Manhaj Aqidah dan Fiqih Ikhwanul Muslimin

Manhaj aqidah Ikhwan adalah manhaj salafi murni tanpa kesamaran sedikitpun. Ini jelas terlihat melalui perkataan Syaikh Hasan Al Banna -rahimahullah- dalam Al Ushul Al ‘Isyrin : “Setiap orang dapat diambil perkataannya dan ditinggalkan kecuali Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang ma’shum  (terlindung dari kesalahan). Dan semua yang datang dari para salaf -ridhwanullah alaihim- bila sesuai dengan Al Quran dan sunnah kami menerimanya. Namun bila tidak sesuai maka Al Quran dan sunnah Rasulullah lebih kami utamakan untuk diikuti. Namun kami tidak akan melontarkan tuduhan dan kritikan terhadap pribadi yang berselisih dalam hal ini.”

Dalam hal ini, Syaikh Sa’id Hawwa memberi catatan : “Tidak ada ‘ishmah menurut ahlul haq kecuali Al Quran dan sunnah. Karenanya kesalahan yang terjadi selain dari keduanya adalah masalah yang mungkin terjadi. Selanjutnya, pendapat yang dilontarkan oleh seseorang, setelah Allah dan rasul-Nya, dapat diambil atau ditolak. Termasuk dalam hal ini pendapat para salaf dan para imam. Kami menolak setiap perkataan yang berlawanan dengan Al Quran dan sunnah, siapapun yang mengatakannya.”

Demikianlah, berkata Ustadz Hasan Al Banna -rahimahullah- dalam prinsip ke sembilan:

“Setiap masalah yang tidak didasari dengan amal perbuatan, maka mendalami masalah tersebut termasuk takalluf (memberat-beratkan) yang dilarang oleh syari’at. Termasuk mendalami masalah-masalah cabang (far’iyat) terhadap ketentuan hukum yang belum terjadi.”

Syaikh Sa’id Hawwa rahimahullah mengatakan:[1]

“Adab para shahabat radhiallahu’anhum adalah, mereka tidak menanyakan sesuatu yang belum terjadi. Bila terjadi sesuatu, baru mereka mencari hukum Allah tentang hal tersebut. Umar radhiallhu‘anhu pemah marah pada seorang yang menanyakan sesuatu yang belum terjadi, sebagaimana diriwayatkan Ad Darimi.

Ada beberapa masalah termasuk bab aqidah yang kita tidak diperintahkan untuk membahasnya. Ada masalah yang termasuk bab fiqh dan kita atau kaum muslimin tidak memerlukannya. Ada pula masalah yang tidak termasuk bab akhlaq, tidak disebutkan oleh Al Quran dan sunnah, serta bukan merupakan sesuatu keharusan dalam urusan dunia dan din. Waktu kita tidak perlu disibukkan terhadap masalah-masalah seperti ini. Karena hal tersebut tidak lain hanya melelahkan jiwa dan akal, serta menyia-nyiakan waktu tanpa manfaat. Bahkan bisa jadi, termasuk dalam akhlaq tercela dari akhlaq mutafashihin  (berlebihan dalam kefasihan), mutaqarri’in (berlebihan dalam membaca), mutafaqqihin  (berlebihan dalam pemahaman fiqih), yang semuanya termasuk takalluf yang dilarang oleh syari’at. Al1ah Subhanahu wa Ta’ala. berfirman,

“Katakanlah (hai Muhammad): “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang yang mengada-ada.” (QS Shad: 86)

Untuk menjelaskan manhaj Ikhwan dalam hal ini, harus disebutkan dulu sebagian rincian masalah dalam manhaj fiqh.



[1] Afaqu At Ta’lim, Sa’id Hawwa.