Pembatal I’tikaf

Berdasarkan ayat yang telah disebutkan, bahwa yang jelas-jelas dilarang saat I’tikaf adalah berjimak. Maka para ulama sepakat bahwa berjimak membatalkan I’tikaf. Adapun bercumbu, sebagian ulama mengatakan bahwa hal tersebut membatalkan jika diiringi syahwat dan keluar mani. Adapun jika tidak diiringi syahwat dan tidak mengeluarkan mani, tidak membatalkan.

Termasuk yang dianggap membatalkan adalah keluar dari masjid tanpa keperluan pribadi yang mendesak. Begitu pula dianggap membatalkan jika seseorang niat dengan azam kuat untuk keluar dari I’tikaf, walaupun dia masih berdiam di masjid.

Seseorang dibolehkan membatalkan I’tikafnya dan tidak ada konsekwensi apa-apa baginya. Namun jika tidak ada alasan mendesak, hal tersebut dimakruhkan, karena ibadah yang sudah dimulai hendaknya diselesaikan kecuali ada alasan yang kuat untuk menghentikannya.

Yang dianjurkan, dibolehkan dan dilarang Dianjurkan untuk fokus dan konsentrasi dalam ibadah, khususnya shalat fardhu, dan memperbanyak ibadah sunah, seperti tilawatul quran, berdoa, berzikir, muhasabah, talabul ilmi, membaca bacaan bermanfaat, dll. Namun tetap dibolehkan berbicara atau ngobrol seperlunya asal tidak menjadi bagian utama kegiatan i’tikaf, sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dikunjungi Safhiah binti Huyay, isterinya, saat beliau I’tikaf dan berbicara dengannya beberapa saat.

Dilarang saat I’tikaf menyibukkan diri dalam urusan dunia, apalagi melakukan perbuatan yang haram seperti ghibah, namimah atau memandang pandangan yang haram baik secara langsung atau melalui perangkat HP dan semacamnya.

Hindari perkara-perkara yang berlebihan walau dibolehkan, seperti makan, minum, tidur, ngobrol, dll.