Pecah

“Dan mereka senantiasa berselisih, kecuali yang dikasihi Tuhanmu……. “ (QS. Huud : 118-119)

 Beberapa alasan pantas diajukan, drama, dan melakoni drama pada mengapa tajuk ini diangkat. Pertama, sukar untuk mengatakan sesuatu itu pecah kalau kenyataan sebenarnya mereka tak pernah benar-benar menyatu; satu niat, satu tujuan, satu langkah, satu komando dan satu sumber komando. Kedua, kalau memang mereka pernah bersatu, apakah benar-benar dengan syarat di atas? Apa artinya persatuan tanpa ketaatan? Ketiga, apakah kesatuan, persatuan, bahkan wujud keberadaan mereka benar- benar memberi manfaat seindah janji, slogan, dan seremoni yang selalu memberi harapan dan memupus kekecewaan setidaknya untuk beberapa saat. Maukah mereka yang telah mengklaim diri berukhuwah untuk menjaga batas terendah dan tertinggi (lower dan upper) nya. Minimal bila sesuatu menimpa ukhuwah, ia tak boleh merosot melampaui batas salamatus shard (kesucian hati) terhadap saudara dan batas tertingginya al itsar (memprioritaskan saudara meleebihi diri sendiri).

Mereka yang menaruh harapan kepada kinerja suatu institusi ummat, silakan menjawab, dapatkah unsur-unsur utama da’wah dipenuhi,  yaitu harakah mustammirah (gerak yang kontinyu), ghayyah shahihah (tujuan yang benar), manahij wadlihah, qiyadah mukhlisoh & junud muthia’ah (pimpinan yang ikhlas, dan kader yang taat, QS. Yusuf:108). Bila suatu gerakan, partai, jami’yah, atau jamaah tak mampu memenuhi tuntutan tersebut, maka semua tonggak harapan sebaiknya dibongkar saja, karena itu hanya akan berbuah sesal dan kecewa.

Mengundang grup sirkus, teater, atau ludruk lebih cerdas daripada berharap dapat menyaksikan ‘permainan cantik’ gerombolan pemain watak yang tak pernah jelas, selalu terbalik-balik memerankan komedi pada judul drama dan melakoni drama pada judul komedi, terbahak-bahak pada episode kematian dan menangis pilu pada event  perkawinan.

Tauhid, Taqwa, Itsar & Ukhuwah vs Baghyi

Dari penumbuhan aqidah yang benar lahirlah perilaku yang benar, persaudaraan yang benar, dan pengorbanan yang benar. Apa yang membuat masyarakat Anshar rela menjadikan bumi mereka bumi Islam dan bertekad melindungi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam seperti mereka melindungi anak-anak dan istri mereka. Padahal mereka belum pernah melihat wajahnya kecuali sedikit Anshar yang menerima Islam di Mina beberapa musim haji menjelang hijrah.

Baghyi (permusuhan dan kedengkian) mendominasi sebab-sebab utama perpecahan. Ia dapat bernama dengki, hasad, iri, su’udzan, dll.  Sejak pembunuhan perdana dilakukan salah satu anak adam terhadap saudaranya, sejarah dengki mewarnai hubungan antaranak manusia. Sebelumnya dengan sangat apik syaitan mengemas dengki, dusta, dan kelicikan dengan kata-kata simpatik. Baginya memasukkan sebanyak-banyaknya anak manusia ke dalam neraka jauh lebih menggiurkan daripada taubat dan perbaikan diri yang akan mengangkatnya kembali ke derajat yang tinggi.

Rasa iri yang sangat dalam kepada Adam  atas kemuliaan yang ia kehendaki adalah cermin sikap pembangkangan dan anti syukur yang dominan diwariskan iblis kepada anak-anak Israil. Itu yang mendorong mereka tega melenyapkan Yusuf, adik mereka. Bahwa keshalihan menjadi obsesi lumrah yang di antara mereka nampak jelas dalam obsesi romantik yang kelak akan mereka ‘wujudkan’ pascaeksekusi rencana aksi makar. Suatu persepsi keshalihan orang akhir zaman yang membayangkannya dalam simbol-simbol, atribut-atribut atau ekspresi-ekspresi religius, dengan menafikan kenistaan perilaku keseharian, kebusukan praktek bisnis atau kelicikan langkah politis. “Bunuhlah Yusuf atau buang ke (sebuah kawasan bumi agar wajah ayah selalu tertuju pada kalian dan sesudah itu kalian boleh menjadi orang yang shalih.” (QS. Yusuf:9).

Bila saling menghina, buruk sangka, gampang percaya kepada provokasi, tajassus (praktek memata-matai saudara) dan ghibah (menggunjing), menjadi sebab langsung rusaknya hubungan sesama saudara, maka pelanggaran janji (naqdhul mitsaq) kepada Allah, pelanggaran komitmen dan perusakan loyalitas menjadi sebab hancurnya persatuan, maraknya permusuhan dan kebencian dan meluasnya penghianatan (QS. Al-Maidah :13-14).

Bahan Bakar Perpecahan

Bahan bajar paling marak yang diekspoitasi para  politisi comberan yang memimpikan kesemestaan kaliber, kadang tampil dalam sekumpulan pendukung fanatik yang mengganti perjalanan panjang ibadah menuju surga, dengan tujuan-tujuan  pendek duniawi. Mempersepsikan agama dalam mitos ilmu kebal, kanuragan, dan asihan serta menukar perangkat petunjuk yang begitu terang dan sempurna, menjadikannya kalimat-kalimat terbaca tanpa kepedulian makna, tersembunyikan tanpa melibatkan hati dan akal budi, menjadi semacam industri yang tak mengenal kritis dan karenanya harus dilestarikan. Sepanjang masa kelompok ini adalah kayu bakar bagi api unggun dan batu urugan bagi altar kurban (mezbah) besar diatasnya.

Mereka semacam keabadian yang tak terpunahkan, mengalir terus dalam ketidaktahuan. Mereka adalah amuk pembelaan kepada para pemimpin yang lebih tepat disebut sebagai peternak-peternak bodoh atau pawang orang-orang buas di kota dan desa. Mereka keabadian harapan yang menggantung pada figur-figur semu yang tak pernah (mau atau mampu memnuhi harapan. Karena telah diperkaya dengan sejuta baik sangka dan kekebalan yang luar biasa dari kemungkinan menangkap kelicikan para pemimpin. Selebihnya segelintir penjilat yang berharap kucuran kelebihan yang mengalir dari lelehan liur sang pemimpin sambil menakut-nakuti rakyatnya dengan berbagai uniform yang melambangkan kekuatan, kekebalan, kekuasaan dan ‘kesalihan’. Ke atas menjilat, ke bawah menginjak. Bila pekuburan telah dimulai, maka perang kesia-siaan tak terelakkan, cepat atau lebih cepat lagi. Mengguratkan luka sejarah yang pedih dan berbau busuk.

Pertarungan Paling Biadab

Barang siapa mampu membayangkan betapa sulitnya proses pengambilan keputusan dalam kasus-kasus fitnah yang melanda mulai era khalifah ke-3, akan sangat takjub betapa bijaknya para sahabat dalam menyelesaikan persoalan di antara mereka.  Betapa dangkalnya hujjah mereka yang hobi bertikai, berdalih “para sahabat pun saling bertikai”. Mereka lupa Imam Ali bin Abi Thalib yang begitu disibukkan oleh kaum khawarij masih memberikan mereka hak-hak. “Kalian berhak tiga hal atas kami: 1. Kami tak menutup pintu-pintu masjid kami, 2. Kalian berhak atas ghanimah, selama loyalitas kalian masih kepada kami, 3. Kami takkan mengayunkan pedang kepada kalian selama kalian tidak mengayunkannya kepada kami.

Ketika Ammar bin Yasir radhiyallahu’anhu yang mnedukung Khalifah III Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib mendengar seseorang mencaci maki Ummul Mu’minin Aisyah yang  berseberangan dengan beliau dalam perang unta (ma’rakah Jamal), ia berkata kepada orang itu, “ Celaka engkau, bukankah engkau tahu bahwa ia adalah kekasih Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam dan dia adalah istrinya di dunia dan di akhirat. Tetapi Allah menguji ingin kita dengan dia, agar ia tahu apakah kita taat kepada-Nya atau kepada Aisyah.”

Ketika para provokator memanas-manasi Imam Ali  dengan pancingan takfir (pengkafiran terhadap sesama Muslim) dalam hubungan dengan Mu’awiyah radhiyallahu ’anhu, beliau menjawab ringan: “Mereka adalah Ikhwan kami yang berontak kepada kami.” Tak ada jenazah mereka yang dibiarkan tanpa diurus secara Islam, kecuali suatu insiden yang lebih merupakan hasil ijtihad sebelum diketahuinya nash. Tak ada harta mereka yang dijadikan ghanimah atau istri dan perempuan mereka yang  dijadikan saraya, di zaman yang ‘kuno’ jauh dari era modern, saat penjarahan, pembakaran masjid, pesantren, dan madrasah sesama Muslim atau fatwa larangan berbelanja kepada sesama Muslim  yang lain golongan, madzhab atau ormas telah merebak tanpa penyesalan atau permintaan maaf!

Kembali ke Identitas

Jaminan-jaminan kekalan (dhamanatul baqa’) suatu gerakan, setelah kecermelangan istibath (analogi, konklusi) atas surat Yusuf 108 yang merumuskan 5 unsur utama jalan da’wah tersebut, masih menyisakan 4 tuntutan.

Pertama, maukah para pendukungnya membawa ummat Muslim dan Non Muslim menuju pemahaman Islam yang benar terpadu dan jernih. Kedua, gerakan ini harus mencantumkan dalam agendanya, penegakan syari’ah, dan khilafah serta mengeksiskan agama ini di muka bumi. Ketiga, menempuh jalan yang benar dalam rangka penegakan kedua tujuan di atas. Memulai dengan kekuatan aqidah wal wihdah (keyakinan dan kesatuan) kemudian saa’id wa silaah (tangan dan senjata) masing-masing menurut tuntutan dan tuntunan kondisi, merupakan cara penempuhan yang benar. Gerakan yang tak menjadikan jihad sebagai bagian dari agendanya, tak patut menjadi pemimpin. Keempat, memenuhi seluruh medan dunia Islam, tidak terbelah-belah dalam pecahan-pecahan yang saling berasingan.

About Redaktur

https://slotjitu.id/ https://adslotgacor.com https://adslotgacor.com/bandar-togel-online-4d-hadiah-10-juta https://linkslotjitu.com/ https://slotgacor77.id https://slotjudi4d.org/slot-gacor-gampang-menang https://slotjudi4d.org/ https://togelsgp2023.com https://s017.top https://slotjitugacor.com/