Kepribadian Wanita: ‘Aisyah Ummul Mukminin (5)

Benar dalam Meriwayatkan Hadits

Aisyah berkata: “Tidakkah kalian berminat mendengar ceritaku mengenai aku dan mengenai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?” Kami menjawab: “Tentu saja.”… Lantas Aisyah bercerita: “Pada malam ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berada di tempatku, beliau berbalik untuk meletakkan selendangnya, melepaskan kedua terompahnya, dan meletakkannya di samping kedua kakinya. Selanjutnya beliau bentangkan ujung kainnya, lalu beliau tidur-tiduran. Tidak berapa lama kemudian, ketika beliau menyangka aku telah tidur, beliau mengambil selendangnya pelan-pelan, memakai terompah pelan-pelan, lalu beliau membuka pintu dan keluar, kemudian menutupnya pelan-pelan. Aku memasang pakaianku di kepala, memakai kerudung, dan mengenakan kainku. Kemudian aku berangkat mengikuti beliau. Ketika beliau sampai di Baqi’, beliau berdiri lama, lalu mengangkat tangan tiga kali. Kemudian beliau berlalu, aku pun ikut berlalu. Ketika beliau mempercepat langkahnya, aku juga mempercepat langkahku. Beliau lebih cepat lagi, aku juga lebih cepat lagi. Akhirnya aku lebih dahulu sampai dan masuk rumah. Begitu aku berbaring, beliau masuk. Beliau bertanya: ‘Mengapa nafasmu naik turun, wahai Aisyah?’ Aku menjawab: ‘Tidak apa-apa.’ Beliau berkata: ‘(Silakan pilih) kamu sendiri yang memberitahuku atau Allah Yang Maha Lembut lagi Maha Tahu yang akan memberitahuku?’ Aisyah berkata: ‘Ya Rasulullah, demi ibu bapakku, aku akan memberitahumu.’ Lalu aku memberitahu beliau apa yang terjadi.’ Beliau bertanya: ‘Jadi engkaukah sosok hitam yang aku lihat di depanku tadi?’ aku jawab: ‘Ya.’ Lalu beliau menyodok dadaku hingga membuatku kesakitan. Kemudian beliau bertanya: ‘Apakah engkau menyangka bahwa Allah dan Rasul-Nya akan menzhalimi kamu?’ Aisyah menjawab: ‘Betapapun manusia berusaha menyembunyikan, Allah pasti mengetahuinya. Memang benar demikian.’ Selanjutnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan: ‘Jibril datang kepadaku ketika engkau melihat. Dia memanggilku dengan menyembunyikannya (merahasiakannya) darimu. Akupun menjawabnya secara rahasia pula. Dia tidak mau masuk, karena engkau telah melepas pakaianmu, lalu aku menyangka engkau telah tidur. Aku tidak ingin membangunkanmu dan aku khawatir engkau akan merasa kelelahan.’ Dia (Jibril) berkata: ‘Sesungguhnya Tuhanmu memerintahkanmu untuk datang kepada ahli Baqi’ dan memintakan ampun untuk mereka.’ Aisyah bertanya: ‘Bagaimana aku mengucapkan untuk mereka, ya Rasulullah?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: ‘Ucapkanlah …

Semoga keselamatan tetap atas kalian, penghuni perkampungan dari kaum mukminin dan muslimin dan Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kami dan yang kemudian. Dan kami Insya Allah akan menyusul.'” (HR Muslim)[1]

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu senang madu dan sesuatu yang manis-manis. Setiap kali selesai melakukan shalat asar beliau biasanya menemui istri-istrinya. Ketika datang giliran Hafshah, beliau lama sekali berada di sisinya, sehingga aku merasa cemburu. Ketika hal itu aku tanyakan, ada seseorangg yang menjelaskan bahwa Hafshah mendapat hadiah semangkuk madu dari salah seorang perempuan dari kaumnya. Haishah menyuguhkan sebagian dari madu itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Aku berkata dalam hati: ‘Tunggu, akan aku lakukan suatu siasat untuk beliau.'” Lalu aku katakan kepada Saudah binti Zam’ah: “Beliau akan datang ke tempatmu. Bila beliau sudah berada di tempatmu, maka katakanlah kepada beliau: ‘Apakah engkau habis makan maghafir (getah kayu yang dijadikan bahan perekat. Rasanya manis, tetapi baunya tidak sedap)? Beliau pasti akan bilang: ‘Tidak.’ Lalu kamu katakan pada beliau: ‘Bau apa ini yang aku cium darimu?’ Beliau pasti akan menjawab: ‘Hafshah menyuguhkan minuman madu untukku.’ Lalu katakan kepada beliau: ‘Oh, barangkali lebahnya bersarang di pohon urfuth (nama kayu yang menghasilkan getah maghafir).’ Hal semacam ini juga akan aku sarankan kepada Shafiyyah untuk melakukannya.” Aisyah berkata bahwa Saudah berkata: “Sungguh, begitu beliau sudah berdiri di pintu masuk, aku ingin memulai apa yang kamu perintahkan itu karena aku takut kepadamu.” Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghampiri Saudah, Saudah langsung berkata pada beliau: “Wahai Rasulullah, apakah engkau habis makan maghafir?” Beliau menjawab: “Tidak.” Saudah berkata: “Lalu bau apa yang kucium darimu ini?” Beliau menjawab: “Aku baru saja disuguhi minuman madu oleh Hafshah.” Aku (Saudah) berkata: “Oh, barangkali lebahnya bersarang di pohon urfuth.” Ketika beliau datang ke rumahku, pertanyaan tersebut aku sampaikan kepada beliau. Ketika beliau datang ke rumah Shafiyyah, Shafiyyah juga menyampaikan pertanyaan serupa. Kemudian ketika tiba giliran beliau ke rumah Hafhsah kembali, Hafshah berkata. “Wahai Rasulullah, apakah engkau mau aku suguhkan kembali minuman madu untukmu?” Beliau berkata: “Aku sudah tidak menginginkannya lagi.” Aisyah berkata bahwa Saudah berkata: “Demi Allah, berarti kita sudah mengharamkannya.” Aku berkata: “Sudah, diam kamu!” (HR Bukhari dan Muslim)[2]

Aisyah, Ummul Mukminin, mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda ketika sewaktu beliau sakit: “Suruhlah Abu Bakar shalat bersama orang-orang.” Aisyah berkata: “Sesungguhnya Abu Bakar, apabila dia menempati tempatmu, dia tidak dapat memperdengarkan suaranya kepada orang-orang karena dia suka menangis. Sebaiknya suruh saja Umar shalat bersama orang-orang. Namun beliau tetap berkata: ‘Suruhlah Abu Bakar shalat bersama orang-orang.'” Aisyah berkata: “Akhirnya aku berkata kepada Hafshah: ‘Katakanlah kepada beliau bahwa sesungguhnya Abu Bakar itu orangnya sangat mudah sedih. Apabila dia berdiri menempati tempatmu, dia tidak akan bisa memperdengarkan suaranya kepada orang-orang karena menangis. Karena itu sebaiknya suruh saja Umar shalat bersama orang-orang.'” Lalu Hafshah menyampaikan usulan Aisyah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Sudahlah, kalian ini benar-benar temannya Yusuf. Suruh saja Abu Bakar supaya shalat bersama orang-orang!” Hafshah berkata kepada Aisyah: “Maaf, aku tidak bisa melaksanakan perintahmu dengan baik.”

Dalam satu riwayat[3] disebutkan: “Aisyah berkata: ‘Sungguh aku telah meminta pertimbangan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai hal itu (dijadikannya Abu Bakar sebagai imam). Dan tidak ada yang mendorongku untuk sering minta pertimbangan beliau selain karena aku merasa bahwa orang-orang sesudah beliau tidak menyukai seseorang yang menggantikan kedudukan beliau selamanya , dan aku pun berpendapat bahwa tidak seorang pun yang menempati kedudukan beliau melainkan orang-orang merasa pesimis terhadapnya. Oleh karena itulah aku ingin agar beliau membatalkan pilihan beliau untuk Abu Bakar.” (HR Bukhari dan Muslim)[4]

Ujian Berat dan Kasus Berita Bohong

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Apabila akan bepergian, biasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan undian di antara istri-istri beliau. Barangsiapa yang nomor undiannya keluar, dialah yang akan ikut berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam” Aisyah berkata: “Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan undian di antara kami pada suatu peperangan yang beliau ikuti. Ternyata nomorku yang keluar. Akhirnya aku berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah turunnya ayat hijab. Aku diangkut dan ditempatkan di dalam sekedup, lalu kami berangkat. Hingga ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah selesai dan kembali dari peperangan itu, dan ketika itu kami sudah mendekati kota Madinah untuk kembali, maka beliau mengumumkan pemberangkatan pada malam hari. Aku berdiri pada saat mereka mengumumkan pemberangkatan, lalu aku berjalan sehingga melewati para prajurit. Setelah selesai menunaikan hajat aku kembali ke tempat barang bawaanku. Ketika aku raba dadaku, ternyata kalungku yang terbuat dari manik-manik zhifar (Zhifar adalah nama sebuah kota yang terletak di belahan paling timur Yaman) putus. Aku kembali untuk mencari kalungku itu sehingga waktuku banyak habis untuk mencarinya.” Aisyah berkata: “Lalu datang orang-orang yang tadinya membawaku pergi, mereka langsung menaikkan sekedupku dan memberangkatkannya dengan unta yang tadinya aku kendarai. Mereka mengira bahwa aku ada di dalam sekedup itu. Berat badan wanita ketika itu tidak terlalu berat karena mereka kurus, tidak dibalut daging, dan hanya makan sedikit, sehingga mereka tidak merasakan ringannya sekedup di saat mengangkat dan menaikkannya (ke atas untukku). Apalagi aku pada saat itu masih kecil dan muda belia. Lalu mereka membangunkan untuku dan mereka pun berjalan. Sementara aku baru menemukan kalungku setelah para prajurit berlalu. Aku datang ke tempat persinggahan mereka, namun di sana tidak seorang pun yang memanggil dan menjawab. Aku pergi menuju ke tempat persinggahan semula, dan aku mengira bahwa mereka akan kehilanganku, lalu mereka akan kembali mencariku di tempat itu.

Pada saat aku duduk di tempat persinggahanku, mataku mengantuk, lalu tertidur. Ternyata Shafwan bin Mu’attal as-Sulami kemudian Dzakwani berada di belakang para serdadu. Pada pagi harinya dia sampai di tempat persinggahanku. Dia melihat sosok hitam seseorang yang sedang tidur. Begitu melihatku, dia langsung mengenaliku, sebab dia pernah melihatku sebelum turunnya ayat hijab. Aku terbangun ketika dia mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un begitu dia mengenaliku. Aku bergegas menutupi wajahku dengan jilbabku. Demi Allah, kami tidak berbicara sepatah kata pun dan aku tidak mendengar satu kata pun yang dia ucapkan selain ucapan inna lillah tersebut. Dia turun, lalu menderumkan untanya. Kemudian dia menginjak kaki depan untanya. Aku lekas bangkit dan naik ke atas untanya. Lalu ia menuntun untanya hingga kami sampai ke tempat para prajurit yang sedang berhenti untuk istirahat pada siang hari yang sangat terik.”

Aisyah berkata: “Binasalah orang yang binasa. Orang yang merekayasa berita bohong itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.” Urwah berkata: “Saya diberitahu bahwa berita bohong itu disiarkan dan dibicarakan di dekatnya (Ibnu Ubay bin Salul). Lalu dia mengakui, mendengarkan, dan membahasnya.” Selanjutnya Urwah berkata: “Para pembawa berita bohong itu tidak ada yang disebutkan namanya selain Hassan bin Tsabit, Misthah bin Utsatsah, dan Hamnah binti Jahsy serta lainnya yang tidak kuketahui selain bahwa mereka itu adalah sekelompok orang sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Ta’ala.”

Urwah berkata: “Aisyah tidak suka Hassan dicerca di hadapannya dan Aisyah mengatakan bahwa Hassan adalah orang yang pernah berkata: ‘Sesungguhnya ayahku, orang tua ayahku, dan kehormatanku … siap menjaga kehormatan Muhammad dari serangan kalian.’

Aisyah berkata: “Lalu kami tiba di Madinah. Aku ditimpa sakit sesampainya di Madinah selama satu bulan. Sementara orang-orang terpengaruh dengan ucapan para pembawa berita bohong itu. Sedangkan aku tidak tahu sedikit pun mengenai semua itu. Hal yang mulai membuatku curiga adalah bahwa aku tidak melihat lagi kelemah-lembutan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seperti yang pernah aku lihat ketika aku sakit. Ketika masuk menemuiku, beliau hanya mengucapkan salam lalu bertanya: ‘Bagaimana keadaanmu,’ lalu beliau berpaling. Hal itulah yang membuatku mulai curiga. Namun aku belum tahu berita buruk yang sedang berkembang, sehingga ketika sembuh dari sakit, aku langsung saja keluar. Aku keluar bersama Ummu Misthah ke daerah Manashi’ (yang terletak di luar kota Madinah). Kami buang air di tempat itu. Kami tidak keluar kecuali dari satu malam ke malam berikutnya. Hal itu kami lakukan sebelum kami membuat tempat buang air di dekat rumah kami masing-masing.'” Aisyah berkata: “Tata cara hidup kami menyangkut buang air sama dengan orang-orang Arab Kuno yang tinggal di pedesaan. Kami merasa agak terganggu/kurang enak kalau tempat buang air itu dibuat di dekat rumah.” Aisyah berkata: “Aku pergi bersama Ummu Misthah. Dia adalah putri Abu Rahm ibnul Muttalib bin Abdi Manaf, sementara ibunya adalah putri Shakhr bin Amir, paman Abu Bakar dari garis ibu. Sedangkan putranya adalah Misthah bin Utsatsah Abbad ibnul Muttalib. Lalu aku dan Ummu Misthah kembali ke rumahku setelah kami selesai menunaikan hajat. Kemudian Ummu Misthah tersandung baju bulunya, lalu dia berkata: ‘Celakalah Misthah.’ Aku berkata padanya: ‘Buruk sekali apa yang kamu ucapkan. Apakah kamu mencerca seseorang yang pernah ikut serta pada Perang Badar?” Ummu Misthah berkata: ‘Aisyah, Aisyah! Apakah kamu belum mendengar apa yang dia katakan?’Aisyah berkata: ‘Memang apa yang dia katakan?’ Lalu Ummu Misthah menceritakan apa yang diperkatakan oleh para pembawa berita bohong itu kepadaku.”

Aisyah berkata: “Akhirnya sakitku bertambah parah. Ketika aku kembali ke rumah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke tempatku. Setelah beliau mengucapkan salam, aku bertanya: ‘Apakah engkau mengizinkan aku mengunjungi kedua orang tuaku?’ Aisyah menambahkan: ‘Aku ingin mengetahui kebenaran berita itu dari mereka berdua.'” Selanjutnya Aisyah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengizinkanku pergi. Lalu aku bertanya kepada ibuku: ‘Wahai ibuku, apakah yang sedang diperbincangkan orang-orang.’ Ibuku menjawab: ‘Wahai anakku, tenanglah, demi Allah sesungguhnya sedikit sekali ada seorang wanita cantik jelita di samping seorang laki-laki yang mencintainya, sedangkan laki-laki itu mempunyai beberapa orang istri, kecuali para istrinya itu akan mempergunjingkan istrinya yang cantik itu.’ Aisyah berkata: ‘Subhanallah, benarkah orang-orang mempergunjingkan masalah ini?'” Aisyah berkata: “Akhirnya aku menangis malam itu sampai pagi. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir dan aku tidak bisa tidur. Kemudian pada pagi harinya aku masih menangis.”

Aisyah berkata: “Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid pada saat wahyu terlambat turun. Beliau bertanya dan minta pendapat dari mereka berdua tentang masalah jika beliau menceraikan istrinya.” Aisyah berkata: “Adapun Usamah, dia memberi isyarat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sesuai dengan apa yang dia ketahui mengenai kebersihan diri Aisyah dan apa yang dia ketahui dalam dirinya mengenai para penuduh tersebut.” Usamah berkata: “Mengenai istrimu, tidak kami ketahui dia selain sebagai orang yang baik dan bersih.” Sementara Ali berkata: “Wahai Rasulullah, Allah tidak membuat kesempitan atasmu, dan wanita selain dia banyak sekali. Jika engkau bertanya kepada budak perempuan itu, tentu dia akan memberimu keterangan yang benar.” Aisyah berkata: “Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggil Barirah. Kemudian beliau bertanya kepadanya: “Hai Barirah, apakah engkau pernah melihat sesuatu yang membuatmu curiga tentang Aisyah?” Barirah menjawab: “Demi yang telah mengutusmu membawa kebenaran! Jika aku melihat sesuatu padanya, tentu aku tidak akan menyembunyikannya. Dia tidak lebih dari seorang gadis muda yang tertidur di samping adonan roti keluarganya, lalu datang kambing untuk memakannya.”

Aisyah berkata: “Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bangkit pada hari itu untuk meminta pembuktian dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Dari atas mimbar beliau berkata: ‘Wahai kaum muslimin, siapakah yang bisa memberi penjelasan kepadaku dan menolongku dari orang yang aku dengar telah mengganggu keluargaku? Demi Allah, aku tidak mengetahui sesuatu mengenai keluargaku selain kebaikan. Orang-orang juga telah menyebut-nyebut seseorang yang kuketahui baik dan tidak pernah masuk menemui keluargaku (istriku) kecuali bersamaku.'”Aisyah berkata: “Maka berdirilah Sa’ad bin Mu’adz, saudara Bani Abdul Asyhal.” Dia berkata: “Aku siap menolongmu, wahai Rasulullah. Jika orang itu berasal dari saudara-saudara kami dari suku Aus akan aku penggal lehernya dan jika dari kalangan Khazraj, maka perintahkanlah kami, dan kami siap melaksanakannya.” Aisyah berkata: “Maka berdirilah seseorang dari kalangan Khazraj, dan Ummu Hisan adalah putri paman orang tersebut. Laki-laki tersebut adalah Sa’ad bin Ubadah, pemimpin Suku Khazra.” Aisyah berkata: “Sebelum kejadian itu, ada seorang laki-laki saleh. Akan tetapi dia terdorong oleh panggilan kesukuan dan kejahilan sehingga dia berkata kepada Sa’ad bin Mu’adz: ‘Engkau bohong! Demi Allah, kamu tidak akan membunuhnya dan tidak akan mampu membunuhnya. Seandainya dia berasal dari kelompokmu, pasti kamu tidak suka dia dibunuh.'” Lalu Usaid bin Hudhair –saudara sepupu Sa’ad bin Mu’adz– berdiri dan berkata kepada Sa’ad bin Ubadah: “Engkau bohong. Demi Allah, kami pasti akan membunuhnya. Kamu adalah orang munafik yang memperdebatkan tentang orang-orang munafik.” Aisyah berkata: “Maka terjadilah pertengkaran sengit antara golongan Aus dan Khazraj sehingga hampir saja mereka saling membunuh, padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika itu masih berdiri di atas mimbar.” Aisyah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berusaha terus menenangkan mereka. Setelah mereka diam, barulah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diam pula.” Aisyah berkata: “Sementara itu aku terus menangis sepanjang hari. Air mataku tidak mau berhenti mengalir dan mataku tidak bisa tidur.” Aisyah berkata: “Pada pagi harinya kedua orang tuaku berada di sampingku, dan aku sudah menangis selama dua malam satu hari. Selama itu pula air mataku tidak berhenti mengalir dan mataku tidak bisa tidur, sehingga aku mengira bahwa tangisanku itu akan membelah hatiku. Ketika kedua orang tuaku duduk di sampingku dan aku masih menangis, tiba-tiba seorang wanita Anshar datang meminta izin kepadaku. Aku pun memberinya izin. Dia ikut pula menangis bersamaku.” Aisyah berkata: “Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke tempat kami. Beliau mengucapkan salam, kemudian duduk.” Aisyah berkata: “Beliau belum pernah di sampingku semenjak munculnya peristiwa yang dipergunjingkan orang-orang itu. Hampir sebulan lamanya tidak sedikit pun wahyu turun mengenai masalahku.” Aisyah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengucapkan syahadat ketika beliau duduk. Kemudian beliau berkata: ‘Amma ba’du (selanjutnya). Wahai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku berbagai macam perkataan tentang dirimu. Jika engkau memang bersih, Allah pasti akan membersihkanmu. Tetapi kalau engkau bersalah, maka mohonkanlah ampunan dari Allah dan bertobatlah kepada-Nya! Sesungguhnya seorang hamba, apabila dia mengakui kesalahannya, kemudian dia bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya.”

Aisyah berkata: “Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berhenti berbicara air mataku berhenti mengalir sehingga tidak ada setetes pun lagi yang aku rasakan. Lalu aku berkata kepada ayahku: ‘Jawabkanlah untukku kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai apa yang beliau katakan itu.'” Ayahku berkata: “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam” Lalu aku berkata kepada ibuku: “Jawabkanlah untukku kepada Rasulullah mengenai apa yang beliau katakan itu!” Ibuku juga berkata: “Demi Allah, aku pun tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah.” Lalu aku berkata –ketika itu aku adalah seorang yang muda usia dan aku belum banyak membaca Al-Qur’an–: “Demi Allah, aku tahu benar bahwa kalian telah mendengar semua ini sehingga kalian mengakuinya dan membenarkannya. Seandainya aku katakan kepada kalian bahwa aku ini bersih, pasti kalian tidak mempercayaiku. Dan kalau aku mengakui sesuatu perkara kepada kalian, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku bersih, tentu kalian akan mempercayaiku. Demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan yang tepat bagiku dan bagi kalian, kecuali sebagaimana yang dikatakan oleh ayah Nabi Yusuf: ‘Kesabaran yang baik itu adalah kesabaranku. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.’ Kemudian aku berpindah dan berbaring di tempat tidurku. Demi Allah, Dia tabu bahwa diriku saat itu bersih dan Allah akan membuktikan kebersihanku. Akan tetapi, demi Allah, aku tidak pernah menduga bahwa Allah akan menurunkan wahyu yang akan selalu dibaca mengenai masalahku ini. Aku kira persoalanku terlalu remeh untuk dibicarakan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla dengan wahyu yang diturunkan-Nya. Cuma saja aku berharap semoga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat dalam mimpi Allah membersihkan diriku dari fitnah itu. Demi Allah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum lagi meninggalkan tempat duduknya dan tidak seorang pun dari isi rumah yang sudah keluar, Allah sudah menurunkan wahyu kepada beliau. Tampak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merasa kepayahan seperti biasanya setiap beliau menerima wahyu, hingga keringat beliau menetes bagaikan mutiara (saat itu musim dingin) lantaran hebatnya firman yang diturunkan kepada beliau.” Aisyah berkata: “Setelah keadaan seperti itu berlalu dari diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sambil tersenyum perkataan yang pertama sekali beliau ucapkan adalah: ‘Wahai Aisyah, bergembiralah, sesungguhnya Allah telah membersihkanmu!'” Aisyah berkata: “Lalu ibuku berkata kepadaku: ‘Bangunlah dan pergilah ke tempat beliau!’ Aku berkata: ‘Demi Allah, aku tidak akan bangun ke tempat beliau. Aku tidak akan memanjatkan puji syukur selain kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.'” Aisyah berkata: “Allah menurunkan ayat-ayat berikut:

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengarkan berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: ‘Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.’ Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta. Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. Dan mengapa kamu tidak berkata di waktu mendengar berita bohong itu: ‘Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar. ‘Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman, dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang sama keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui. Dan sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). Hai orang-orangyang beriman, janganlah mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang munkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tabulah mereka bahwa Allah yang Maha Benar lagi yang (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (an-Nur: 11-26)

Allah menurunkan ayat-ayat yang menyatakan kebersihanku. Abu Bakar yang semula selalu memberi nafkah kepada Misthah karena kekerabatan dan kemiskinannya, pada saat itu mengatakan: ‘Demi Allah, aku tidak akan lagi memberi nafkah kepada Misthah sedikit pun selamanya sesudah apa yang dia katakan terhadap Aisyah.’ Sebagai teguran atas ucapan itu Allah menurunkan ayat berikut:

“Dan janganlah orang-orangyang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabat mereka, orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian?”

Abu Bakar menjawab: “Tentu, demi Allah, tentu saja aku ingin sekali ampunan dari Allah.” Lalu Abu Bakar kembali memberikan nafkah kepada Misthah seperti sediakalanya. Dia berkata: “Aku tidak akan berhenti memberinya nafkah selama-lamanya.”

Aisyah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada Zainab binti Jahsy mengenai persoalanku ini. Beliau berkata kepada Zainab: ‘Apa yang engkau ketahui’ atau ‘yang engkau lihat.'” Zainab berkata: “Ya Rasulullah, aku selalu menjaga pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah, tiada yang kuketahui selain yang baik saja.” Aisyah berkata: “Padahal Zainab adalah seorang di antara para istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang selalu berlomba denganku untuk merebut hati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Tetapi Allah telah menjaganya dengan sifat wara (jauh dari maksiat).” Aisyah berkata: “Sementara saudara perempuannya, Hamnah, bertolak belakang dengannya. Dia ikut menyebarkan berita bohong itu, sehingga dia celaka bersama orang-orang yang celaka.”

Aisyah berkata: “Demi Allah, sesungguhnya lelaki yang dituduh berbuat macam-macam itu hanya berkata: ‘Subhanallah, demi yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, aku sama sekali belum pernah membuka pakaian wanita.'” Aisyah berkata: “Akhirnya sesudah peristiwa itu dia mati syahid karena berperang di jalan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)[5]


[1] Muslim, Kitab: Jenazah, Bab: Yang diucapkan ketika masuk ke kuburan mendoakan penghuninya, jilid 3, hlm. 64.

[2] Bukhari, Kitab: Thalak, bab: Mengapa kamu mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu, jilid 11, hlm. 295. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Wajib membayar kafarat bagi orang yang mengharamkan istrinya, namun dia tidak berminat menceraikannya, jilid 4, hlm. 185.

[3] Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Sakitnya Nabi saw., jilid 9, hlm. 207. Muslim, Kitab: Shalat, Bab: Penunjukan imam terhadap seseorang apabila dia berhalangan, jilid 2, hlm 22.

[4] Bukhari, Kitab: Bab-bab azan, Bab: Apabila imam menangis dalam shalat, jilid 2, hlm. 348. Muslim, Kitab: Shalat Bab: Penunjukan imam terhadap seseorang apabila dia berhalangan, jilid 2, hlm. 22.

[5] Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Berita bohong, jilid 8, hlm. 436. Muslim, Kitab: Tobat, Bab: berita bohong dan diterimanya tobat si penuduh, jilid 8, hlm. 112.