“Maka barangsiapa yang dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung.” (QS Ali-Imran: 185.)
Usai perang Khandaq, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan pasukan kaum Muslimin untuk mengepung benteng Yahudi di Khaibar.
Hal ini untuk membuat perhitungan akibat pemimpin mereka, Huyay bin Al Akhtab menghasut kabilah-kabilah agar mengepung Madinah di perang Khandaq.
Saat pengepungan salah satu benteng di Khaibar, tiba-tiba datanglah seorang pengembala Yahudi bernama Aswad sedang menggiring ribuan ekor kambing.
Khawatir mata-mata, maka Aswad-pun ditangkap, lalu dihadapkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menasehati Aswad dan akhirnya dia taslim dan mengucapkan kalimat syahadat.
“Tapi saya harus kembalikan kambing-kambing ini kepada pemiliknya, ya Rasulullah,” ujar Aswad.
Silakan, hak orang harus dikembalikan,” jawab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Lalu Aswad mulai memasukkan kambing-kambing itu ke benteng Yahudi, dan pasukan kaum muslimin dilarang menyerang hingga Aswad selesai.
Selanjutnya Aswad ikut bergabung dengan pasukan kaum Muslimin. Siang itu, akhirnya kaum Muslimin berhasil merebut satu dari tiga benteng Yahudi tersebut. Lalu harta rampasan pun di bagi-bagikan, termasuk bagian untuk Aswad. Akan tetapi Aswad menampiknya, dia tidak mau menerimanya.
“Aku tidak menginginkan ini ya Rasulullah, saya ingin syahid dan tertusuk di sini dan di sini,” ujar Aswad sambil menunjuk dada dan lehernya.
Setengah berbisik sahabat bertanya kepada Rasulullah, apakah keinginan Aswad itu sungguh-sungguh atau bukan.
“Kalau kata-kata itu keluar dari hati nuraninya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membuktikannya,” kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Menjelang Ashar, perangpun kembali berkecamuk, dan kaum muslimin berhasil merebut benteng kedua. Namun Aswad gugur, dia syahid.
Sahabat melaporkan hal ini kepada Raasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Aswad syahid ya Rasulullah, dia tertusuk di sini dan di sini,” ujar sahabat itu sambil menunjuk leher dan dadanya.
“Faqad shadaq (Sungguh dia jujur),” kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
“Dia yang bicara tadi, ya Rasulullah,” tanya sahabat?
“Benar, dia itu,” jawab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Aswad akan menjadi ahli surga.
Dalam keterangan lain dikisahkan, bahwa sejak mengucapkan kalimah syahadat hingga mencapai syahidnya, ternyata Aswad belum sempat menunaikan shalat, namun takdir berlaku baginya mendapatkan surga Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Barang siapa diciptakan sebagai ahli surga, maka dimudahkan baginya amal-amal ahli surga” (Al-Hadits).
Kalau ditinjau dari segi umur keimanan, tentu Aswad masih sangat belia, masih mualaf. Namun karena kejujuran hatinya, dia disebut Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai orang sidiq dan berhak mendapat surga Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Subhaanallah, bagaimana dengan kita, yang umur keimanannya jauh lebih tua?” Tanyakan kepada diri kita masing-masing.
Suara tekukur sedih bunyinya
Tentu rindukan bebas terbang
Siapa tak jujur pada hatinya
Tentu selalu merasa bimbang.