Kunci Memahami Dakwah Ikhwanul Muslimin (2)

Umat Islam sangat membutuhkan penyucian ilmu-ilmu keislamannya dari beragam noda yang mengotorinya sepanjang masa. Bersamaan dengan itu, mereka juga membutuhkan pandangan global terhadap masalah-masalah Islam dan kaum muslimin. Ustadz Hasan Al-Banna –dengan taufik  dari Allah subhanahu wa ta’ala—telah melakukan semua itu dan Jamaah pun telah memainkan perannya dalam masalah ini. Dengan memahami berbagai sisi ini, pada hakikatnya kita telah memahami salah satu kunci dakwah Ikhwanul Muslimin dan permasalahannya.

1.    Semua partai –dimanapun mereka – pasti memiliki tujuan, sarana, strategi, sistem pengajaran dan pendidikan, prinsip-prinsip organisasi, undang-undang, khittah, dan berbagai tata aturan lainnya. Ikhwanul Muslimin yang mendapat kehormatan untuk mengibarkan panji hizbullah (partai Allah) memiliki semua itu. Hanya saja, yang membedakan Ikhwan dan partai-partai politik lainnya adalah bahwa ia (Ikhwan) adalah muslim, kepada Islamlah ia bersandar, terhadap Islam ia berkomitmen, dan dari Islam ia bertitik tolak. Jika banyak kaum muslimin tidak mengetahui bahwa dalam Islam terdapat semua itu, justru Ikhwanul Muslimin memahaminya dari ayat Allah:

“Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu, petunjuk, rahmat, dan kegembiraan bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89)

Dari ayat ini, Ikhwanul Muslimin memahami bahwa dalam Islam terdapat ini semua; tujuan harus Islam, sarana harus islami, khittahnya islami, sistemnya islami, kaidah-kaidah institusinya islami, undang-undang dan peraturannya juga islami. Demikianlah Ikhwan dalam segala urusannya. Dengan itulah Ikhwanul Muslimin memiliki ciri khasnya. Ia ingin menjadi hizbullah dan tentara-Nya yang sejati.

2.    Pendapat para mujtahid –setelah menggali kandungan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan berdasar pada kaidah-kaidah ushuliyah yang berlaku – menganggap bahwa Ikhwan adalah jamaah yang masuk dalam wilayah syariat Islam. Apabila dalam satu usulan muncul pendapat yang beragam, maka umat Islam, negara Islam, dan pemimpinnya, harus memberi banyak pilihan. Para ulama mengatakan, “Imam kaum muslimin harus memilih satu di antara berbagai pendapat dalam masalah fiqih kemudian menetapkan pemberlakuannya. Tentu saja pilihan itu harus berdasarkan pada kemaslahatan yang lebih utama.”

Pendapat yang beragam terhadap satu persoalan menjadikan daulah Islam berhadapan dengan berbagai pilihan, yang dapat disesuaikan dengan waktu dan tempat. Ikhwanul Muslimin berpegang teguh kepada prinsip ini dalam undang-undangnya untuk dapat mewujudkan kemaslahatan baik di tingkat regional maupun internasional, dengan tetap menjadikan fatwa itu sebagai hal yang memuaskan individu.

Untuk menjelaskan hal ini, bisa dipaparkan sebuah contoh tentang sikap terhadap ahlu dzimmah (orang nonmuslim yang menjadi warga dalam Daulah Islam). Dalam urusan ini kita jumpai banyak pendapat ulama. Sebagian di antaranya ada yang sangat ketat, namun sebagian yang lain lebih lunak dan lebih luas cara pandangnya. Pada masa kini, boleh jadi yang paling pas adalah pandangan yang luas agar kita tidak dihujat dan ditentang oleh opini umum, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional. Dengan penerapan cara yang serupa ini, Ikhwan pada hakikatnya menegakkan komitmen kepada Islam sekaligus mengakomodasi kepentingan zaman dengan jangkauan operasional seluas mungkin.

3.    Memelihara opini umum, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional, merupakan salah satu prinsip Islam. Ikhwanul Muslimin berpijak kepadanya dan memberikan ruang lingkup yang secukupnya untuk dapat memahaminya dengan benar. Kita memelihara opini umum pada hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan dalam batas-batas yang tidak mengakibatkkan ternodainya. Jika opini umum itu bertentangan atau justru akan menodai syariat, maka tidak ada perlindungan terhadapnya. Allah berfirman:

“Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak (merasa) takut terhadap celaan orang yang suka mencela.” (QS. Al-Maidah : 54)

Prinsip dasar yang kita pegang berkaitan dengan opini umum dalam batas yang kita sebutkan di muka adalah apa yang disabdakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Fathu Makkah. Beliau berkata kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha “Kalaulah bukan karena kaummu baru saja meninggalkan kejahiliyahannya, niscaya kuruntuhkan Ka’bah ini dan kubangun atas kaidah (petilasan, Jawa) Nabi Ibrahim.” Di sinilah Rasulullah memelihara opini umum selama tidak berakibat pada rusaknya suatu amal.

4.    Ada dua hal yang dapat berkaitan dengan hal-hal yang dijadikan sebagai pegangan oleh Ikhwan.

Pertama, ia harus dibenarkan oleh syariat.

Kedua, ia harus sebanding  dengan senjata musuh dan dapat mencapai tujuan. Penelitian harus dihadapi dengan penelitian, institusi harus dihadapi dengan institusi, penerbitan harus dihadapi dengan penerbitan, dan slogan harus dihadapi dengan slogan. Tujuan-tujuan regional memerlukan sarana-sarana yang sesuai dengannya. Demikian pula dengan tujuan internasional, ia pun membutuhkan sarana-sarana yang pas dengan apa yang ingin dicapainya. Semua itu harus dilihat dalam perspektif ajaran Islam. Prinsip dasar yang menjadi pegangan Ikhwan amat jelas didapatkan dalam kehidupan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menghadapi syair dengan syair, pidato dengan pidato, dan perang dengan perang.

5.    Prinsip yang menjadi pegangan Ikhwan dalam kaitan politik luar negeri adalah prinsip maslahah dengan maslahah. Jika ada seseorang yang ingin berhubungan dengan kita atas dasar maslahah namun ditukar dengan prinsip, maka kita tolak. Meski demikian, kita siap menanggung kerugian yang banyak demi tersebarnya Islam.

Prinsip lain yang menjadi acuan dalam politik luar negeri adalah pergaulan dengan prinsip adil sama adil. Namun demikian, bisa saja kita berkompromi demi kepentingan Islam. Dalam hubungan luar negeri ini atau hubungan dengan lembaga-lembaga internasional, kita akan tetap komitmen dengan Islam. Jika kita menerima suatu diktum umum, kita tetap melindungi diri dengan interpretasi islami pada diktum itu. Misalnya, kita bergabung dalam struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), maka kita tetap melindungi diri dengan melakukan interpretasi diktum-diktum dan dokumentasinya dengan interpretasi Islam. Kita tidak mau menerapkannya kecuali jika sesuai dengan Islam dan kita menolaknya jika bertentangan dengan Islam.

6.    Dalam perjalanannya menuju sebuah wilayah Islam bersatu, tidak terlintas dalam hati Ikhwan untuk menjadikan berbagai wilayah ini saling mendominasi sesamanya, namun setiap wilayah hendaknya memilih undang-undangnya, institusinya, dan persoalannya sendiri yang ditetapkan nanti berdasarkan mazhab fiqih atau ushul fiqih yang menjadi pegangan bagi penduduk wilayah bersangkutan, seperti bahasa nasional dan tradisi masing-masing wilayah, selama masih dibenarkan oleh syariat. Setelah itu mereka dibiarkan untuk menentukan warna undang-undangnya yang cocok buat mereka. Semua ini tidak diatur dalam kaidah yang satu. Namun demikian, semua wilayah pemerintahan Islam harus tunduk kepada kekuasaan amirul mukminin dan seluruh perangkat pemerintah pusat dalam perspektif undang-undang yang berlaku.

7.    Dalam Islam, ada hukum yang dapat berubah mengikuti perubahan masa. Akan tetapi perubahan ini terikat dengan kaidah-kaidah perubahan dalam perspektif Islam itu sendiri. Oleh karena itu Ikhwanul Muslimin ingin agar semua ini menjadi jelas dan ingin menjelaskannya kepada semua orang.

Masa kini, perjalanan kaum muslimin menuju sebuah permintaan Islam yang satu mengajarkan bahwa kaum muslimin di berbagai negara tidak mungkin dapat diatur dengan sistem tunggal. Oleh karena itu, setiap negara harus mempunyai sistem, khittah, dan pemimpinnya sendiri. Setiap pemimpin harus memiliki inisiatif dan rencana sendiri yang sesuai dengan wilayahnya. Koordinasi dan pengawasan dari pusat harus dilakukan. Untuk mengatur semua itu harus ada sistem sentralisasi untuk urusan global dan desentralisasi untuk urusan detailnya. Sebagai prinsip umum, pemimpin pusat harus memberi, membantu, memperkuat dan membimbing pemimpin di daerah, tanpa harus menyia-nyiakan potensinya.