bab: Melakukan wuquf di atas tunggangan/kendaraan di Arafah, jilid 4, hlm. 259. Muslim. Kitab: Puasa, Bab: Anjuran supaya berbuka bagi orang yang sedang melakukan ibadah haji di Arafah pada hari Arafah, jilid 3, hlm. 145.

[8] Muslim, Kitab: Haji, Bab: Anjuran melontar jumrah Aqabah pada hari nahar (korban), jilid 4, hlm. 79.

[9] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Ucapan Nabi saw. kepada orang Anshar: “Kalian adalah termasuk dari orang yang paling aku cintai,” jilid 8, hlm. 114. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan, Bab: Di antara keutamaan orang Anshar, jilid 7, hlm. 174.

[10] Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Seorang wanita melayani tetamu laki-laki sendirian pada acara perkawinannya, jilid 11, hlm. 160. Muslim, Kitab: Minuman, Bab. Boleh meminum nabidz yang belum menjadi keras, jilid 6, hlm 103.

[11] Bukhari, Kitab: Haid, Bab: Wanita haid menghadiri dua hari raya, jilid 1, hlm. 439.

[12] Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: Takbir pada hari-hari Mina, jilid 3, hlm. 115. Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, Bab: Diperbolehkannya wanita keluar pada hari raya jilid 3, hlm. 20.

[13] Bukhari, Kitab: Dua hari raya, Bab: tombak dan tameng pada hari raya, jilid 3, hlm. 95. Muslim, Kitab: Shalat dua hari raya, Bab: Diperbolehkan melakukan yang tidak mengandung maksiat, jilid 3, hlm. 22.

[14] Muslim, Kitab: Zuhud dan kelemahlembutan, Bab: Hadits hijrah, jilid 8, hlm. 237.