Suatu hari, di hadapan panglima Rustum. Para penasihat Panglima Rustum telah membuat gapura pendek. Tujuannya jelas, agar panglima Muslim, Ribi bin Amir terpaksa menghadap kepada Rustum dengan cara membungkuk. Ini cara lain untuk membuat kehinaan. Namun, apa yang membuat Ribi bin Amir tidak langsung saja maju kehadapan Panglima Rustum dengan membungkukkan kepala? Hanya dalam hitungan detik, Ribi memutar tubuhnya dan membungkuk, akibatnya sangat fatal bagi Rustum. Ribi bin Amir telah datang dan benar-benar membungkuk, namun mendahulukan bagian belakang tubuhnya. Sebagai kisah mungkin hal ini masih dapat diperdebatkan, namun ribuan fakta masa kini dan masa lalu serta masa depan, insyaAllah, menunjukkan bahwa hal semacam itu bukan barang yang langka di dunia ini.
Inilah kasus tuan makan senjata. Jangan coba-coba memberi hina kepada pemilik izzah, karena ia akan balik mengembalikan hina kepada penghinanya tanpa delik hukum. Yang lahir dalam badai tak takutkan raungan angin. Yang selalu menggenggam api jangan ancam dengan percikan air.
Tanpa izzah imaniyah, sukar membayangkan seorang Sayyid Quthb menggoreskan bait-bait tegar yang kerap dilantunkan anak-anak muda di hampir seluruh dunia.
Saudaraku, engkau merdeka di balik penjara
Saudaraku, engkau merdeka dihimpit belenggu
Bila kepada Allah engkau berjaga
Makar musuh takkan dapat mencederaimu
Setelah penat tak menemukan bukti kesalahan yaang ditimpakan kepadanya, suatu saat pihak kejaksaan yang memeriksa Sayyid Quthb menyodorkan selembar surat pengakuan dosa, seraya permohonan maaf yang mereka minta agar ditandatangani Sayyid. Apa jawab Sayyid Quthb?
“Jari telunjukku yang setiap hari bersaksi akan keesaan Allah, terlalu hina untuk mau menulis suatu pengakuan yang tak pernah aku lakukan. Bila aku dihukum secara benar, aku rela dihukum dengan hukum kebenaran. Bila vonis dijatuhkan secara bathil, aku terlalu hina untuk meminta belas kasih dari (pemerintah) yang bathil.”
Dalam belantara perjuangan Islam, mudah menemukan suatu gerakan yang lincah melangkah, cepat berkembang, dan inovatif dalam keaslian (ashalah). Demikian halnya kita masih dapat menemukan gerakan yang konsisten dalam keasliannya namun tidak otomatis lincah bergerak, cepat berkembang, dan inovatif dalam gagasan. Semoga ini tidak ada hubungannya dengan hal keterasingan (ghurbah) dan orang-orang ghuroba di akhir zaman. Kita hanya tahu dari pendakwah agung, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam adab-adab dan kiat-kiat dakwah, yang dengannya jaminan-jaminan keberhasilan menjadi lebih nyata. Ia tidak berkaitan dengan kapan itu akhir zaman, kecuali sedikit isyarat yang lepas dari angka tahun, bulan, atau tanggal.
Keajaiban sejarah
Ajaib cara Allah mendesain sejarah untuk mereka yang tanggap akan isyaratnya. Semoga ibunda Nabi Musa as tetap teguh hati melaksanakan perintah Allah untuk melarung bayinya, seandainya pun ia diberi tahu anak sejarah ini akan menerobos sejak dini hari ke sarang musuhnya di istananya: Fir’aun laknatullah ‘alaihi. Kisah keyakinan dan keteguhan ini juga berlalu ketika Ibrahim alaihissalam tak lagi peduli bagaimana ia meninggalkan bayinya yang baru lahir ke dunia di kesenjangan usia yang menginjak tahun ke-85 dan merelakan istrinya yang sangat dikasihinya. Ia cuma punya satu pilihan, meninggalkan mereka di lembah yang tak bertanamkan di sisi rumah-Nya yang dimuliakan (QS. Ibrahim:37). Selebihnya adalah sebuah blueprint yang tak pernah terlawan. Jalan-jalan kemenangan yang otak picik menganggapnya sebagai jalan zigzag dan adegan yang menegangkan. Kisah nabi Nuh alaihissalam bukan hanya sekadar yakin dakwahnya akan nampak melawan arus, bahkan tercermin dari kelakuannya yang membangun bahtera di dataran tinggi. Ia pun mampu menjawab dengan penuh yakin: “Bila kini kalian mengolok-olok kami, kamipun kelak akan mengolok-olok kalian sebagaimana kalian hari ini mengolok-olok kami.” (QS. Hud:38). Jauh sebelum segalanya menjadi terang dan banjir masih lama lagi datang.
Menahem Begin, teroris, dan mantan Perdana Menteri Israel, sengaja datang hari Jumat untuk mengikuti acara pemakaman presiden Anwar Sadat. Konon ia rela tidur di tenda pasukan pengaman presiden, padahal jarak tanah rampasan tempat tinggalnya dengan pemakaman dapat dijangkau dalam beberapa menit. Pasalnya orang Yahudi tidak boleh naik kendaraan pada hari Sabtu. Beberapa negarawan Yahudi berjalan beberapa mil, waktu pemakaman salah seorang sahabat mereka, karena hari sabtu itu mereka tidak boleh naik kendaraan, menyalakan lampu dan larangan-larangan lainnya. Orang-orang Yahudi itu tidak nyaman bila tidak komitmen dengan ajaran keyahudiannya . Harusnya semua ini menjadi cermin bagi sejumlah kalangan yang merasa tak nyaman memenuhi komitmen keislaman dan lebih bangga dengan predikat lainnya.
The Man Behind The Gun
Ajaib umat yang punya kitab sempurna, tak bisa dirusak oleh kebathilan dari arah manapun datangnya. Mengapa begitu terpuruk citranya oleh para penganutnya. Kecuali pada momen-momen kekerasan yang dilakukan terhadap ummat, selebihnya militansi adalah sesuatu yang naif, tabu dan sia-sia. Krisis keyakinan telah melanda, diawali dengan krisis informasi, krisis ilmu. Yang berilmu juga terkikis kemauannya berjuang oleh keberuntungan kegagalan pribadi dalam mengaplikasikan nilai-nilai islam, maupun kegagalan kolektif oleh kebutaan kolektif akan panduan, dan keputusasaan kolektif akan kembalinya Izzul Islam wal Muslimin. Inilah su’uzhan (buruk sangka) kepada Allah yang telah begitu parah.
Alkisah, suatu hari Khalifah II Umar bin Khattab ingin melihat pedang seorang mujahid legendaris yang pedangnya bagaikan baling-baling yang mencukur habis kepala-kepala musuh. Setelah sejenak memandangi, ia kembalikan pedang itu. “Bagaimana kesan Khalifah melihat pedangku?” tanya si empunya pedang.
“Beliau tidak nampak kagum,” jawab si pembawa pedang.
Suatu hari pemilik pedang itu mengirim surat kepada Umar. “Demikianlah pedang yang Anda sudah dengar beritanya, Wahai Amirul Mukminin, hanya sayang saya tidak dapat mengirimkan pedang itu dengan tangan yaang menggerakkannya.”Hari ini pengaruh kemudahan dan fasilitas pemanjaan telah melenakan banyak kalangan. Bukan salah teknologi dan iptek atau salah bunda mengandung, melainkan ketidakmampuan jiwa untuk memberontak dari belenggu nafsu dan kelemahan diri. Padahal sejarah tak pernah dibangun kecuali oleh tangan dan hati orang-orang yang yakin. Bukan soal haq atau batil, tetapi buah keyakinan itu tumbuh dari akar dan batang yang sehat dan kuat. Dengan keyakinan yang teguh, langkah yang mantab di atas bimbingan wahyu, dan semangat sabar berkurban, bangsa arab yang tidak perah dikenal dalam peta dunia dan tak dilirik oleh penjajah manapun itu, akhirnya menjadi guru dunia yang arif, bijak, dan adil.