Keikutsertaan Wanita dalam Meriwayatkan Sunnah dan Mengajarkannya

Al Hafizh Adz Dzahabi berkata: “Belum ditemukan pada wanita bahwa dia berdusta dalam (meriwayatkan) suatu hadits.”[1] Berkata pula Asy Syaukani: “Tidak pernah diriwayatkan dari salah seorang ulama bahwa dia menolak riwayat seorang wanita karena dia wanita. Betapa banyak sunnah yang sampai kepada umat ini diterima dari salah seorang istri sahabat. Dalam hal ini, belum seorang pun yang menyangkal, betapa pun rendah pengetahuannya tentang sunnah.”[2]

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita ini, yang tidak kami perintahkan, maka hal itu ditolak.” (HR Bukhari dan Muslim)[3]

Aisyah juga berkata bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam senang mendahulukan yang kanan ketika ingin memakai sandal, menata rambut, bersuci, dan dalam semua urusannya. (HR Bukhari dan Muslim)[4] Aisyah berkata:

“Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mendengar suara orang bertengkar di pintu, suara mereka keras sekali. Tiba-tiba salah seorang dari mereka meminta kepada yang lain agar membebaskan sebagian utangnya dan bersikap lunak. Yang lain itu berkata: ‘Demi Allah, aku tidak mau melakukan hal itu.’ Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar, lalu berkata: ‘Mana orang yang bersumpah berlebihan dengan nama Allah bahwa dia tidak akan berbuat baik?’ Orang itu berkata: ‘Saya, wahai Rasulullah!’ Tetapi sekarang dia boleh memilih mana yang lebih disukainya (antara pembebasan sebagian utangnya atau sikap lunak dalam berperkara).” (HR Bukhari dan Muslim)[5]

Hafshah berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan shalat sunnat dalam keadaan duduk sampai satu tahun sebelum beliau wafat. Setelah itu beliau jadi biasa melakukannya dalam posisi duduk. Beliau selalu membaca surat secara tartil, dan terkadang sampai lama sekali.” (HR Muslim)[6]

Ummu Salamah berkata bahwa Rasulull ah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar pertengkaran di depan pintu kamar beliau. Lalu beliau keluar menemui mereka, dan berkata: “Aku hanyalah seorang manusia. Terkadang datang kepadaku orang-orang yang bersengketa. Boleh jadi sebagian dari kalian lebih pintar dari sebagian yang lain (dalam berhujjah) sehingga aku mengira dialah yang benar, lalu aku mengeluarkan keputusan yang menguntungkannya. Karena itu, barangsiapa yang aku putuskan mendapat hak orang lain, maka hal itu sebenarnya tidak lain adalah sepotong api neraka. Jadi terserah dia, mau mengambilnya atau membiarkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)[7]

Zainab binti Jahasy bercerita bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam suatu ketika datang menemuinya dalam keadaan ketakutan, lalu berkata: “La Ilaaha Illallah! Celakalah bangsa Arab dari petaka yang telah dekat. Hari ini dinding Ya’juj dan Ma’juj terbuka sekian.” Beliau membuat lingkaran dengan jari jempol dan telunjuknya. Zainab berkata: “Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah kami akan binasa, sementara di tengah-tengah kami ada orang-orang yang saleh?’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Ya jika kemaksiatan dan kejahatan sudah banyak.” (HR Bukhari dan Muslim)[8]

Ummu Habibah berkata: “Ya Allah, bahagiakanlah aku dengan panjangnya usia suamiku, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, bapakku Abu Sufyan, dan saudaraku Mu’awiyah.” Mendengar itu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Itu artinya kamu memohon kepada Allah tentang ajAl ajal yang sudah ditentukan, hari-hari yang sudah dihitung, dan rezeki-rezeki yang sudah dibagi. Sedikit pun tidak akan dimajukan dari waktunya dan juga tidak ditangguhkan dari waktunya. Seandainya kamu mau bermohon kepada Allah supaya Dia berkenan melindungimu dari siksa neraka, atau dari siksa kubur, niscaya hal itu lebih baik dan lebih utama.” Dia berkata: “Dan aku menyebut tentang kera di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam” Mis’ar (salah seorang perawi) berkata: “Kelihatannya dia berkata: ‘Dan babi termasuk jelmaan.’ Lantas Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan keturunan bagi jelmaan. Kera dan babi sudah ada sebelum itu.” (HR Muslim)[9]

Juwairiyyah berkata: “Bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pagi-pagi sekali selesai shalat subuh keluar dari tempatnya, ketika itu dia berada di tempat shalatnya. Memasuki waktu dhuha, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam kembali, sementara dia masih tetap duduk di tempat shalatnya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya: ‘Kamu belum juga beranjak dari tempatmu itu sejak tadi?’ Juwairiyyah menjawab: ‘Benar.’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Tadi aku membaca empat kalimat sebanyak tiga kali. Dan seandainya ia ditimbang dan dibandingkan dengan apa yang telah kamu katakan sejak hari ini, maka akan lebih berat timbangannya apa yang aku baca itu: yaitu Maha Suci Allah, dan dengan puji-Nya yang sebanyak jumlah makhlukNya, ridha diri-Nya, keagungan Arasy-Nya, dan sebanyak kalimat-kalimat-Nya.'” (HR Muslim)[10]

Shafiyyah binti Huyay berkata: “Bahwa dia datang mengunjungi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sedang melakukan i’tikaf di masjid pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadan. Setelah berbicara secukupnya dengan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia berdiri untuk pulang. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri pula bersamanya untuk me-ngantarkannya, hingga ketika sampai di masjid di dekat pintu Ummu Salamah, tiba-tiba lewat dua orang laki-laki Anshar. Keduanya mengucapkan salam kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada keduanya: “Perlahan-lahanlah kalian. Dia ini adalah Shafiyyah binti Huyay.” Mereka berkata: “Maha suci Allah, ya Rasulullah!” Dan hal itu dirasakan berat oleh mereka berdua karena mungkin dianggap curiga. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Sesungguhnya setan itu mencapai diri manusia sejauh yang bisa dicapai oleh darah, dan aku khawatir bahwa setan itu melemparkan sesuatu ke dalam hatimu berdua.” (HR Bukhari dan Muslim)[11]

Maimunah berkata: “Apabila Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang melakukan sujud, beliau merenggangkan kedua lengan beliau sampai putihnya ketiak beliau bisa dilihat dari belakang; dan apabila duduk, beliau duduk dengan penekanan di atas paha beliau yang kiri.” (HR Muslim)[12]

Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Aku berada di atas telaga sehingga aku dapat melihat siapa diantara kalian yang datang kepadaku. Dan orang-orang yang dibawahku akan dihukum, lalu aku berkata: ‘Wahai Tuhanhu, mereka bagian dariku dan termasuk umatku?, Lalu dijawab: ‘Apakah engkau tahu apa yang mereka perbuat sesudahmu? Demi Allah, mereka kembali pada kekafiran sepeninggalmu.'” (HR Bukhari dan Muslim)[13]

Juga dari Asma dikatakan: “Ketika terjadi gerhana bulan Kami diperintahkan memerdekakan budak.” Dan menurut satu riwayat: “Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan orang supaya memerdekakan budak ketika terjadi gerhana matahari.” (HR Bukhari)[14]

Ummu Sulaim berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mendatangi rumahnya, lalu tidur siang (istirahat) di rumahnya. Ummu Sulaim lalu menggelarkan selembar hamparan dari kulit, lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidur (siang) di atasnya. Ketika itu beliau banyak sekali mengucurkan keringat. Lalu Ummu Sulaim mengumpulkannya dan mencampurnya dengan minyak wangi, kemudian memasukkannya ke dalam botol-botol kecil. Kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya: ‘Ummu Sulaim, apa ini?’ Ummu Sulaim menjawab: ‘Keringatmu, aku campur dengan minyak wangiku.'” (HR Muslim)[15]

Ummu Athiyyah berkata: “Aku ikut berperang bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebanyak tujuh kali peperangan. Aku selalu ditempatkan di bagian belakang pasukan. Akulah yang membuat makanan untuk mereka, mengobati yang luka-luka, dan menolong yang sakit.” (HR Muslim)[16]

Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud, berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada kami: ‘Apabila ada salah seorang dari kalian yang ingin pergi ke masjid, janganlah dia menyentuh (memakai) wewangian.'” (HR Muslim)[17] Ummu Syarik berkata: “Bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkannya membunuh cecak.” (HR Bukhari dan Muslim)[18]

Khaulah binti Hakim berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Barangsiapa singgah di suatu rumah kemudian membaca doa: “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya, maka tidak ada sesuatu apa pun yang akan mengganggunya, sampai dia pergi dari rumah tersebut.'” (HR Muslim)[19]

Ummu Hushain berkata: “Aku ikut bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sewaktu melakukan haji wada’.” Ummu Hushain berkata bahwa Rasulullah berbicara (berkhotbah) panjang sekali, lalu beliau bersabda: ‘Sekalipun dijadikan pemimpin atas kalian seorang budak yang cacat hidungnya –rasanya dia juga mengatakan hitam– lalu dia menuntun kalian dengan Kitabullah, maka kalian harus mendengarkan katanya dan menaati perintahnya.’ (HR Muslim)[20]

Ummu Kaltsum binti Uqbah berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Bukanlah termasuk pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia, lalu dia mengembangkan kebaikan atau mengatakan yang baik.'” (HR Bukhari dan Muslim)[21] Dari Ummu Hani, dia berkata: “Aku pergi menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada tahun penaklukan kota Mekah. Aku dapati beliau sedang mandi, sementara Fathimah, putri beliau, berusaha menutupi beliau dengan kain. Aku mengucapkan salam kepada beliau. Beliau bertanya: ‘Siapa itu?’Aku menjawab: ‘Aku Ummu Hani binti Abi Thalib.’ Beliau berkata: ‘Selamat datang Ummu Hani.’ Setelah selesai mandi beliau berdiri, lalu melakukan shalat sebanyak delapan rakaat dengan hanya memakai sehelai kain.” (HR Bukhari dan Muslim)[22]

Fathimah binti Qais berkata: “Aku menikah dengan putranya Mughirah, seorang pemuda Quraisy terbaik. Namun dia gugur pada jihad yang pertama bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Ketika aku hidup menjanda, aku dilamar oleh Abdurrahman bin Auf di hadapan sekelompok sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri yang melamarku untuk budaknya (cucu angkat beliau), Usamah bin Zaid, sedangkan aku pernah mendengar hadits bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Barangsiapa yang mencintai aku, hendaklah dia pula mencintai Usamah.’ Ketika Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membicarakan masalah itu padaku, aku berkata: ‘Perkaraku ada di tangan engkau, maka nikahkanlah aku dengan siapa yang engkau inginkan …'” (HR Muslim)[23]

Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu’man berkata: “Aku tidak hafal surat Qaaf kecuali dari mulut Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang selalu berkhotbah dengan membacanya pada setiap hari Jum’at. Ummu Hisyam berkata lagi: ‘Dapur kami dan dapur Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah satu.'” (HR Muslim)[24]

Ar Rubai’ binti Mu’awwidz berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus orang-orang pada pagi hari Asyura untuk memberi tahu penduduk perkampungan kaum Anshar: “Barangsiapa yang pada pagi hari ini berbuka, maka hendaklah dia menyempurnakan (berpuasa) pada sisa harinya, dan barangsiapa yang pada pagi harinya sudah berpuasa, maka hendaklah dia meneruskan puasanya.” Kami berpuasa pada hari tersebut, bahkan kami menyuruh anak-anak kami berpuasa. Kami membuatkan untuk mereka mainan yang terbuat dari bulu biri-biri yang sudah dicat. Jika ada di antara mereka yang menangis minta makan, maka kami berikan kepadanya mainan tersebut sampai tiba waktu berbuka. (HR Bukhari dan Muslim)[25]


[1] Muqaddimah al-Mizan oleh aAdz Dzahabi, Tahqiq Abu Fadhal Ibrahim.

[2] Nail Al Authar, jilid 8, hlm. 122.

[3] Bukhari, Kitab: Perdamaian, Bab: Apabila perdamaian atas dasar kezaliman maka perdamaian semacam itu harus ditolak, jilid 6, hlm. 230. Muslim, Kitab: Kasus-kasus pengadilan, Bab: Membatalkan keputusan-keputusan yang cacat, jilid 5, hlm. 132.

[4] Bukhari, Kitab: Wudhu, Bab: Mendahulukan yang kanan ketika berwudhu dan mandi, jilid 1, hlm. 280. Muslim, Kitab: Bersuci, Bab: Mendahulukan yang kanan ketika bersuci dan lainnya, jilid 1, hlm. 156.

[5] Bukhari, Kitab: Perdamaian, Bab Apakah imam boleh mengisyaratkan perdamaian? jilid 6, hlm. 236. Muslim, Kitab: Jual beli, Bab: Anjuran membebaskan uang, jilid 5, hlm. 30.

[6] Muslim, Kitab: Shalat orang musafir, Bab: Boleh melakukan shalat sunnat dalam keadaan berdiri dan duduk, jilid 2, hlm. 194.

[7] Bukhari, Kitab: Perbuatan aniaya, Bab: Dosa orang yang berselisih dalam suatu kebatilan padahal dia mengetahuinya, jilid 6, hlm. 31. Muslim, Kitab: Kasus-kasus pengadilan, Bab: Putusan hukum menurut yang zahir dan kepintaran berargumentasi, jilid 5, hlm. 129.

[8] Bukhari, Kitab: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Dan mereka bertanya kepadamu tentang Dzulqarnain, jilid 7, hlm. 195. Muslim, Kitab: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Hampir tibanya bencana, jilid 8, hlm. 166.

[9] Muslim, Kitab: Takdir, Bab: Keterangan bahwa ajal, rezeki, dan lain-lain tidak akan ditambah atau dikurangi dari yang telah ditetapkan dalam takdir, jilid 8, hlm. 55.

[10] Muslim, Kitab: Dzikir dan doa, Bab: Membaca tasbih di awal siang dan ketika hendak tidur, jilid 8, hlm. 83.

[11] Bukhari, Kitab: I’tikaf, Bab: Apakah orang yang sedang melakukan i’tikaf boleh keluar ke pintu masjid untuk menunaikan sesuatu keperluan? jilid 5, hlm. 182. Muslim, Kitab: Salam, Bab: Keterangan bahwa seorang yang terlihat berkhulwat dengan seorang wanita, sedangkan wanita itu adalah istri atau mahramnya, maka dianjurkan kepadanya supaya mengatakan: “Ini si anu,” jilid 7, hlm. 8.

[12] Muslim, Kitab: Shalat, Bab: Hal-hal yang berhubungan dengan sifat shalat yang digunakan untuk memulai dan mengakhirinya, jilid 2, hlm 54.

[13] Bukhari, Kitab: Doa-doa, Bab: Mengenai telaga dan firman Allah SWT “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak,” jilid 14, hlm. 275. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan, Bab: Tentang adanya telaga Nabi saw., jilid 7, hlm. 66.

[14] Bukhari, Kitab: Memerdekakan budak dan keutamaannya, Bab: Disunnahkan memerdekakan budak di saat terjadi gerhana, jilid 6, hlm. 76.

[15] Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan, Bab: Harumnya keringat Nabi saw. dan mengambil berkah darinya, jilid 7, hlm. 82.

[16] Muslim, Kitab: Jihad, Bab: Wanita yang ikut berperang diberi bagian, jilid 5, hlm. 199.

[17] Muslim, Kitab: Shalat, bab: Perginya wanita ke masjid, jilid 2, hlm. 31-32.

[18] Bukhari, Kitab: Permulaan makhluk, Bab: Sebaik-baik harta seorang muslim adalah kambing yang digembalakan di celah-celah bukit, jilid 7, hlm. 163. Muslim Kitab: Salam, Bab: Anjuran membunuh cicak, jilid 7, hlm. 42.

[19] Muslim, Kitab: Dzikr, doa, tobat, dan istighfar, Bab: Mengenai mohon perlindungan dan takdir yang buruk, dari mendapatkan celaka dan lainnya, jilid 8, hlm. 76.

[20] Muslim, Kitab. Kepemimpinan, Bab: Kewajiban mentaati para penguasa selama tidak menyangkut maksiat, jilid 6, hlm. 15.

[21] Bukhari, Kitab: Perdamaian, Bab: Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia, jilid 6, hlm. 228. Muslim, Kitab: Kebajikan, hubungan kekeluargaan dan etika, Bab: Haram hukumnya berbohong dan bohong yang diperbolehkan, jilid 8, hlm. 28.

[22] Bukhari, Kitab: Kewajiban membayarkan seperlima, Bab: Menjamin kaum wanita jilid 7, hlm. 83. Muslim, Kitab Shalat orang musafir dan mengqasharnya, Bab: Anjuran melakukan shalat dhuha sekurang-kurangnya dua rakaat, jilid 2, hlm. 158.

[23] Muslim, Kitab: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Keluarnya dajjal dan menetapnya di bumi, jilid 8, hlm. 203.

[24]  Muslim, Kitab: Jum’at, Bab: Menyederhanakan shalat dan khotbah, jilid 3, hlm. 13.

[25] Bukhari, Kitab: Puasa, Bab: Puasa anak-anak, jilid 5, hlm. 104. Muslim, Kitab: Puasa, Bab: Barangsiapa yang terlanjur makan pada hari Asyura, maka hendaklah dia menahan sisa harinya, jilid 3, hlm. 152.