Kelemahan
Kita sekarang berada di hadapan sebuah kekuatan adidaya yang begitu pongah dengan kedigdayaannya. Dia memperbudak bangsa-bangsa lain dan menjadikan mereka sebagai anjing-anjing pelayan, namun juga di hadapan sebuah umat yang mulia dan luhur yang kini diperbudak oleh kekuatan adidaya Thaghut itu. Akan tetapi Allah Subhanahahu wa Ta’ala hendak mengembalikan kemerdekaan dan kehormatan umat itu yang lama terampas, mengembalikan kejayaan dan wibawa umat itu yang lama hilang. Maka kerlap, pertama dari fajar kemerdekaan umat itu adalah terbitnya mentari pemimpin agung mereka, Musa, menyinari semesta, sebagai bayi yang masih menyusu,
“Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi, dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi…” (Al Qashash: 3-6)
Kepemimpinan
Sekarang kita berada di hadapan sang pemimpin yang mulai dewasa dan matang. Ia tumbuh besar di bawah bimbingan llahi, jiwanya memberontak pada semua bentuk tirani dan jijik melihat setiap kediktatoran. Maka ia pun pergi membawa diri dan kebebasannya di mana kelak Allah menumbuhkannya sebagai pembawa risalah-Nya, menjadikannya sebagai tumpuan harapan pembebasan bangsanya. Lalu kembalilah sang pemimpin dengan penuh dan iman dan keyakinan, bersiap menghadap sang tiran besar. Dengarlah, ia datang menuntut agar sang tiran besar itu segera mengembalikan kebebasan dan kehormatan bangsanya, beriman kepadanya dan mengikuti risalah yang dia emban.
Sebuah sindiran yang begitu pedas diriwayatkan Al Quran Suci dari lisan sang Rasul yang agung dengan amat indahnya,
“Itulah budi baik yang engkau limpahkan padaku, bahwa engkau telah memperbudak Bani Israel.” (Asy Syu’ara: 22)
“Wahai tiran besar yang pongah, yang hendak menguasai hamba Allah (bukan hambamu), apa yang kamu sebut-sebut sebagai budi baik yang telah kamu limpahkan padaku itu, adalah bahwa kamu telah memperbudak, melecehkan, dan menghinadina bangsaku?” Itulah auman kebenaran yang menggelegar dari mulut sang Nabi yang mulia, maka kemudian tergoncanglah singgasana kerajaan sang tiran: Maka datanglah kamu berdua kepada Fir’aun dan katakanlah olehmu, “Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam.” Fir’aun menjawab, “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas budi.” Berkata Musa, “Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhan memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul.” (Asy Syu’ara: 16-21)
Pertarungan
Kini kita menyaksikan amarah dan angkara murka kekuatan tirani atas kebenaran. Ia meronta memberontak, membalas dendamnya, menyiksa para pendukung kebenaran. Lalu kita juga menyaksikan bagaimana pendukung kebenaran itu bersabar, dan bagaimana para pemimpin mereka menjauhkan mereka dari mimpi-mimpi manis agar kelemahan tak menemukan jalan menuju hati mereka.
Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun), “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?” Fir’aun menjawab, “Akan kita bunuh anak-anak laki-laki Mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka.” Musa berkata kepada kaumnya, “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah: sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah ‘ dipusakakannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hambahamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al A’raf: 127 – 128).
Iman
Alangkah indahnya menyaksikan teladan abadi itu, dari para pengikut sang pemimpin itu, yang dakwahnya telah mereka imam; tentang keteguhan dan kesabaran, ketegaran memegang tali kebenaran, peremehan kepada apa saja, bahkan hidup itu sendiri demi iman dan aqidah. Begitulah mereka maju menentang sang tiran besar dengan jantan dan penuh percaya diri,
“Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu kamu hanya dapat memutuskan pada kehidupan dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami , agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihr yang telah kamu paksakan kepada kami. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (adzab-Nya).” (Thaha: 72-73)
Kemenangan
Setelah itu, kini kita menyaksikan babak kelima dari kisah itu. Tahukah anda, apa itu? Kesuksesan, keberuntungan, kemenangan dan berita gembira menghamburi orangorang tertindas itu. Ia adalah mimpi yang telah menjadi kenyataan di depan mata para pemimpi. Ia adalah gaung kebenaran yang nyata, yang gemuruhnya membahana di segenap sudut mayapada,
“Wahai Bani Israel, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuhmu.” (Thaha: 80)