Kepribadian Wanita: ‘Aisyah Ummul Mukminin (6)

Kemuliaan dari Allah untuk Aisyah Radhiyallahu ‘Anh

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya: “Aku melihat dirimu dalam mimpi dua kali. Aku melihatmu berada dalam selembar kain sutera. Malaikat berkata ‘Inilah istrimu.’ Lalu aku singkapkan kain itu. Ternyata memang kamu yang berada di dalamnya. Lalu aku berkata: ‘Kalau itu memang datang dari sisi Allah, maka pasti akan terlaksana.'” (HR Bukhari dan Muslim)[1]

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya: “Wahai Aisyah, ini Jibril mengucapkan salam kepadamu.” Lalu Aisyah menjawabnya dengan mengatakan: “Wa ‘alaihissalam warahmatullahi wabarakatuh.” (HR Bukhari dan Muslim)[2]

Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Wahai Ummu Salamah … demi Allah, sesungguhnya tidak pernah wahyu turun atasku ketika aku berada dalam selimut bersama salah seorang dari kalian selain dengannya (maksudnya Aisyah).” (HR Bukhari)[3]

Ammar bin Yasir berkata: “Demi Allah, dia (Aisyah) adalah istri Nabi kalian di dunia dan akhirat.” (HR Bukhari)[4]

Kemuliaan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Aisyah Radhiyallahu ‘Anh

Anas mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Kelebihan Aisyah dari wanita-wanita lain adalah seperti kelebihan roti yang telah diberi kuah atas makanan-makananyang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)[5]

Aisyah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Fathimah: “Wahai anakku, bukankah kamu menyenangi apa yang aku senangi?” Fathimah menjawab: ‘Tentu saja ayah.’ Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Maka senangilah wanita ini (maksudnya Aisyah).'” (HR Bukhari dan Muslim)[6]

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya ketika sakit yang membawa pada kematian beliau: “Di mana aku besok, di mana aku besok?” Yang beliau maksud adalah hari giliran Aisyah. Lalu istri-istri beliau memberi izin kepada beliau untuk tinggal di mana saja yang beliau inginkan. Ternyata beliau memilih rumah Aisyah sampai beliau meninggal dunia di samping Aisyah. Aisyah berkata: “Lalu beliau meninggal dunia tepat pada hari giliran beliau mendatangiku, yaitu di rumahku. Allah mencabut nyawa beliau pada saat kepala beliau berada di antara dada dan leherku (bersandar di atas dada Aisyah).” (HR Bukhari dan Muslim)[7]

Kemuliaan dari Para Sahabat untuk Aisyah Radhiyallahu ‘Anh

Aisyah Radhiyallahu ‘Anh mengatakan bahwa dia meminjam kalung dari Asma. Kemudian kalung itu hilang dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengirim beberapa orang sahabat beliau untuk mencarinya. Di tengah perjalanan waktu shalat tiba dan mereka mengerjakan shalat tanpa berwudhu terlebih dahulu. Ketika mereka datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka mereka mengadukan hal itu kepada beliau. Akhirnya turunlah ayat yang memperbolehkan bertayamum.

Usaid bin Hudhair berkata (kepada Aisyah): “Semoga Allah membalasimu dengan kebaikan. Demi Allah, tidak satu pun perkara yang terjadi atas dirimu, kecuali Allah memberikan jalan keluarnya untukmu dan menjadikannya sebagai berkah bagi kaum muslimin.” (HR Bukhari dan Muslim)[8]

Ibnu Abi Malikah berkata: “Ibnu Abbas minta izin kepadaAisyah sebelum dia meninggal dunia. Aku takut dikatakan orang sebagai sepupu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan di antara orang-orang yang terpandang dari kalangan umat Islam.” Aisyah berkata: “Izinkanlah dia masuk!” Ibnu Abbas bertanya: “Bagaimana yang kamu rasakan?” Aisyah menjawab: “Baik-baik saja selama aku masih bertakwa.” Ibnu Abbas berkata: “Engkau akan baik-baik saja insya Allah, wahai istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Beliau tidak pernah mengawini gadis perawan selain engkau dan alasan yang membersihkan dirimu turun dari langit.”

Dalam satu riwayat [9] disebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata:

“Wahai Ummul Mukminin, kamu akan mendatangi orang-orang mulia yang lebih dahulu darimu, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar.” (HR Bukhari)[10]



[1] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Perkawinan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah dan kedatangan Aisyah di Madinah, jilid X, hlm. 225. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai keutamaan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, jilid 7, hlm. 134.

[2] Bukhari, Kitab: Permulaan makhluk, Bab: Cerita mengenai malaikat, jilid 7, hlm. 118. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai keutamaan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, jilid 7, hlm. 139.

[3] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Keutamaan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, jilid 8, hlm. 110.

[4] Bukhari, Kitab: Bencana, Bab: Utsman bin Haitsam menceritakan kepada kami jilid 16, hlm. 169.

[5] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Keutamaan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, jilid 8, hlm. 108. Muslim Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai keutamaan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, jilid 7 hlm. 138.

[6] Bukhari, Kitab: Hibah, Keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya, Bab: Orang yang memberi hadiah kepada sahabatnya dan memilih salah seorang di antara istri-istrinya, jilid 6, hlm. 134. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai keutamaan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, jilid 1, hlm. 135.

[7] Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Sakitnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kematian beliau, jilid 9, hlm. 210. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai keutamaan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, jilid 7, hlm. 137.

[8] Bukhari, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Bab: Keutamaan-keutamaan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, jilid 8, hlm. 108. Muslim, Kitab: haidh, Bab: Tayammum, jilid 1, hlm. 192.

[9] Bukhari, Kitab: Hibah, keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya, Bab: Orang yang memberikan hadiah kepada sahabatnya dan memilih salah seorang di antara istri-istrinya, jilid 6, hlm. 133. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengena keutamaan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, jilid 1, hlm. 135.

[10] Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab: Firman Allah: Dan mengapa kamu tidak berkata di waktu mendengar berita bohong itu. Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini,” jilid 10, hlm. 100.