Mengapa Fenomena Alam Disebut di Dalam Al Quran?

Al Qur’an telah menyebutkan tentang langit dan bumi, matahari, bulan, awan, hujan, tumbuh-tumbuhan, binatang, keajaiban ciptaan, misteri semua unsur, dan ain-lain. Apakah Al Quran dengan hal-hal tersebut ingin mengadakan penelitian ilmiah, sehingga para pembaca dapat mengetahui hakikat, eksistensi, unsur-unsur dan bagian-bagiannya? Dan menjelaskan sistem dan karakteristiknya? Serta membukakan misteri keajaiban dan hakikat aturan peredarannya? Ataukah untuk tujuan lain selain tujuan penelitian ilmiah dan mengarahkan penelitian kepada masa dan kesempatan ketika akal manusia siap untuk melakukan perenungan terhadapnya?

Tidak diragukan lagi bahwa Al Quran bukanlah buku astronomi, bukan buku biologi, bukan kimia, arsitektur, dan bukan buku yang berhubungan dengan ilmu alam. Akan tetapi, ia adalah kitab petunjuk dan pembersihan bagi jiwa manusia, meningkatkan kesempurnaan yang cocok dengan keindahannya, penjelasan-enjelasan penguatan hubungan antara Sang Khalik dengan makhluk-Nya, penetapan hak dan kewajiban, pembeda antara mashlahat dan mudarat di dalam hal-hal yang diperintahkan dan dilarang yang mengantarkan kepada puncak kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sekalipun banyak disinggung tentang rincian-rincian ilmu alam dan keajaiban sistem yang dijalankan oleh makhluk.

Al Quran mengungkap tentang fenomena alam karena beberapa hikmah, antara lain:

Jika Al Quran membahas hakikat ilmu pengetahuan alam,maka akal manusia akan mengalami stagnasi  dalam kemerdekaan berfikir. Dengan demikian, tidak ada bedanya antara ulama dengan orang awam atau orang bodoh. Manusia sama dalam kemampuannya. Kemanusiaan tidak akan menyisakan kecuali satu generasi yang sama, hingga kemudian terjadilah kehancuran

Tabiat pertumbuhan dan perkembangan akal manusia tidak akan dapat menerima loncatan ini, akan tetapi memerlukan tahapan-tahapan dalam memahaminya. Asal mulanya dalam kondisi lemah tidak dapat mengetahui alam sekitarnya, kemudian berkembang menjadi akal yang sempurna. Maka kemudian sampai pada kekuatan puncak. Dan, dapat mencerna ilmu pengetahuan sesuai dengan kekuatannya. Jika Anda memaksanya ketika masa kanak-kanak kondisi lemahnya dengan sesuatu yang tidak dapat dipahaminya, Anda telah menyiksanya dan menyesatkannya. Dan Anda telah menjerumuskannya ke dalam jurang fitnah dan keraguan. Coba bayangkan, jika ada anak kecil bertanya kepadamu tentang hukum arus listrik; bagaimana ia muncul, mengalir dengan energi besar dapat menimbulkan cahaya lampu yang terang, baik dari jarak jauh mmaupun dekat? Atau ia bertanya tentang bulan; bagaimana proses perubahannya dari hilal kemudian menjadi purnama kemudian kembali lagi dari sempurnaberkurang sampai bentuk dan sinarnya menghilang perlahan-lahan? Atau, ia bertanya tentang uap-uap di langit yang mengandung air dan dapat menimbulkan hujan? Bisakah Anda menjelaskan kepada anak kecil itu dengan teori-teori yang belum dapat dipahaminya?

Demikian halnya dengan pertumbuhan dan perkembangan akal manusia. Kualitas dan kesempurnannya tergantung ilmu dan pengalaman baru yang diperoleh. Dan Al-Quran adalah  buku seluruh zaman, seluruh umat dan semua akal,menyoroti masalah-masalah ilmu alam disesuaikan dengan pengetahuan akal ini. Kemudian mempersilahkan kemajuan bepikir untuk meneliti dan menemukan keajaiban-keajaiban sesuai dengan aturan pertumbuhannya. Ini adalah adab Islam dalam belajar dan salah satu sunnahnya dalam memberi petunjuk kepada manusia dengan sesuatu yang diketahuinya. Al-Bukhâri telah meriwayatkan dari ‘Ali r.a.:”Berbicaralah dengan manusia dengan sesuatu yang diketahuinya, dan kalian tidak ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan” Dan Muslim telah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia berkata:”Kamu telah berbicara dengan suatu kaum dengan pembicaraan yang tidak dapat dicerna oleh akal mereka kecuali akan timbul fitnah dari beberapa orang di antara mereka.”

Oleh karena itu, kita dapat memahami rahasia dibalik jawaban Al Quran kepada para penanya tentang bulan. Al Qur’an memalingkan pertanyaan dan mengalihkan setiap pandangan mereka kepada manfaatnya”

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS Al Baqarah [2] : 189)

Jika Al Quran membahas masalah ini secara detail dan terperinci, justru akan mengakibatkan kesukaran menghafalnya. Waktu yang lama akan berlaku tanpa dapat memahami, turunnya atau ilmu pengetahuannya. Di samping itu, manusia akan melalaikan petunjuknya, sebab kebanyakan bicara atau akan sedikit demi sedikit melupakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memudahkan Al Quran agar dapat dengan mudah diingat dan lebih mendekati kepada yang dimaksud serta lebih mudah untuk mengamalkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al Qamar [54] : 17)

Inilah beberapa hikmah penjelasan Al Quran terhadap hakikat ilmu-ilmu alam dengan terperinci. Kemudian membiarkan akal manusia melakukan penelitian sampai mencapai puncak keberhasilan dan dapat merasakan kelezatan ilmu pengetahuan dan usahanya. Sebenarnya, ada hikmah-hikmah lain, namun kami tidak ingin membahasanya secara panjang lebar. Cukup bagi kita untuk menggantungkan kepada sesuatu yang baik dan bermanfaat serta membicarakan tentang rahasia-rahasia Kitab Allah yang luas.

Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa Al Quran menyebutkan fenomena alam kepada manusia di beberapa tempat dengan satu tujuan, yaitu untuk ibrah dan pelajaran, serta mengarahkan akal dan hat kepada keindahan dan keajaiban alam sebagai ciptaan Yang Mahasempurna. Al Quran mencantumkan fenomena tersebut agar menjadi jalan untuk ma’rifat al-khâlik dan beriman kepada-Nya. Pada kesempatan yang lain, kita mendapatkan bahwa penyebutan ciptaan-ciptaan ini dan anjuran untuk merenungkannya serta penjelasan kedudukan ulama yang tinggi—semua ini akan mendorong seorang mukmin untuk terus belajar dan mencari rahasia di balik alam raya yang menakjubkan ini.

Hakikat ilmu alam kadang-kadang disebutkan secara implisit di dalam Al Quran, yang hanya dapat dipahami oleh akal-akal tertentu dan oleh orang-orang yang cerdas. Padahal, ayat-ayat yang mengisyaratkan ilmu tersebut dibacakan oleh seorang yang tidak bisa membaca dan menulis (ummî), Muhammad Saw. Dia belum pernah belajar di sekolah formal manapun, dan juga belum pernah kuliah di sebuah universitas. Fenomena tersebut disebut di dalam Al Quran, misalnya mengenai hukum perkawinan tumbuh-tumbuhan; “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS Al Hijr [15] ;22). Dan penyebutan hukum ukuran: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS Al Qamar [54] : 49). Dan penyebutan tentang hukum-hukum alam yang lain.

Yang menakjubkan dalam Al Quran adalah ketika memaparkan tentang alam menggunakan kalimat-kalimat yang menakjubkan dan menantang. Hal ini sesuai dengan fitrah manusia dan telah terbantahkan dengan teori-teori filsafat. Al Quran adalah perpaduan antara syair dan mantik, suntikan gizi bagi emosi dan akal. Meningkatkan kualitas perasaan dan berpikir. Menguasai keinginan dan dapat dimanfaatkan pengaruh dan kemuliannya oleh siapapun. Semua ini adalah rahasia kemukjizatan Al Quran yang membedakan antara Kalam Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui dengan perkataan makhluk yang lemah.

Coba Anda baca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini:

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS Al An’am [6] : 125)

Niscaya akan tergambar di dalam setiap jiwa makna fitrah danmudah dipahami. Dan tergambar orang yang sesat seperti orang yang kepayahan dengan nafas terengah-engah danmedali hatinya terputus, karena membaa beban kesesatan yang sangat berat. Dia diumpamakan seperti orang yang memanjat langit.

Ayat di atas, dengan makna fitrinya, telah berbicara tentang jiwa biasa yang ingin disesatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala Namun, pada sisi lain, ayat tersebut juga membahas tentang sesuatu yang menyentuh jiwa ilmiah dengan makna kauni (alami) yang dikuatkan dengan sebuah penelitian ilmiah, yaitu perbedaan lapisan udara yang dirasakan oleh orang ketika menembus ruang angkasa dan hilang unsur oksigen setelah melewati atap bumi. Oksigen adalah unsur penting pernafasan. Ketika sudah melewati lapisan atas bumi, pernafasan tidak berfungsi lagi di dalam dada manusia. Dengan demikian, makna kehidupan sudah lenyap. Bahkan, tekanan udara mengacaukan keseimbangan badan, baik di luar maupun di dalamnya, sampai mengakibatkan urat nadi peca dan darahnya mengalir secara sia-sia. Ayat tersebut memiliki makna ilmiah yang dimaksudkan di dalamnya, yaitu pencelaan terhadap bentuk kesesatan dan menjauhkan manusia darinya.

Inilah makna kemukjizatan Al Quran yang pernah dijumpai di dalam kitab. Seandainya Al Quran datang dari sisi selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya mereka akan mendapati perbedaan yang banyak.