Menghabiskan Umur untuk Selain Al Qur`an

Perhatian kita terhadap Al Qur`an masih belum begitu besar. Kita baru sebatas bisa membacanya, menghafalkan sebagian atau seluruhnya, serta membaca tafsirnya–itupun tidak jarang tafsiran salah kaprah dan mengandung Israiliyat primitif dan kontemporer.

Perhatian kita terhadap “Ushul Qur’aniyah” tidak sebanding dengan perhatian kita pada “ushul fiqhiyah”. Bahkan para ulama kita pun sedikit sekali studi dan risetnya dalam sisi ini. Itupun seringkali terselip dalam halaman-halaman yang tidak berhubungan dengan judul. Ibnu Jarir Ath Thabari, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, dan Sayyid Quthub merupakan sedikit orang yang pernah dibukakan “kunuuz” (perbendaharaan) Al Qur`an.

Ilmu “Ushul Qur’aniyah” sebenarnya lebih luas dan komprehensif dibandingkan dengan ilmu ushul fiqh. Namun, justru yang kedua tersebut lebih banyak studinya dan paling sempurna dari sisi ta`shiil. Ilmu Ushul Qur’aniyah didefinisikan oleh Syaikh Abdul Fattah Fathullah Sa’id sebagai “prinsip-prinsip universal (ushul jami’ah), kaedah-kaedah baku, dan undang-undang tertinggi yang akan men-dhabith segala hal yang berhubungan dengan Al Qur`an, baik berupa ilmu-ilmu (‘uluum) maupun cabang-cabangnya (funuun).”

Sebagian murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah mengusulkan kepadanya untuk menulis sebuah kitab tafsir yang lengkap kepadanya. Usul itu disampaikan pada hari-hari terakhir kehidupannya di penjara. Namun, beliau tidak setuju dengan usulan tersebut. Bahkan beliau justru menulis sebuah tafsir yang khusus “mengurai” ayat-ayat yang musykil bagi para ulama. Dalam pandangannya bahwa apabila ayat-ayat itu bisa dijelaskan maksudnya maka ayat-ayat yang serupa dan mirip bisa dipahami maknanya. Lahirnya dari tangan beliau kitab “Tafsiir Ayatin Usykilat” yang belakangan diterbitkan dalam tiga jilid. Mengenai hal itu beliau bercerita, “Sungguh, Allah telah membukakan kepada saya pada kesempatan sekarang makna-makna Al Qur`an dan prinsip-prinsip ilmu (ushulul ‘ilmi) lebih banyak, yang mana kebanyakan ulama juga mengidam-idamkannya. Dan saya mengaku menyesal telah menghabiskan waktu hidupku pada selain makna-makna Al Qur`an.”

Di masa modern Allah Ta’ala juga membukakan sebagian perbendaharaan Al Qur`an kepada Sayyid Quthub rahimahullah. Peristiwa itu dimulai dengan ditulisnya kitab At Tashwir Al Fanni Li Al Qur`an. Syaikh Ali Ath Thanthawi rahimahullah yang sebelumnya menghujat dan mengecam Sayyid Quthub namun setelah membaca kitab tersebut beliau mengatakan dengan jujur bahwa Sayyid Quthub telah berhasil menyingkap salah satu perbendaharaan Al Qur`an yang belum pernah dibuka oleh ulama-ulama Islam sebelumnya. Dan bahwa Sayyid Quthub telah diberikan taufiq untuk menyingkapnya. Peristiwa selanjutnya adalah ketika Sayyid Quthub menulis tafsir Fii Zhilaal Al Qur`aan. Dalam fafsirnya tersebut Sayyid Quthub dibukakan perbendaharaan Al Qur`an yang lain, yaitu “harakah”. Boleh dikatakan bahwa beliau telah berhasil membangun teori (nazhariyyah) tafsiir haraki dan sukses dalam mengimplementasikannya dalam wujud sebuah tafsir.

Begitu pula, kita juga mengenal kitab yang sangat berharga dengan judul “Diraasaat Fi Al Asaaliib Al Qur`aaniyah” yang ditulis Syaikh Abdul Khaliq ‘Azhimah. Juga kitab ‘Uluum Al Qur`aan yang ditulis Syaikh Dr. ‘Adnan Zarzur. Kitab ini adalah sebuah ktab ilmu tafsir yang patut dikaji bagi setiap orang yang memiliki perhatian besar pada Al Qur`an dan berharap memahami Al Qur`an dengan baik.