1. Islam Adalah Iman Dan Amal
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan intinya adalah iman dan amal. Iman mencerminkan aqidah dan pokok-pokok yang menjadi landasan syari’at Islam. Dan dari dasar-dasar ini keluarlah cabang-cabangnya.
Amal mencerminkan syariah dan cabang-cabang yang dianggap sebagai tindak lanjut bagi iman dan aqidah.
Iman dan amal, atau aqidah dan syari’ah kedua-duanya berkaitan satu sama lain seperti keterkaitan antara buah dengan pohon, atau keterkaitan akibat dengan sebab-sebabnya, konklusi dan premisnya. Dan karena keterkaitan yang kuat inilah maka penyebutan amal dirangkai dengan iman pada banyak ayat-ayat suci Al-Qur’an.
“Berikanlah berita gembira kepada orang-orang beriman dan berbuat kebaikan, bahwasanya mereka itu akan memperoleh surge yang dibawahnya mengalir beberapa sungai.” (QS Al Baqarah: 25)
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan, baik ia lelaki atau perempuan dan ia seorang yang beriman, maka pastilah Kami (Allah) akan memberinya kehidupan yang baik dan pasti Kami beri balasan dengan pahalanya menurut yang telah dikerjakan dengan sebaik-baiknya.” (QS An Nahl:97)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman akan beramal shaleh, maka Tuhan Yang Maha Pengasih akan memancarkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS Maryam: 96)
2. Pengertian Iman Atau Aqidah
Pengertian iman atau aqidah meliputi enam perkara.
Ma’rifat kepada Allah, ma’rifat kepada nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya Yang Tinggi, ma’rifat kepada dalil-dalil wujud-Nya dan fenomena-fenomkena keagungan-Nya dia alam semesta ini.
Ma’rifat kepada alam yang ada di balik alam semesta ini atau alam yang tidak dapat dilihat (alam ghaib). Demikian pula kekuatan-kekuatan yang ada di dalamnya yang tercermin pada para malaikat, dan kekuatan-kekuatan jahat yang tercermin pada iblis dan tentara-tentaranya dari kalangan syetan. Juga ma’rifat kepada apa yang ada di alam ini berupa makhluk jin dan ruh-ruh.
Ma’rifat kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan untuk menentukan rambu-rambu kebenaran dan kebathilan, kebaikan dan kejahatan, halal dan haram, yang baik dan yang buruk.
Ma’rifat kepada para Nabi dan Rasul Allah yang telah dipilih untuk menjadi penunjuk jalans= dan pembimbing makhluk untuk mencapai kebenaran.
Ma’rifat kepada hari akhir dan hal-hal yang ada di dalamnya, seperti kebangkitan dari kubur dan balasan amal, pahala dan siksa, surga dan neraka.
Ma’rifat terhadap qadar (takdir) yang diatas landasannya system alam semesta ini berjalan, baik dalam penciptaan maupun pengaturannya.
3. Kesatuan Aqidah
Pemahaman tentang iman ini adalah aqidah yang menjadi muatan kitab-kitab yang diturunkan Allah, ajaran yang dibawa oleh para Rasul-Nya, dan wasiat-Nya kepada umat-umat terdahulu maupun umat belakangan.
Ia merupakan aqidah yang satu, tidak berganti-ganti karena pergantian waktu maupun tempat, dan tidak pula berubah-ubah karena perubahan individu taupun umat.
Allah berfirman:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadaMu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu terpecah belah tentangnya.” (QS Asy Syura’: 13)
Apa yang disyari’atkan oleh Allah untuk kita tentang agama, dan yang diwasiatkan kepada kita sebagaimana yang diwasiatkan kepada para Rasul-Nya yang terdahulu adalah pokok-pokok aqidah dan dasar-dasar keimanan, bukan cabang-cabang agama dan bukan syari’at-syari’atnya yang bersifat ‘amali. Sebab tiap-tiap umat mempunyai syari’at-syari’at yang bersifat ‘amali sesuai dengan situasi dan kondisinya, sesuai dengan taraf berpikir dan rohaniyahnya.
Hal ini diterangkan dalam firman-Nya:
“Untuk masing-masing dari kamu semua itu Kami buatkan aturan dan jalan (yang harus ditempuhnya).” (QS Al Maidah:48)
4. Mengapa Aqidah Itu Satu dan Kekal?
Sesungguhnya Allah menjadikan aqidah ini berlaku umum bagi seluruh manusia dan kekal sepanjang masa karena ia mempunyai dampak yang jelas dan manfaat yang tampak dalam kehidupan individu maupun masyarakat.
Ma’rifat kepada Allah dapat memancarkan perasaan-perasaan yang agung, membangkitkan berbagai indera kebaikan, membina rasa senantiasa diawasi Allah (muraqabah), memotivasi untuk mencari hal-hal yang luhur dan mulia, dan menjauhkan seseorang dari amal perbuatan yang nista dan hina.
Ma’rifat kepada para malaikat dapat mendorong seseorang untuk mencontoh sifat-sifat mereka (dalam hal kesuciannya) dan tolong-menolong dengan mereka dalam kebenaran dan kebaikan. Sebagaimana dapat mendorong kepada kesadaran dan kewaspadaan yang sempurna, sehingga tidak timbul dari diri manusia kecuali hal-hal yang baik, dan tidak akan bertindak kecuali untuk tujuan yang mulia.
Ma’rifats kepada skitab-kitab Allah tiada lain adalah pengetahuan tentang manhaj (system kehidupan) yang benar yang telah digariskan oleh Allah untuk umat manusia, agar dengan menempuh manhaj tersebut, ia dapat mencapai kesempurnaan baik dalam bidang materi maupun etika.
Ma’rifat kepada Rasul itu hanya dimaksudkan untuk mengetahui langkah-langkah mereka, berakhlaq dengan akhlaq mereka dan meneladani mereka dengan persepsi bahwa perilaku mereka mencerminkan nilai-nilai yang baik dan kehidupan yang bersih sebagaimana dikehendaki Allah untuk umat manusia.
Ma’rifat terhadap hari akhir (kiamat). Ia merupakan pendorong paling kuat untuk mengerjakan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
Ma’rifat terhadap qadar (takdir) dapat memberikan bekal kepada seseorang dengan berbagai potensi dan kekuatan yang mampu menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan, dan dihadapannya persoalan-persoalan besar menjadi kecil.
Demikianlah, tampak dengan jelas bahwa aqidah itu hanyalah dimaksudkan untuk membersihkan perilaku, menyucikan jiwa dan mengarahkannya kepada nilai-nilai yang paling luhur, disamping ia merupakan hakikat kebenaran yang kokoh dan tidak berubah-ubah. Ia termasuk pengetahuan manusia yang paling tinggi, walaupun bukan yang paling tinggi secara mutlak.
Membersihkan perilaku individu-individu dengan jalan menanamkan aqidah agam merupakan salah satu metode pendidikan (uslub tarbiyah) yang paling agung. Karena dengan demikian agama mempunyai kekuasaan atas hati dan jiwa, dan memiliki pengaruh terhadap perasaan dan indera. Bahkan kemampuannya dalam menguasai dan mempengaruhi ini, hamper tidak ada sarana-sarana lain yang ditemukan para pakar pendidikan yang dapat menandinginya.
Jadi menanamkan aqidah kedalam jiwa, merupakan cara yang paling tepat untuk mewujudkan unsur-unsur yang baik, yang dapat melaksanakan perannya secara sempurna dalam kehidupan dan memberikan andil yang sangat besar dalam membekali jiwa dengan hal-hal yang lebih bermanfaat dan benar. Sebab pendidikan model ini sesungguhnya dapat memperlebar pakaian keindahan dan kesempurnaan pada kehidupan, dan menaunginya dengan naungan rasa cinta dan damai.
Manakala rasa cinta telah mendominasi di dalam jiwa, maka lenyaplah pertengkaran dan hilanglah pertentangan. Keharmonisan akan menggantikan percekcokan. Umat manusia akan saling mendekati dan bersahabat. Individu akan berusaha dan bekerja demi kebaikan masyarakat. Sebaliknya masyarakat akan berusaha keras memperbaiki individu dan membahagiakannya.
Oleh karena itu, tampak jelas sekali hikamhnya, mengapa iman dijadikan sebagai prinsip umum dan kekal abadi. Juga mengapa Allah tidak pernah membiarkan satu generasi atau suatu umat dalam keadaan kosong tanpa mengutus seorang Rasul kepada mereka untuk mengajak mereka kepada iman ini dan memperdalam akar-akar aqidah ini di dalam hati mereka.
Umumnya da’wah dan seruan iman ini datang sesudah hati nurani manusia mengalami kerusakan, dan sesudah semua nilai luhur hancur. Dan tampak bahwa manusia sangat memerlukan datangnya mu’jizat yang dpat mengembalikannya kepada fitrahnya yang sehat agar memiliki kelayakan untuk memakmurkan bumi dan mampu mengemban amanat kehidupan.
Sesungguhnya aqidah ini merupakan jiwa bagi setiap individu. Dengan aqidah ini ia bias hidup dengan baik. Bila kehilangan aqidah ini, maka ruhaninya mengalami kematian. Aqidah adalah cahaya yang apabila manusia tidak mendapatkannya, maka ia akan tersesat dalam berbagai kancah kehidupan, dan mengalami kebingungan di berbagai lembah kesesatan.
Allah berfirman:
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?” (QS Al An’am: 122)
Sesungguhnya aqidah adalah sumber berbagai perasaan yang mulia, lahan untuk menanamkan berbagai perasaan yang baik, dan tempat tumbuhnya perasaan yang luhur. Tidak ada satupun keutamaan dan kebaikan kecuali pasti bersumber darinya.
Ketika membicarakan hal-hal yang baik, Al-Qur’an senantiasa menyebutkan aqidah di urutan pertama diantara amal-amal kebajikan itu. Sebagai pokok yang darinya tumbuh berbagai cabang, dan sebagai pondasi tempat berdirinya bangunan.
Allah berfirman:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan oarng-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kesempatan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS Al Baqarah: 177)