Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah menjelaskan kepada para hamba-Nya metode pendidikan yang tepat dalam Al Quran Al Majid. Dia juga telah menjelaskan kepada para makhluk-Nya konsep-konsep kebaikan, petunjuk serta kemaslahatan dalam hukum syariat-Nya yang hanif.
Salawat serta salam semoga tetap dicurahkan atas junjungan kami, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. yang telah diutus Allah untuk membina nilai-nilai kemanusiaan. Dia juga orang yang telah dituruni syariat yang telah merealisasikan ayat-ayat (fenomena) yang paling tinggi (nilainya) bagi kemuliaan dan keluhuran nilai-nilai kemanusiaan itu, sekaligus mampu merealisasikan tujuan paling mulia bagi eksistensi serta keluhuran dan kestabilan umat manusia. Juga atas para sahabatnya yang baik-baik dan suci, yang telah memberikan kepada generasi-generasi selanjutnya suatu model pendidikan anak dan pembentukan umat yang tiada duanya. Juga atas orang-orang yang berperilaku seperti mereka dan mengikuti sepak terjang mereka dengan penuh kebajikan sampai hari kiamat.
Setelah itu penulis sampaikan, bahwa:
Pertama, di antara keutamaan Islam bagi umat manusia, ia telah memberikan metode yang tepat dan sempurna bagi mereka dalam pendidikan rohani, pembinaan generasi, pembentukan umat, dan pembangunan budaya, serta penerapan prinsip-prinsip kemuliaan dan peradaban (madaniyah). Semua itu dimaksudkan untuk mengubah umat manusia dari kegelapan syirik, kebodohan, kesesatan dan kekacauan menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah, dan ketenteraman. Sungguh benar apa yang difirmankan Allah Swt. dalam Al Quran:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang-benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah: 15-16)
Kedua, cukuplah jelas akan keagungan dan keutamaan syariat Islam dengan kesaksian dari musuh-musuhnya perihal perkembangan dan kelestariannya. Dan musuh-musuh Islam itu benar-benar telah mengakui akan kelestarian dan kekekalan Islam. Kepada para pembaca –yang tertipu oleh berbagai konsep bangsa Barat- kami sajikan beberapa statemen dan pujian mereka yang cukup bijak dan positif. Hal ini dimaksudkan agar para pembaca dapat mengetahui apa yang dikatakan oleh orang-orang bijak dari kalangan non-muslim tentang misi Islam yang abadi dan ajaran-ajarannya yang luhur:
- Gustaf Le Bon mensitir perkataan Lebre, “Seandainya bangsa Arab tidak tampil dalam pentas sejarah, maka tentu kebangkitan yang dicapai oleh Eropa dewasa ini akan tertunda beberapa abad lamanya.”
- Lean Poole, di dalam bukunya yang berjudul Arab di Spanyol (Al Arab fi Asbaniya) mengatakan, “Ketika Andalus memimpin ilmu pengetahuan dan panji kebudayaan di dunia, Eropa yang masih buta huruf itu bergelut dengan kebodohan dan kemiskinan.”
- Ilyas Abu Syabakah, di dalam bukunya yang berjudul Rawabithul Fikri war Ruhi bainal Arabi wal Faranjah (Ikatan Pemikiran dan Kejiwaan antara Arab dan Perancis) mengatakan, “Kemerosotan budaya Arab telah menyebabkan kemalangan bagi Spanyol dan Eropa. Negeri Andalus tidak pernah mengenal kebahagiaan kecuali dalam naungan Arab. Dan Arab telah mengganti kehancuran menjadi kekayaan, keindahan, dan kesuburan.”
- Sediluth, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Arab (Tarikhul Arab) mengatakan, “Pada abad-abad pertengahan kaum muslimin tidak ada bandingannya dalam ilmu pengetahuan, filsafat, dan seni. Mereka telah menyebarkannya di mana saja mereka menginjakkan kaki, bahkan sampai ke Eropa. Merekalah yang menjadi penyebab kebangkitan dan kemajuannya.”
- Para ilmuwan hampir semuanya mengenal filosof Inggris, Bernard Shaw yang telah menegaskan dalam nada yang sama, “Agama yang dibawa Muhammad sungguh merupakan tolok ukur yang mulia bagi perkembangan selanjutnya karena ia sangat mengagumkan. Islamlah satu-satunya agama yang memiliki kekuasaan terhadap fase-fase kehidupan yang berbeda-beda. Saya berpendapat, bahwa sepatutnyalah Muhammad dipanggil sebagai penyelamat nilai-nilai kemanusiaan. Sekiranya orang semacamnya ditetapkan sebagai pemimpin pada kurun ini, jelas akan mampu memecahkan segala persoalannya.”
Statemen-statemen tersebut memberikan suatu kejelasan bagi para ilmuwan dan analis tentang esensi Islam sebagai sistem penolakan secara kultural, prinsip-prinsip pengembangan yang universal, di samping sebagai ajaran yang dinamis dan abadi.
Keutamaan Islam tampak lebih jelas lagi pada pengakuan orang-orang bijak dan musuh-musuh sebagaimana diilustrasikan oleh syair berikut:
manusia senantiasa menyaksikan keutamaan itu,
pada musuhnya sekalipun.
dan keutamaan adalah apa yang disaksikan
oleh musuh-musuhnya.
Ketiga, jika syariat Islam ini bersifat Rabbaniyah (ketuhanan) dihiasi dengan universalitas dan diistimewakan dengan reformasi dan kontuinitas, maka apakah konsep-konsepnya yang universal dan berbagai sumbangannya yang reformatif itu hanya merupakan satu gagasan yang hanya ada di dalam pikiran-pikiran dan pada teori-teori yang tertulis di dalam buku-buku, ataukah ia benar-benar dapat direalisasikan oleh beberapa tangan dan dapat dilihat mata?
Untuk menjawab itu, mari kita perhatikan perkataan Syahidul Islam, Sayyid Quhtb:
“Muhammad bin Abdullah telah menang pada hari di mana beliau menjadikan para sahabatnya sebagai gambaran-gambaran hidup dari keimanannya, yang memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar, pada hari di mana beliau membuat masing-masing di antara mereka sebagai Al Quran yang hidup merayap di permukaan bumi, pada hari di mana beliau menciptakan tiap individu di antara mereka sebagai contoh konkret bagi Islam yang dapat dilihat oleh manusia, sehingga mereka benar-benar dapat melihat Islam.
Nash-nash sendiri tidak dapat berbuat apa-apa, Mushaf Al Quran tidak dapat berbuat sebelum menjelma pada diri seseorang, dan konsep-konsep tersebut tidak dapat hidup kecuali jika ia telah menjelma menjadi sebuah tingkah laku.
Karenanya, tujuan Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. yang pertama adalah menciptakan manusia-manusia bukan menyampaikan nasihat-nasihat, menciptakan hati sanubari (menjadi terkesan) bukan memperindah pidato-pidato, serta membina suatu umat bukan menegakkan filsafat. Sedangkan pemikiran-pemikiran semacam itu telah dimuat di dalam Al Quranul Karim. Maka tugas Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. adalah mencairkan pemikiran yang masih bersifat teoritis itu menjadi figur-figur manusia konkret yang dapat disentuh oleh tangan dan dilihat oleh mata.
Muhammad bin Abdullah shalallahu ‘alaihi wasallam. adalah dalam posisi menang ketika berhasil menginternalisasikan pemikiran-pemikiran Islam dalam kepribadian manusia, mentransformasikan iman mereka kepada Al Islam dalam wujud tingkah laku, dan mencetak puluhan, ratusan, bahkan ribuan naskah Al Quran bukan dengan tinta yang tergores di atas lembaran-lembaran kertas melainkan dengan cahaya di atas kepingan-kepingan hati, kemudian dipraktikkan dalam sebuah interaksi sosial, saling memberi dan menerima. Mereka berbicara dalam bentuk perbuatan yang sesuai dengan (ajaran) Islam yang telah dibawa oleh Muhammad ibn Abdullah dari hadirat Allah.”[1]
Siapa saja yang ingin mengkaji pendidikan yang dilakukan oleh orang-orang pertama dari para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. dan orang-orang yang datang setelah mereka dengan penuh kebaikan, dipersilakan menelaah sejarah agar dapat mendengar banyak tentang jejak mereka yang luhur dan keutamaan-keutamaan akhlak mereka yang mulia.
Apakah dunia mengetahui ada orang yang lebih mulia, terhormat, pengasih, penyayang, agung, luhur, atau lebih pandai daripada mereka?
Sangatlah wajar kalau terdapat beberapa pernyataan Al Quran yang mengilustrasikan keagungan dan kemuliaan mereka, di antara ayat-ayat tersebut adalah
“Muhammad adalah utusan Allah. Dan orang-orang yang bersamanya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. Al Fath: 29)
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz Dzariyat: 17-19)
“Dan orang-orang yang menempati kota Madinah, dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr: 9)
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya).” (QS. Al Ahzab: 23)
Inilah setetes dari lautan contoh perbuatan mereka yang baik dan terpuji yang diilustrasikan dalam Al Quran. Perbuatan mereka ini telah terealisir dengan berdirinya masyarakat ideal yang menjadi impian para pemikir dan renungan para filosof sejak dulu. Bagaimana tidak, bila seorang hakim bertugas di tengah-tengah mereka dua tahun lamanya, belum pernah ada dua orang yang berselisih dan mengajukan perkara kepadanya? Mengapa mereka masih harus berselisih, sementara di tangan mereka terdapat Al Quran? Mengapa mereka harus bertengkar kalau mereka mencintai saudara-saudaranya seperti mereka mencintai diri mereka sendiri? Dan mengapa mereka harus saling membenci, padahal Islam memerintah kepada mereka untuk mencintai, bersaudara dan bahkan menganjurkan mereka untuk saling menyayangi dan mengutamakan orang lain?
Perhatikan pernyataan sahabat yang mulia Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tentang keutamaan-keutamaan mereka, keharusan meneladani perbuatan dan perilaku mereka yang terpuji:
“Bagi orang yang ingin mengambil teladan, hendaklah ia meneladani sahabat-sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. sebab mereka itu adalah umat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit beban (di hatinya), paling lurus petunjuknya, dan paling baik sikapnya. Mereka dipilih oleh Allah untuk menemani Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wasallam. Dan untuk menegakkan agama-Nya. Oleh karena itu, kenalilah keutamaan mereka dan ikutilah jejak-jejak mereka. Sesungguhnya mereka itu selalu dalam petunjuk yang lurus.”
[1] Sayyid Quthb, Dirasat Islamiyah, Pasal Kemenangan Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam.