Kepribadian Wanita: Asma’ binti Abu Bakar Pemllik Dua Ikat Pinggang

1. Sejak Kecil Peduli terhadap Masalah Umum

Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Aku melihat Zaid bin Amru bin Nufail sedang berdiri sambil menyandarkan punggungnya ke Ka’bah. Dia berkata: ‘Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, tidak ada seorang pun dari kalian yang memeluk agama Ibrahim selain diriku. Zaid bin Amru menyelamatkan bayi-bayi perempuan yang biasanya dikubur hidup-hidup.’ Dia berkata kepada orang yang hendak membunuh anak perempuannya: ‘Janganlah kamu bunuh dia. Biarlah aku yang akan mengasuhnya.’ Lalu dia mengambil anak perempuan itu. Setelah anak perempuan itu tumbuh remaja, Zaid bin Amru berkata kepada ayah perempuan itu: ‘Kalau kamu mau, akan aku serahkan putrimu ini kepadamu, dan kalau kamu ingin aku terus mengasuhnya maka akan aku lakukan.'” (HR Bukhari)[1]

2. Berkembang dengan Baik

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa di dalam satu hadits Asma binti Abu Bakar menurut ath-Thabrani disebutkan: “Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang mengunjungi kami sewaktu berada di Mekah dua kali setiap hari, yaitu pada waktu pagi dan sore hari.”[2]

3. Perkawinan Asma dengan Pendukung Setia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Asma binti Abu Bakar berkata: “Az Zubair mengawiniku …” (HR Bukhari dan Muslim)[3]

Dari Jabir, dia berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya: ‘Siapakah yang akan membawa berita kaum itu kepadaku (pada hari Ahzab ini)?’ Zubair menjawab: ‘Saya, wahai Rasulullah.’ Kemudian beliau kembali bertanya: ‘Siapakah yang akan membawa berita kaum itu kepadaku?’ Az Zubair pun kembali menjawab: ‘Saya.’ Setelah itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Sesungguhnya setiap nabi itu mempunyai seorang pendukung yang setia, dan pendukung setiaku adalah Az Zubair.'” Dalam riwayat dari Abdullah ibnu Zubair,[4] Zubair berkata: “Lalu aku berangkat. Ketika aku kembali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengumpulkan untukku kedua orang tuanya.” Lalu Az Zubair berkata: “Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.” (HR Bukhari dan Muslim)[5]

4. Hijrah dan Melahirkan Anak Pertama bagi Kaum Muhajirin

Asma Radhiyallahu ‘Anh mengatakan bahwa ketika mengandung Abdullah ibnu Zubair, dia: “Aku pergi pada saat sudah dekat waktu melahirkan. Sesampainya di Madinah, aku singgah di Quba’ dan melahirkan di sana. Kemudian aku membawa bayiku itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Beliau mengambilnya dan meletakkannya di pangkuan beliau. Kemudian beliau minta kurma, lalu kurma itu beliau kunyah, kemudian beliau ludahkan ke dalam mulut bayiku, sehingga yang pertama sekali masuk ke dalam perut bayiku adalah air liur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Selanjutnya beliau menggosokkan kurma tadi ke tenggorokan bayiku. Kemudian beliau mendoakan dan memberkatinya. Itulah bayi pertama yang dilahirkan dalam Islam (di Madinah dari kaum Muhajirin).” (HR Bukhari dan Muslim)[6]

5. Penuh Perhatian terhadap Rumah Tangga

Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Az Zubair mengawiniku, sementara di dunia ini dia tidak memiliki harta, hamba, atau sesuatu pun selain seekor unta pengangkut air dan seekor kuda. Akulah yang memberi makan kudanya, menimba air, menjahit girbah air yang terbuat dari kulit, dan membuat adonan roti. Tetapi aku tidak bisa membuat roti dengan baik. Yang biasanya membuatkan roti untukku adalah tetangga-tetanggaku, wanita Anshar. Mereka adalah wanita-wanita yang jujur dan tulus. Aku sudah biasa mengangkut biji kurma dari lahan milik Az Zubair –pemberian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam– di atas kepalaku. Jarak tanah Az Zubair itu dari tempatku dua pertiga farsakh (1 farsakh = 3 mil atau 5 km).” (HR Bukhari dan Muslim)[7]

6. Bergaul Harmonis dengan Suami

Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Pada suatu hari aku datang dengan biji kurma di atas kepalaku. Lalu aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diiringi beberapa orang sahabat beliau dari kalangan Anshar. Beliau memanggilku lalu mengucapkan: ‘Ikh … ikh … (ucapan untuk membuat unta menderum).’ Beliau bermaksud memboncengkan aku di belakang beliau. Aku merasa malu berjalan bersama kaum laki-laki, dan aku teringat Az Zubair dan sifat cemburunya. Dia adalah orang yang paling cemburu. Rupanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tahu bahwa aku merasa malu, sehingga beliau berlalu meninggalkanku. Lalu aku datang kepada Az Zubair. Aku berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menemuiku, sementara di atas kepalaku ada biji kurma. Dan bersama beliau ada beberapa orang sahabatnya. Beliau menderumkan untanya untuk aku tunggangi, tetapi aku merasa malu kepada beliau dan aku juga tabu sifat cemburumu.’ Mendengar penuturan Asma itu Az Zubair berkata: ‘Demi Allah, engkau mengangkat biji kurma di atas kepalamu itu lebih berat bagiku daripada kamu menunggang kendaraan bersama beliau.'”

Asma berkata: “Sesudah peristiwa itu Abu Bakar mengirimkan seorang pelayan untukku, sehingga aku tidak repot-repot lagi mengurusi kuda dan seakan-akan Abu Bakar telah membebaskan aku dari berbagai macam urusan.” (HR Bukhari dan Muslim)[8]

Asma berkata: “Seorang laki-laki datang kepadaku, lalu berkata: ‘Wahai Ummu Abdillah, aku adalah seorang yang miskin. Aku ingin berjualan di bawah naungan rumahmu ini.’ Asma berkata: ‘Kalau aku izinkan kepadamu, aku khawatir Az Zubair menolaknya. Karena itu ikutilah aku dan ajukanlah permintaanmu itu kepadaku di hadapan Az Zubair.’ Orang itu mengikuti kata-kata Asma. (Di hadapan Az Zubair) orang itu berkata: ‘Wahai Ummu Abdullah, aku adalah seseorang yang miskin Aku ingin berjualan di bawah naungan rumahmu ini.’ Asma berkata: ‘Apakah kamu tidak menemukan rumah lain di Madinah ini selain rumahku?’ Mendengar pertanyaanAsma itu, Az Zubair berkata kepada Asma: ‘Mengapa kamu melarang orang miskin berjualan?’ Akhirnya orang itu berjualan (di tempat Asma) sehingga dia memperoleh keuntungan …” (HR Muslim)[9]

7. Sifat Wara’ dan Keinginannya untuk Melaksanakan Syari’at Allah

Asma Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki harta selain apa yang diberikan Az Zubair kepadaku. Apakah aku boleh menyedekahkannya?'” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bersedekahlah kamu kikir dan menyimpan harta dalam wadah sehingga Allah pun tidak mau memberikan tambahan karunia rezeki-Nya kepadamu.” (HR Bukhari dan Muslim)[10]

Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Ibuku datang kepadaku, padahal dia masih dalam keadaan musyrik pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Lalu aku meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai masalah ini. Aku bertanya: ‘(Wahai Rasulullah), ibuku datang kepadaku menginginkan (aku berbuat baik kepadanya), apakah aku boleh berhubungan dengannya?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Ya, jalinlah hubungan dengannya!'” (HR Bukhari dan Muslim)[11]

8. Pengorbanan Asma pada Jalan Allah

Asma berkata: “Seorang laki-laki datang kepadaku, lalu berkata: ‘Wahai Ummu Abdillah, aku adalah seorang yang miskin. Aku ingin berjualan di bawah naungan rumahmu.’ … Akhirnya orang itu berjualan sehingga dia mendapatkan keuntungan. Lalu aku menjual seorang budak perempuan kepadanya. Ketika Az Zubair masuk menemuiku, uang penjualan budak perempuan itu ada di tanganku. Maka Az Zubair berkata kepadaku: ‘Berikanlah uang itu kepadaku.’ Asma berkata: ‘Sesungguhnya aku telah menyedekahkan uang itu.'” (HR Muslim)[12]

9. Rajin Beribadah dan Menuntut Ilmu

Asma binti Abu Bakar berkata: “Aku datang menemui Aisyah dan kebetulan dia sedang shalat. Lalu aku bertanya: ‘Ada apa dengan orang-orang?’ Aisyah memberi isyarat ke arah langit –rupanya orang-orang sedang melakukan shalat– lalu dia berkata; ‘Subhanallah!’ Aku bertanya: ‘Apakah itu tanda kebesaran Allah?’ Aisyah kembali memberi isyarat dengan kepalanya yang maksudnya ‘Ya.’ Akhirnya aku pun ikut berdiri (shalat) sampai aku hampir jatuh pingsan.’ Menurut riwayat[13] Muslim dari Jabir: ‘Pada suatu hari yang sangat panas, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat bersama para sahabat. Beliau berdiri lama sekali, sehingga banyak yang jatuh (karena lemah) … Lalu aku menyiramkan air ke atas kepalaku.’ Menurut riwayat Muslim yang lain[14] dari Asma: ‘Beliau berdiri sangat lama, sampai-sampai terpikir olehku untuk duduk saja. Kemudian aku menoleh ke arah seorang perempuan yang sangat lemah. Aku berkata dalam hati: “Wanita ini lebih lemah daripadaku.” Akhirnya aku memutuskan untuk terus berdiri. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ruku dan ruku lama sekali. Setelah itu beliau mengangkat kepala dan kembali berdiri lama, sehingga jika ada orang yang datang, pasti dia menyangka bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum ruku’. Selanjutnya seusai shalat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkotbah, beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya. Kemudian berkata: ‘Tidak satu pun yang pernah aku lihat sebelumnya kecuali telah diperlihatkan kepadaku di tempat ini, sampai surga dan neraka. Telah diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan menerima cobaan di dalam kubur seperti -atau hampir-seperti cobaan Almasih ad-Dajjal.’ Kepadanya akan dikatakan: ‘Apa yang kamu ketahui mengenai laki-laki ini?’ Seorang yang beriman atau yang berkeyakinan (memiliki akidah) akan menjawab: ‘Dia adalah Muhammad, Rasulullah yang datang membawa keterangan-keterangan dan petunjuk, lalu kami memenuhi panggilan Muhammad dan mematuhi perintahnya.’ (Jawaban ini dia ulang tiga kali). Kemudian dikatakan kepadanya: ‘Tidurlah kamu dengan tenang, wahai orang saleh. Kami memang sudah tahu bahwa kamu yakin (beriman) kepadanya.’ Sementara orang munafik ragu-ragu akan menjawab: ‘Aku tidak tahu. Aku mendengar orang-orang mengatakan sesuatu lalu aku ikut pula mengatakan.'” (HR Bukhari dan Muslim)[15]

10. Ilmu dan Kealiman Asma

Muslim al-Qurri, dia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anh mengenai masalah mut’ah ketika orang tengah menunaikan ibadah haji. Tenyata Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anh memperbolehkannya, padahal Ibnu Zubair pernah melarangnya. Karena itu, Ibnu Abbas berkata: ‘Ibunya Ibnu Zubair sendiri yang bercerita bahwa sesungguhnya Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memperbolehkannya. Karena itu temuilah ibu Ibnu Zubair dan tanyakanlah masalah ini kepadanya!’ Muslim al-Qurri berkata: ‘Akhirnya kami pergi menemui ibu Ibnu Zubair. Ternyata dia adalah seorang wanita yang berbadan gemuk dan buta matanya.’ Dia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memang memperbolehkan.'” (HR Muslim)[16]

Abdullah, budak Asma binti Abu Bakar dan dia adalah paman anak Atha, berkata: “Asma menyuruhku menemui Abdullah bin Umar untuk menyampaikan pesan beliau: ‘Telah sampai kepadaku berita bahwa kamu mengharamkan tiga perkara: lukisan pada kain (sulaman sutera), bantal bewarna ungu, dan puasa bulan Rajab seluruhnya.’ Abdullah bin Umar berkata kepadaku: ‘Adapun mengenai puasa bulan Rajab, maka bagaimana dengan seorang yang puasa sepanjang masa. Adapun lukisan pada kain, aku pernah mendengar Umar ibnul Khattab berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda bahwa sesungguhnya yang memakai sutera itu hanyalah orang yang tidak akan mendapat bagian kebaikan kelak di surga.” Jadi aku kawatir lukisan pada kain itu termasuk daripadanya. Sedangkan bantal bewarna merah tua, coba lihat ini bantal Abdullah.’ Ternyata bantal itu bewarna merah tua. Setelah itu kembali menemuia Asma, lalu aku menceritakan jawaban Abdullah bin Umar. Setelah mendengarkan penjelasanku itu Asma berkata: ‘Ini jubah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,’ seraya mengeluarkan dan menunjukkan kepadaku jubah kekaisaran bewarna hijau yang berkerah (leher baju) sutera. Kedua sisi jubah itu disulami dengan benang sutera.’ Asma berkata: ‘Jubah ini dahulunya berada di tangan Aisyah sampai dia meninggal dunia. Setelah meninggal dunia, aku mengambilnya. Dan dulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sering memakainya. Kami mencucinya untuk orang sakit dan menjadikannya sebagai alat penyembuh baginya.'” (HR Muslim)[17]

11. Keberanian dan Ketegasan Asma dalam Memberikan Penjelasan

Abu Naufal berkata: “Suatu hari aku melihat Abdullah bin Zubair berada di jalan masuk kota Mekah dalam keadaan disalib.” Abu Naufah berkata: “Tiba-tiba beberapa orang Quraisy dan lainnya lewat di situ dan berkata: ‘Keselamatan atasmu, wahai Abu Khubaib. Keselamatan atasmu, wahai Abu Khubaib. Demi Allah, aku telah melarangmu dari ini, demi Allah, aku telah melarangmu dari ini, demi Allah, aku telah melarangmu dari ini. Demi Allah, jika dugaanku ternyata benar bahwa kamu adalah orang yang sangat rajin berpuasa, sangat rajin shalat malam, dan suka melakukan silaturrahim, demi Allah sungguh suatu umat di mana engkau adalah yang terburuk dari suatu umat yang terbaik.’ Setelah itu Abdullah bin Umar berlalu. Sikap dan ucapan Abdullah bin Umar itu terdengar oleh Hajjaj. Lantas Hajjaj mengirim seseorang kepada Abdullah bin Zubair untuk menurunkannya dari tiang gantungan dan melemparkannya ke tempat pemakaman orang-orang Yahudi. Setelah itu Hajjaj mengutus seseorang untuk menjemput ibunya, Asma binti Abu Bakar. Tetapi Asma tidak mau menemui Hajjaj. Al-Hajjaj kembali mengutus pembantunya sambil disertai ancaman: ‘Kamu datang menghadapku atau akan aku perintahkan seseorang untuk menyeret rambutmu.’ Tetapi Asma tetap saja tidak mau menemuinya. Dia berkata: ‘Demi Allah, aku tidak akan datang menghadapmu. Silakan kamu menyuruh orang-orangmu untuk menyeret rambutku.’ Mendengar jawaban Asma itu Hajjaj berkata: ‘Bawa ke sini sandalku.’ Hajjaj mengenakan sandalnya lalu berangkat bergegas sampai bertemu dengan Asma. Dia berkata kepada Asma: ‘Bagaimana pendapatmu mengenai apa yang telah aku lakukan terhadap musuh Allah?’ Asma berkata: ‘Aku berpendapat bahwa kamu telah merusak dunianya, sementara dia telah menghancurkan akhiratmu. Telah sampai berita kepadaku bahwa kamu berkata kepadanya: “Wahai putra wanita empunya dua ikat pinggang,” saya, demi Allah, memang mempunyai dua ikat pinggang. Salah satunya aku pergunakan untuk mengikat makanan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar ke kendaraan mereka. Yang satu lagi aku gunakan sebagai ikat pinggang yang tidak mungkin lepas dari seorang wanita. Kemudian, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menceritakan kepada kami bahwa ada seorang pendusta dan seorang perusak. Adapun yang beliau katakan ‘si pendusta’ (yang beliau maksud si pendusta itu adalah Mukhtar bin Abu Ubaid ats-Tsaqafi yang mengaku sebagai nabi) telah kami lihat orangnya. Sementara si ‘perusak/pembunuh’ aku kira tidak ada orang lain selain engkau.’ Abu Naufal berkata: ‘Mendengar jawaban Asma itu Hajjaj segera pergi meninggalkannya tanpa mengemukakan bantahan.'” (HR Muslim)[18]



[1] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: hadits Zaid bin Umar bin Nufail, jilid 8, hlm. 145.

[2] Fathul Bari, jilid 8, hlm. 235.

[3] Bukhari,Kitab: Nikah, Bab: Cemburu, jilid 11, hlm. 234. Muslim, Kitab: Salam, Bab: Boleh memboncengkan wanita ajnabi yang kepayahan di jalan, jilid 7, hlm. 11.

[4]  Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Manaqib Zubair bin Awwam, jilid 8, hlm. 82. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Abu Thalhah dan Zubair r.a., jilid 7, hlm. 128.

[5] Bukhari, Kitab: Jihad dan peperangan, Bab: Keutamaan pasukan pendahulu, jilid 6, hlm. 393. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan Thalhah dan Zubair, jilid 7, hlm. 127.

[6] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Hijrah Nabi saw. dan para sahabatnya ke Madinah, jilid 8, hlm. 249. Muslim, Kitab: Adab, Bab: Disunnahkan mentahkik bayi yang baru lahir dan membawanya kepada orang saleh untuk melakukan hal itu, jilid 6, hlm. 175.

[7] Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Cemburu, jilid 11, hlm. 234. Muslim, Kitab: Salam, Bab: Boleh memboncengkan wanita ajnabi yang kepayahan di jalan, jilid 7, hlm. 11

[8] ibid

[9] Muslim, Kitab: Salam, Bab: Boleh memboncengkan wanita ajnabi yang kepayahan di jalan, jilid 7, hlm. 12.

[10] Bukhari, Kitab: Hibah, keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya, Bab: Hibah seorang wanita kepada selain suaminya, jilid 6, hlm. 145. Musum, Kitab: Zakat, Bab: Anjuran memberikan nafkah dan makruh menghitung-hitung, jilid 3, hlm. 92.

[11] Bukhari, Kitab: Hibah, keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya, Bab: Hadiah untuk orang musyrik, jilid 6, hlm. 161. Muslim, Kitab: Zakat, Bab: Keutaman memberikan natkah dan sedekah kepada karib kerabat, jilid 3, hlm. 81.

[12] Muslim, Kitab: Salam, Bab: Boleh memboncengkan wanita ajnabi yang kepayahan di jalan, jilid 7, hlm. 12.

[13] Muslim, Kitab: Shalat gerhana, Bab: Apa yang diperlihatkan kepada Nabi saw. mengenai masalah surga dan neraka sewaktu melaksanakan shalat gerhana, jilid 3, hlm 30.

[14]  ibid, jilid 3, hlm. 32.

[15] Bukhari, Kitab: Ilmu, Bab: Orang yang menjawab fatwa dengan isyarat tangan dan kepala, jilid 1, hlm. 192. Muslim, Kitab: Shalat gerhana, Bab: Apa yang diperlihatkan kepada Nabi saw. mengenai masalah surga dan neraka sewaktu melakukan shalat gerhana, jilid 3, hlm. 32.

[16] Muslim, Kitab: Haji, Bab: Mengenai bermut’ah dalam haji jilid 4, hlm. 55.

[17] Muslim, Kitab: Pakaian dan perhiasan, Bab: Haram menggunakan wadah yang terbuat dari emas dan perak bagi pria dan wanita, haram cincin emas dan sutera bagi pria tetapi boleh bagi wanita, jilid 6, hlm. 131-140.

[18] Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai Tsaqif yang tukang dusta dan perusak, jilid 7, hlm. 190.