Bismillahir rahmanir rahim.
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada seutama-utama Rasul: Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Amma ba’du.
Ibadah, menurut sebahagian besar kalangan kaum muslimin, berlalu hanya sebatas bentuk penampilan lahiriah saja, tanpa ruh. Seorang muslim dengan asyiknya menunaikan ibadah tanpa peduli bahwa Islam adalah juga agama “misi dan dakwah”. Kerana itu melemahlah peranan sosial dan dakwahnya. la tidak mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat untuk mengubah dan mencelupnya dengan warna Islam, secara teoritis maupun praktis, baik dalam tataran emosi, syiar, dan syariatnya sekaligus.
Bila risalah Islam ditujukan bagi seluruh umat manusia di muka bumi, maka sangatlah mendesak bagi masyarakat untuk dapat melahirkan para da’i yang memiliki kapasitas memadai dalam bidang ilmu, kecakapan, dan keteladanan. Seorang da’i yang mampu memahami rahsia jiwa seseorang, mampu menghiasi diri dengan watak sabar dan lapang dada.
“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku.” (Thaha:25)
Mereka harus juga memiliki firasat yang tajam dan argumentasi yang kuat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlab, ‘Inilah jalan (agamaku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orangyang musyrik.'” (Yusuf: 108)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Waspadalah kalian terhadap firasat seorang mukmin, karena ia melihat dengan cahaya Allah.”
Para da’i itu juga harus memiliki kemampuan untuk membangkitkan “indra ketuhanan” demi menarik simpati hati, menyatukan jiwa, dan berinteraksi dengan gerakan dakwah beserta medannya yang membentang luas. Ini semua dapat terwujud dengan ajakan dan seruan yang baik, cara yang baik, metode dialogis, dan argumentasi yang lebih baik, serta keteladanan yang “tanpa cela”. Demikian itu karena dalam tradisi yang kita kenal “kesucian suatu tujuan menuntut kesucian cara dalam merealisasikannya”. Sebelum tujuan tercapai, sarana harus sudah ditentukan, tidak ada tawar menawar dalam hal ini.
Semenjak diterbitkannya buku Ath Thariq ilal Qulub edisi pertama pada tahun 1986, muncul fenomena yang menunjukkan maraknya kesadaran Islam, kasih sayang, dan ikatan hati di kalangan para pemuda Islam. Fenomena ini kemudian merebak dan meluas pada kehidupan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia Islam, yang membangkitkan perasaan di dada mereka untuk bertemu, bersatu, dan berbuat sesuatu secara nyata dengan landasan Al Qur’an dan Sunah Nabi, dipilari oleh kecerdikan, kesadaran penuh, kewaspadaan, kesabaran, kesetiaan, hasrat menggelora yang tidak tergoyahkan oleli berbagai ujian, dan tidak mudah terseret oleh ambisi nafsu dan dinamika zaman. Yang dapat membantu kita untuk ltu adalah “taqwa kepada Allah”, baik ketika sendiri mahupun di tengah keramaian, juga “yakin akan janji Allah”, yang tiada keraguan di dalamnya.
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalayn ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah~Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku.”(An Nur: 55)
Di samping itu, kita harus membekali diri dengan ikatan kasih sayang yang mendalam untuk meneguhkan hati dan mengokohkan pijakan bersama Kitabullah dan syariat Allah yang jelas.
untuk kefakiran kukenakan pakaian kebesaran
untuk kesabaran kupilin tali yang panjang
aku bersabar kerana tekad, bukan kerelaan
dan kubangun dakwahku, generasi demi generasi
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertaqwalah kalian kepada Allah supaya kalian beruntung.” (Ali Imran: 200)
***
Buku Bagaimana Menyentuh Hati ini, terbit pada saat Mesir tengah diguncang oleh aksi keganasan dan tindakan kekerasan dan beberapa kelompok ekstrem.
Pada judul buku ini terdapat suatu kandungan maksud untuk membersihkan berbagai sikap keras dan tindakan kurang bijak dengan menunjukkan jalan-jalan menuju hati. Allah subhanahu wa ta’ala , berfirman,
“Maka disebabkan rahmat dan Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terbadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berbati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Al-Imran: 159)
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesunggubnya dia telab melampaui batas, maka berbicaralab kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (Thaha: 43-44)
“Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telab menjadi teman yang sangat setia.” (Fushilat: 34)
Rasul bersabda, “Seorang wanita masuk neraka gara-gara seekor kucing yang dikurungnya tanpa diberi ma-kan dan minum, dan ia memnggalkannya dengan tidak memberi makan meski dan serangga tanah.”
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buab hati dalam rongganya.” (Al Ahzab: 4)
Karena itu, tidak mungkin pemilik hati yang sarat cinta dan keimanan, pada saat yang sama ia adalah se-orang yang berhati gersang, kasar, serta menyimpan rasa dengki dan kebencian kepada pihak lain.
***
Buku ini saya peruntukkan bagi para pemuda yang merasa terpanggil oleh seruan Allah subhanahu wa ta’ala, “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegab dari yang mungkar; merekalah orang-orangyang beruntung.” (Ali Imran: 104)
Dengan semangat tinggi mereka menyeru manusia kepada kebenaran dan kebaikan, tetapi banyak di antara mereka yang tidak mengetahui cara mengambil hati objek dakwah, sehingga banyak kesempatan berharga yang terbuang sia-sia. Saya yakin bahwa cara untuk memikat hati objek dakwah dipengaruhi olehbanyak faktor, seperti umur, pendidikan, tradisi, dan pola pikir.
Di dalam buku ini saya ingin mengemukakan beberapa kiat praktis tentang cara memikat hati tersebut, yang mudah-mudahan dapat diambil manfaatnya oleh para da’i.
Setiap jamaah, kelompok, atau partai mempunyai cara dan sarana tersendiri dalam merangkul massa sesuai dengan tujuan masing-masing. Sebagai da’i dan da’iyah kita pun harus menggunakan cara dan sarana yang diilhami oleh aqidah islamiah, sehingga langkah yang kita tempuh tidak terlepas dari rambu-rambu syariat.
Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada kita metode berdakwah yang mudah untuk diterapkan dan mencakup segala segi kehidupan, sehingga siapa saja yang ingin berdakwah tidak akan kesulitan mencari raetode yang tepat dalam bergaul dengan masyarakat, mengajak mereka kepada kebenaran, dan bersabar atas gangguan yang diterima.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserab diri?’ Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang di antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang setia.” (Fushilat: 33-34)
Abbas As Sisi
Rabi’ul Awal, 1416 H/Agustus 1995 M.