Pandangan Umum tentang Kitab Allah

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad, juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat. Kita membuka acara kita dengan pembukaan yang paling baik.

Ikhwan yang mulia, saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari Allah, yang baik dan diberkahi: Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Demikianlah, semakin lama, hari dan malam ini semakin cemerlang dan jiwa menempati satu derajat di atas kedudukan sebelumnya. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. agar mengaruniakan kepada kita kecintaan dan persatuan karena-Nya, serta menempatkan kita di jalan orang-orang yang dikatakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat, ‘Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena Aku? Pada hari ini Aku naungi mereka dengan keagungan-Ku, pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku. “‘

Wa ba’du. Ikhwan sekalian, pada malam ini, saya tidak membatasi tema tertentu untuk saya sampaikan kepada Anda semua mengenai kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun seringkali terlintas dalam pikiran saya, khususnya dalam kajian, ceramah, dan pelajaran yang saya sampaikan kepada Ikhwan di segenap penjuru negeri, persoalan umum. Yakni pandangan umum mengenai kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saya ingin menyampaikan pandangan umum tersebut pada malam ini, terlebih pada malam ini banyak utusan dari cabang-cabang Ikhwan Kairo bersama kita.

Saya ingin berbicara tentang pandangan umum ini, agar bisa menjadi cahaya yang menerangi dakwah kita. Dakwah kita adalah dakwah yang mengajak kepada Al Qur’an, sehingga pembicaraan tersebut sekaligus merupakan pengarahan bagi para juru dakwah Ikhwan, di samping sebagai rangkuman berbagai pengarahan dalam kitab Allah. Jadi, apa yang saya bicarakan kepada Anda pada malam hari ini, Ikhwan sekalian, adalah gambaran global tentang dakwah Ikhwanul Muslimin.

Kita senantiasa membaca kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala, memahaminya, berpindah-pindah dalam taman-taman satu surat di antara bunga-bunga ayatnya yang menyenangkan dan indah, melambungkan pandangan di dalamnya, menyelesaikan bagian demi bagian dari sub pembahasan Al Qur’an, surat demi surat.

Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan kepada Anda semua    kesimpulan dari makna hadits shahih berikut: A S j

“Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya, ‘Amal apa yang paling utama?’ Beliau menjawab,Al Hallul Murtahil (orangyang singgah dan pergi).’ Ditanyakan, ‘Apa Al Hallul Murtahil itu?’ Beliau menjawab, ‘Ahli Al Qur’an. La membaca dari awalnya hingga akhirnya; dari akhirnya kembali ke awalnya. Setiap ia singgah maka ia akan segera pergi. “‘

Sebagaimana perkataan Abdullah bin Mas’ud, ‘Jika saya membaca surat Alif Lam Haa Miim, saya seolah-olah singgah dan menjelajah di kebun-kebun yang buah-buahannya matang.” Hal itu disebabkan dalam surai tersebut terdapat deskripsi yang indah, gaya bahasa yang elok, serta anjuran dan ancaman.

Berkaitan dengan “orang yang singgah dan pergi” mereka mengatakan, “Jika seseorang telah mengkhatamkan Al Qur’an, dianjurkan agar ia tidak mengakhiri bacaannya di situ, tetapi hendaklah ia mulai membaca Al Fatihah dan beberapa ayat dari surat Al Baqarah sehingga terjadi hubungan antara permulaan dan penutupan, setelah itu hendaklah ia berdoa sekehendaknya.”

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, makahendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(Al Baqarah: 186)

Ikhwan sekalian, jika seseorang membaca ayat-ayat Allah dan kitab Allah, ia bisa merangkum empat unsur secara umum di dalamnya:

Pertama adalah aqidah salimah (keyakinan yang sehat).

Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. mengupas masalah keyakinan umat manusia. Manusia memang tidak dapat hidup tanpa keyakinan. Keyakinan adalah fitrah dalam diri manusia. Mengenai masalah ini, salah seorang ilmuwan Barat berkata, “Jika saya ditanya, mengapa saya percaya kepada Tuhan, saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini kecuali dengan jawaban yang sama ketika saya ditanya, mengapa saya makan, mengapa saya minum, dan mengapa saya tidur. Demikian itu karena makan, minum, dan tidur adalah kebutuhan pokok bagi eksistensi materi saya. Akan halnya iman, ia adalah kebutuhan pokok bagi eksistensi spiritual saya.”

Al Qur’anul Karim, Ikhwan sekalian, datang untuk mengatur kebutuhan dasar spiritual manusia ini secara mudah dan sederhana. Kita bisa merangkum keyakinan-keyakinan yang dikemukakan dalam kitab Allah, yaitu keimanan kepada Allah, hari pembalasan serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Itu adalah keimanan yang mudah dan sederhana.

Ia tidak mengandung pelik-pelik yang sulit untuk Anda pahami. Al  Qur’anul Karim menginginkan agar Anda benar-benar menyadari hakikat bahwa Anda mempunyai keterkaitan dengan kekuatan yang mengelola alam semesta ini, kekuatan yang mengatur segala sesuatu, dan kekuatan yang berkuasa atas segala sesuatu. Kekuatan tersebut dekat dengan Anda, bahkan lebih dekat daripada diri Anda sendiri.

Al Qur’an menghendaki agar Anda percaya kepada kehidupan spiritual. Yang saya maksud kehidupan spiritual adalah kehidupan yang baru. Hendaklah Anda percaya bahwa kehidupan itu tidak berakhir dengan perpisahan nyawa dari jasad Anda. Akan tetapi, ada kehidupan lain di mana Anda akan dihisab. Jika Anda telah berbuat kebajikan, maka Anda akan mendapatkan kebajikan pula, tetapi jika perbuatan yang Anda lakukan tidak demikian, maka Anda juga akan mendapatkan balasan sesuai dengan perbuatan Anda itu. Landasan dari semua itu adalah hendaknya Anda beriman kepada Allah dan hari akhir.

Ketika Anda membaca Al Qur’an, pada ayat pertama, Anda akan menemukan untaian firman: “Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya. Sebagai petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka beriman kepada kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Al Baqarah: 2-4)

Setelah beberapa ayat kemudian, Anda bisa membaca keterangan yang menjelaskan tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki bagi kalian; karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui.” (Al Baqarah: 21-22)

Setelah itu ada keterangan yang menjelaskan tentang pembalasan, “Maka jika kalian tidak dapat membuatnya dan pasti kalian tidak akan dapat membuatnya, peliharalah diri kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah: 24)

Al Qur’anul Karim menggunakan gaya yang unik yang belum pernah digunakan oleh kitab-kitab aqidah. Anda bisa menemukan dalam Al Qur’an makna sederhana yang impresif, yang dibangun di atas landasan fitrah manusia tanpa ada hal yang memberat-beratkan atau berlebihan. Al Qur’anul Karim berbicara kepada fitrah manusia, bersih dari segala warna tindakan yang dibuat-buat. Ia tidak berbicara kepadanya berdasarkan filsafat, logika, atau pandangan-pandangan teologis, karena semua ini karya yang dibuat manusia untuk manusia. Anda cukup memahami ketika membaca kitab Allah:

“Wahai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kalian dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi, kemudian dengan berangsur-angsur kalian sampai kepada kedewasaan, dan di antara kalian ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kalian lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah, lalu menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah Yang Haq, dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya, dan bahwasanya Dia membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (Al Hajj: 5-7)

“Katakanlah, Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendakidan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam, Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau memberi rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab.” (Ali Imran: 26-27)

Kemudian, wahai Akhi, lihatlah cara penyampaian bukti tentang kelemahan manusia di hadapan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.:

“Dialah Tuhan yang menjadikan kalian dapat berjalan di daratan, dan (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kalian berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin sepoi, lalu mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai dan gelombang dari segenap penjuru menimpanya, lalu mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya)..” sampai di sini fitrah manusia muncul dalam kesadaran iman yang paling dalam “…maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), ‘Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.'” (Yunus: 22)

Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. membangkitkan hati untuk percaya kepada apa yang seharusnya dipercayai oleh hati. Keimanan ini tidak berhenti sampai di sini saja, karena bila berhenti sampai di sini, ia hanya merupakan keimanan ilmiah teoritis. Lebih dari itu, Al Qur’an menyadarkan Anda bahwa kehidupan di akhirat menanti Anda dan pengawasan Allah senatiasa mengikuti Anda.

“Tidaklah kalian tengah berada dalam suatu urusan, tidaklah kalian tengah membaca suatu ayat dari Al Qur’an, atau tidaklah kalian tengah mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atas kalian di waktu kalian melakukannya. Tidaklah luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar d^arrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak ada (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Yunus: 61)

“Dia mengetahui pandangan mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Ghafir. 19)

Jadi, ke mana pun Anda menghadap, wahai Akhi, Anda mengerti bahwa mata Allah melihat Anda dan bahwa pengawasan Allah mengikuti Anda. Kesimpulan ilmiah darinya adalah bahwa Anda seharusnya senantiasa merasa diawasi oleh Allah. “Jika kamu tidak bisa (seolaholah) melihat-Nya, maka (sadarilah) sesungguhnya Dia melihatmu.”

Selain itu Anda juga melihat akhirat senantiasa berada di hadapan Anda. “Dan diletakkanlah kitab, lalu kalian akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, ‘Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis).’ Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun.” (Al Kahfi: 49)

“Dan pada hari itu kalian lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kalian diberi balasan atas apa yang telah kalian kerjakan.” (Al Jaatsiyah: 28)

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan(pahala) nya. Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan.” (Al Anbiya’: 47)

Jadi, keyakinan ini bersifat fitri dan praktis, berlandaskan kepada fitrah dan mengarahkan fitrah itu kepada amal dan kebaikan. Ia adalah aqidah salimah (keyakinan yang sehat), yang memadukan antara kesederhanaan dan kedalaman. Inilah unsur pertama.

Kedua adalah ibadah shahihah (ibadah yang benar).

Wahai Akhi. Dalam kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Anda membaca, “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (An Nur 56)

Anda juga membaca, “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” (Al Baqarah: 197)

“Diwajibkan kepadamu berpuasa.” (Al  Baaarah: 183)

“Berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (Al Ahzab: 41)

“Maka aku katakankepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, sesungguhnya Dia Maha Pengampun.'” (Nuh: 10)

Dalam kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. wahai Akhi, disinggung ihwal peribadatan yang biasa Anda laksanakan dan peribadatan yang biasa Anda tinggalkan.

Sebab, meninggalkan hal-hal yang terlarang juga merupakan ibadah. “Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki, hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka.” (An Nur: 30)

“Sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (Al Maidah: 90)

Ironisnya, orang-orang musyrik yang dicela oleh Allah telah melakukan undian nasib dengan anak panah. Mereka tidak percaya kepada apa yang dipercaya oleh banyak orang di kalangan mereka, yaitu para peramal dan pendusta. Padahal Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ^ C-px^-JlAS JJJL) UJ AiJu^Zi Isij f -y U^IS

“Barangsiapa mendatangi seorang tukang tenung atau peramal, kemudian mempercayai perkataannya, maka taubat telah tertutup baginya selama empat puluh hari.”

Beliau juga bersabda,

“Barangsiapa yang mendatangi seorang tukang tenung atau peramal, kemudian mempercayai perkataannya, maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad. “

Pada suatu hari, Abdullah bin Mas’ud datang kepada istrinya. Beliau menemukan sesuatu di leher istrinya, maka beliau mencabutnya seraya berkata, “Sudah menjadi ciri keluarga Mas’ud bahwa mereka tidak membutuhkan kesyirikan, sedangkan jimat dan tuwalah (guna-guna) adalah kesyirikan.” Tuwalah adalah sesuatu yang dibuat oleh kaum wanita untuk mendapatkan cinta suami mereka.

Perhatikan masalah ini, wahai Akhi. Kembali ingin saya katakan bahwa meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah dalam rangka mematuhi perintah-Nya termasuk dalam kategori ibadah. Pelaku ibadah akan mendapatkan pahala.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan-kebaikan dan kejahatan-kejahatan kemudian menjelaskannya: barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun belum melaksanakannya maka Allah menetapkan baginya satu kebaikan, jika ia berniat dan melaksanakannya maka Allah menetapkan baginya sepuluh kebaikan sampai tujuh puluh, hingga tujuh ratus, bahkan sampai berlipat-lipat dari itu. Adapun barangsiapa berniat melaksanakan kejahatan tetapi tidak melakukannya maka Allah menetapkan baginya satu kebaikan seutuhnya, jika ia berniat dan melaksanakannya maka Allah menetapkan baginya satu kejahatan.”

Amalan-amalan positif yang telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kepada Anda harus Anda laksanakan sesuai dengan perintah yang Anda terima. Anda mesti menyempurnakan bentuk-bentuk lahirnya dan memperbaiki perbuatan-perbuatan batinnya, agar ibadah itu ikhlas semata-mata karena Allah. Adapun ibadah-ibadah negatif, maka Anda harus menjauhinya dalam rangka mencari ridha Allah. Diriwayatkan,

“Barangsiapa menahan pandangannya karena takut kepada Allah, maka Allah pasti membalasnya dengan keimanan yang ia rasakan manisnya di hati.”

Wahai Akhi, Anda mendapati ayat-ayat ibadah ini terdapat di tengah-tengah surat dan ayat dalam kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Al Qur’an tidak memaparkan perincian-perinciannya. Anda, misalnya, mendapati dalam kitab Allah sebuah perintah ibadah, “Dirikanlah shalat!” (An Nur: 56)

Tetapi Al Qur’anul tidak menjelaskan berapa jumlah rakaatnya. Maka hadits-hadits dan sunah yang suci datang untuk menjelaskannya.

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu mene-rangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (An Nahl: 44)

“Apa yang telah diberikan oleh Rasul kepada kalian maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah.” (Al Hasyr: 7)

Ketiga, Ikhwan sekalian, adalah akhlak fadhilah (budi pekerti yang luhur).

Perbedaan antara akhlak dan ibadah adalah, bahwa ibadah merupakan sesuatu yang Anda laksanakan karena Allah sedangkan akhlak adalah sifat-sifat yang ada pada diri Anda, yang dari situ akan memancar perbuatan-perbuatan manusiawi Anda. Misalnya kejujuran, amanah, wafa’ (setia kepada janji), keberanian, kepemaafan, dan toleransi. “Dan bersegeralah kalian kepada ampunan Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Ali Imran: 133-134)

“Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan dan penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Al Baqarah: 177)

“Jadikan sabar dan shalat sebagai penolong kalian.” (Al Baqarah: 45)

“Bersabarlah, kuatkanlah kesabaran kalian, dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (Ali Imran: 200)

 “Dan orang-orang yang memenuhi janji Allah.” (Ar Ra’d: 20)

“Dan penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu pasd dimintai pertanggungjawabannya.” (Al Isra’: 34)

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al Mukminun: 8)

Imam Syafi’i Rahimahullah berkata, “Demi Allah, andaikata orang-orang memahami ayat ini, niscaya itu mencukupi bagi mereka: ‘Sesungguhnya Allah menyuruh kalian berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.” (An Nahl: 90)

Ada akhlak-akhlak yang positif seperu sabar, santun, pemurah, memenuhi janji, berani, dan ada pula akhlak yang negatif seperti keluh kesah, kikir, dan cinta dunia.

Kitab Allah memerintahkan Anda untuk menyandang akhlak yang pertama dan melarang Anda memiliki akhlak yang kedua. “Dan demi jiwa serta penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikannya.” (Asy Syams: 7,8,9)

Keempat, adalah hukum-hukum sosial yang adil.

Hukum-hukum ini, Ikhwan sekalian, berlaku bukan untuk individu melainkan untuk masyarakat. Hubungan manusia satu sama lain tidak bisa hanya dibangun dengan keshalihan individu semata, karena gesekan di antara manusia bisa melahirkan pelanggaran, maka harus ada sesuatu yang mencegah terjadinya pelanggaran ini. Pelanggaran ini bisa terhadap kehormatan, darah, dan harta. Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. datang untuk melindungi semua hak manusia itu agar tidak dilanggar, sekalipun hanya dengan ucapan.

”Dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berbuat zina sedangkan mereka tidak dapat mendatangkan empat saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kalian terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An Nur: 4)

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelak-sanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (An Nur: 2)

Kitab Allah memerintah dan mendorong kita untuk bekerja, sekaligus melarang kita mengambil harta orang lain. Barangsiapa melanggar larangan itu, maka inilah balasannya, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Al Maidah: 38)

Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. juga datang untuk melindungi darah. “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishashnya.” (Al Maidah: 45)

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan-wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikud dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diat kepada orang yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat. Barangsiapa melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishasb itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertaqwa.” (A/-Baqarah: 178-179)

Wahai Akhi, dalam Al Qur’anul Karim terdapat undang-undang secara umum dan undang-undang multilateral. “Dan jika kalian mengetahui pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian sendiri, dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya.” (Al Anfal: 58-60)

Dalam Al Qur’anul Karim juga terdapat aturan tentang perjanjian antarnegara, “Kecuali orang-orang musyrikin yang kalian telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) kalian dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kalian, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” (At Taubah: 4)

Fiqih Islam mempunyai keistimewaan dengan keakuratan pandangan, keluasan pembahasan, kelengkapan kajian, dan penjelasan hingga detail-detail praktis permasalahan.

Aqidah salimab, ibadah shahihah, khuluq fadhil, dan hukmun ‘adil (keyakinan yang sehat, ibadah yang benar, budi pekerti yang luhur, dan hukum yang adil) adalah empat tiang yang menyangga bangunan Al Qur’an. Al Qur’anul Karim bertujuan mewujudkan keempat hal mendasar ini di dalam diri orang-orang yang beriman.

Selanjutnya, Ikhwan sekalian, saya akan menyampaikan komentar-komentar singkat mengenai hal ini.

Al Qur’anul Karim tidak menggunakan gaya sebagaimana yang digunakan dalam buku-buku ilmiah, yaitu harus menyajikan masalahmasalah aqidah, ibadah, akhlak, dan hukum secara per bab.

Sebenarnya, kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. diturunkan sedemikian rupa dengan menggunakan gaya bahasa yang indah, yang andaikata tidak demikian niscaya tujuan Al Qur’an justru tidak tercapai. Sebab, Al Qur’an sama sekali tidak ditujukan untuk memberikan informasi ilmiah semata, untuk memenuhi kepala dan otak mereka dengan banyak atau sedikit teori ilmiah. Tetapi kitab Allah datang untuk mengasah jiwa, menyinari sisi-sisinya, dan menghilangkan penutup ruhani, agar ruh manusia ini bisa menjadi sumber ilmu itu sendiri, dan siap menerimanya dari Yang Mahabenar, Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Karena jiwa manusia merupakan kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi, maka aqidah adalah salah satu bentuk lahir dari jiwa ini, demikian pula akhlak. Ibadah juga merupakan salah satu dari sekian banyak pantulan dari kondisi kejiwaan. Hukum pada akhirnya juga ditujukan untuk mempengaruhi dan mengendalikan jiwa. Karena itu, seluruh hal ini datang dalam satu paket yang secara utuh dibutuhkan oleh jiwa, sehingga bisa mendatangkan pengaruhnya. Karena itu, wahai Akhi, dalam setiap fase, Al Qur’an memadukan semua terapi ini, kemudian membaginya di setiap masa sesuai dengan situasinya.

Wahai Akhi, kadang-kadang Anda mendapati satu ayat mengandung keempat perkara ini secara keseluruhan. Misalnya, “Dan orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, menegakkan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Al Baqarah: 3)

Dengan gaya seperti ini, kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. bisa menghilangkan kejenuhan jiwa dan kekeringan ilmiah, dan sebagai gantinya ia membagi ilmu dalam masa-masa yang berbeda sehingga bisa sampai kepada tujuan yang dikehendakinya, tanpa berbenturan dengan akal manusia pada satu masa tertentu.

Ketika kaum salaf memandang Al Qur’an seperti ini dan memahami tujuan-tujuannya yang berupa empat perkara ini lalu mengamalkannya, maka mereka pun berhasil memiliki aqidah yang salimah.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada salah seorang sahabat. “Bagaimana perasaanmu terhadap dirimu sendiri?” Ia menjawab, “Saya merasakan diri saja beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. dengan sebenarbenarnya”Beliau bertanya, “Perhatikan, apa yang kamu katakan?” Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, seakan-akan saya melihat ‘arsy Tuhanku berdiri, surga ada di sebelah kananku, neraka ada di sebelah kiriku, dan shirath berada di bawah kakiku. ” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kamu sudah mengetahui, maka pertahankanlah.”

Semakna dengan ini, ada seorang arif bijaksana mengatakan,

“Andaikata hijab telah dibukakan untukmu, niscaya kamu merasakan akhirat sangat dekat kepadamu sehingga kamu tidak perlu melakukan perjalanan untuk ke sana.”

Mereka juga memiliki ibadah yang shahih. Ikhwan sekalian, bukti bahwa mereka sangat berhasrat supaya ibadah mereka sempurna dan benar, adalah apa yang terjadi pada Abu Talhah. Ia biasa bekerja di kebun. Ia memperhatikan bahwa matahari telah berada di atas puncak pohon. Ia mencampakkan kapak dan bersegera pergi ke masjid. Ia mendapati shalat ashar di akhir waktu. Ia pergi seraya menangis mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Ia berkata, “Celakalah Abu Talhah, wahai Rasulullah. Kebun dan seluruh isinya telah kusedekahkan untuk Allah.”

Adapun akhlak mereka, Ikhwan sekalian, sungguh berada di puncak kesempurnaan. Dikisahkan bahwa Sayidina Umar Radhiyallahu ‘Anh mendapatkan kiriman pakaian dari Syam. Beliau membagikannya kepada kaum Muslimin. Masih tersisa sebuah sorban istimewa, maka beliau bingung kepada siapakah akan memberikan sorban itu. Kemudian ia punya ide untuk memberikannya kepada Miswar bin Makhramah, seorang pemuda yang shalih. Ia berkata dalam hati, “Andaikata saya memberikan sorban ini kepadanya, kaum Muslimin tidak akan marah.” Pada saat shalat fajar, Miswar bin Makhramah berdiri di samping Sa’d bin Abi Waqash dengan mengenakan sorban hadiah itu. Melihat sorban Miswar lebih bagus daripada sorbannya, Sa’d marah. Ia berkata, “Demi Allah, akan kupukul wajah Umar dengannya.” Lalu ia pergi menemui Umar dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Anda telah melakukan ini dan itu(menceritakan sikap Umar yang dianggapnya tidak adil).” Umar menjawab, “Duduklah, wahai Abu Malik.” Kemudian Umar menceritakan duduk perkaranya. Ia bertanya, “Andaikata kamu berada dalam posisiku, apakah yang akan kamu lakukan?” “Saya tidak akan melakukan selain apa yang engkau lakukan,” jawab Sa’d. Kemudian Sa’d bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, bagaimana dengan sumpah yang telah kuucapkan?”Umar bertanya, “Sumpah yang mana?” “Tadi itu, ketika saya marah,” jawab Sa’d. Umar menjulurkan wajahnya seraya berkata, “Tunaikanlah sumpahmu,” lalu lanjutnya, “Hendaklah orang tua bersikap lembut kepada orang tua yang lain.”

Ikhwan sekalian, inilah akhlak yang luhur. Sayidina Umar tidak marah, sedangkan Sayidina Sa’d mau koreksi diri. Umar bersikap rendah hati dan tidak terpancing emosi hingga semua berakhir dengan indah. Adapun masalah hukum, cukuplah apa yang dikatakan Abu Bakar Ash-Shidiq, “Andaikata ada belenggu kaki unta yang hilang, niscaya aku temukan hukumnya dalam kitab Allah.”

Karena itu, Allah mencukupi mereka dan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin dunia dalam beberapa masa. “Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan, dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka,bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telahdijanjikan kepada mereka.” (Al Ahqaf: 16)

Adapun sekarang, aqidah kita sudah banyak karatnya, banyak cacatnya. Banyak di antara ibadah kita yang tidak mengantarkan kepada iman, sedikit sekali di antara orang yang melaksanakannya mampu melaksanakannya dengan baik. Akhlak kita hancur, sedangkan hukum kita, Anda tahu sendiri dari mana diambil.

Keempat pilar Al Qur’an ini telah hancur pada diri kita. Kita memohon kepada Allah agar menolong dan memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk mewujudkan keempat pilar ini, agar kita benar-benar menjadi umat qur’any sejati, yang menghalalkan apa yang dihalalkan Allah, mengharamkan apa yang diharamkan Allah, dan berhukum berdasarkan apa yang diturunkan Allah.

Inilah beberapa pembahasan yang terlintas dalam benak saya malam ini. Saya ingin menyampaikannya kepada Anda agar menjadi pandangan global tentang kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. dan agar menjadi penjelasan terbukamengenai dakwah Ikhwanul Muslimin. Semoga Allah memberikan taufiq kepada saya dan Anda semua untuk melaksanakan kebaikan dan menunjukkan jalan yang lurus.

Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Sayidina Muhammad, kepada segenap keluarga dan sahabat beliau.