Ramadhan, Saat Tepat Bertaubat

Kemuliaan dan keistimewaan bulan Ramadhan telah disadari. Di dalamnya ada rahmat, keberkahan, kebaikan, keselamatan, ampunan yang tak terhingga, pahala yang berlipat ganda, dan kenikmatan berlimpah ruah.

Karena itu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan dalam sabdanya, “Seandainya manusia mengetahui kebaikan dan keistimewaan yang ada di bulan Ramadhan, maka mereka akan menginginkan seandainya seluruh bulan yang ada menjadi bulan Ramadhan.”

Semangat berlomba-lomba dalam ibadah dan kebaikan menjadi ciri khas dari Ramadhan. Secara umum, kecenderungan kaum muslimin meningkatkan ibadahnya sangat tinggi di bulan Ramadhan. Orang awam pun berlomba-lomba meningkatkan ibadahnya, seperti: memakmurkan masjid, bersedekah, menambah shalat sunah, melaksanakan tarawih, memberikan buka puasa, dan lainnya. Semangat beribadah dan melakukan kebaikan belum sempurna bila seseorang belum memiliki kepedulian terhadap usaha menghindari perangkap-perangkap dosa.

Bahkan, memelihara dan menjaga diri dari dosa dan menjauhkan segala perangkap-perangkapnya, sangat besar fadhilah dan keutamaannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mari kita renungkan riwayat hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menjelaskan tentang tujuh golongan yang akan dilindungi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. di akhirat kelak, dimana tidak ada perlindungan selain perlindungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bulan Ramadhan di samping menyediakan banyak peluang ibadah dan kebaikan, ia juga membuka lebar-lebar pintu untuk menjauhkan diri dari maksiat dan dosa. Upaya menjauhkan diri dari dosa dan maksiat, tidak terlepas dari keharusan orang bertaubat dan membersihkan diri dari dosa-dosa dan maksiat mereka yang pernah terjerumus ke dalamnya. Itulah istighfar dan taubat.

1.      Urgensi Taubat

Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa, kecuali Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kenyataan ini mengharuskan setiap orang introspeksi diri dan kembali bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri yang telah bebas dari dosa, selalu beristighfar dan bertaubat tidak kurang dari tujuh puluh kali setiap hari. Dalam riwayat lain, seratus kali. (HR Bukhari-Muslim).

Dalam Al Qur’an ditemukan banyak ayat tentang pentingnya bertaubat. Diantaranya, Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian meraih kemenangan”. (An Nur: 30)

Ayat ini turun di Madinah kepada generasi terbaik umat ini, dari Muhajirin dan Anshar. Bahwa, bila mereka ingin meraih kemenangan, kejayaan, dan kebahagiaan, maka harus dengan syarat bertaubat. Padahal, mereka telah mempersembahkan segalanya untuk perjuangan iman melawan siksaan dan intimidasi kafir Quraisy, menghadapi segala rintangan dan penderitaan dalam berhijrah, dan menghadapi kilatan pedang, serangan musuh, dan ancaman syahid dalam berjihad di medan perang.

Ayat ini seolah-olah menyatakan bahwa tidak cukup hanya dengan beriman, berhijrah, dan berjihad untuk mencapai kemenangan. Tetapi, harus pula dengan banyak bertaubat.

Ayat lain menyatakan hakikat yang lebih menggetarkan hati. Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berfirman, “dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka pasti orang-orang yang zhalim”. (Al Hujurat; 11).

2.      Kewajiban Taubat dan Keutamaannya

Wahsyi, pembunuh Hamzah, paman tersayang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ragu-ragu masuk Islam, karena takut dosanya tidak akan terampuni dan taubatnya tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, setelah mendapat jawaban dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an, tanpa ragu dia pun masuk Islam dan bertaubat menuju ke Madinah. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anh Berkata,

“Sesungguhnya Wahsyi, pembunuh Hamzah Radhiyallahu ‘Anh paman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menulis surat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Mekkah, yang menyebutkan bahwa sesungguhnya aku ingin masuk Islam, namun yang menjadi penghalangku dari masuk Islam, adalah ayat Al Qur’an yang turun kepada Anda, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya),” (Al Furqan; 68).

Aku telah melakukan tiga perkara itu. Sekarang apakah aku berpeluang untuk bertaubat?” Kemudian turun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al Furqan; 70). Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu.

Wahsyi menulis surat lagi yang isinya menyebutkan tentang syarat taubat, yaitu beramal shaleh, dan aku tidak tahu apakah aku dapat melakukan amal shaleh atau tidak? Kemudian turun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (An Nisa: 116).

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu. Wahsyi menulis surat lagi yang isinya menyebutkan tentang syarat taubat yang juga terdapat dalam ayat tersebut, dan aku tidak tahu apakah aku mendapatkan ampunan atau tidak?

 Kemudian turun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Az-Zumar; 24).

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu. Wahsyi tidak lagi melihat ada syarat dalam ayat tersebut, maka dia pun bertolak menuju Madinah dan masuk Islam.”

Keadilan dan kebijakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. menentukan bahwa setiap bani Adam berdosa, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Anas bin Malik, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Setiap anak Adam bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang-orang yang bertaubat”. (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Al Hakim ).

Namun, Allah Subhanahu wa Ta’ala. tidak zhalim terhadap manusia. Ketika mereka berpeluang untuk bersalah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala. membuka lebar-lebar pintu taubat untuk membersihkan dosa-dosanya.

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala. telah mewajibkan taubat atas setiap hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berfirman,

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah – Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS Ali Imran: 133-136)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengilustrasikan keutamaan taubat dalam haditsnya mengenai diri beliau sendiri, “aku adalah nabi taubat dan nabi yang penuh kasih sayang”. (HR Muslim).

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga menggambarkan orang-orang yang bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahwa mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. sangat mulia dan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sangat senang dengan taubat seseorang, lebih daripada senangnya seorang pengelana yang menemukan kembali onta beserta perbekalannya yang hilang di padang pasir, sedangkan dia sendiri tidak lagi memiliki perbekalan lainnya selain itu. Sehingga saking gembiranya, dia berseru; “Ya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Engkau hambaku, dan aku adalah tuhan-Mu”, tanpa dia sadari kekeliurannya yang sangat fatal.

3.      Hakikat Taubat Nasuha dan Syarat-syaratnya

Hakikat taubat nasuha adalah kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. dengan mengenal betul tentang sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, nama-nama-Nya, dan pengaruh-pengaruh-Nya dalam diri sendiri dan di alam semesta. Seorang yang kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. harus disertai kesadaran bahwa dia telah lari dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan terperangkap dalam jerat musuh-Nya. Hal itu disebabkan kebodohannya akan hakikat Tuhannya dan keberanian menentang-Nya.

Seseorang harus benar-benar kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. dengan niat membersihkan diri dan mendekat kepada-Nya, dengan memenuhi syarat-syarat sahnya taubat berikut ini:

  1. Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. bukan karena lainnya.
  2. Langsung melepaskan diri dari dosa, tanpa menunda-nunda.
  3. Menyesali perbuatan dosa.
  4. Bertekad dan berazam tidak akan mengulanginya lagi.
  5. Mengembalikan hak-hak anak Adam AS.
  6. Masih dalam masa taubat yang diterima, yaitu;
    1. Sebelum sakaratul maut
    2. Sebelum matahari terbit dari ufuk Barat.

Setelah bertaubat, seseorang dapat mengecek hakikat taubatnya melalui:

  1. Apakah perasaan berdosa telah merasuk ke dalam jiwanya atau belum? Perasaan itu terdiri dari:
    1. Perasaan akan adanya pelanggaran besar dan dosa
    2. Perasaan akan keagungan Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala. yang dilanggar perintah-Nya dan larangan-Nya.
    3. Perasaan akan kepastian balasan yang diterima karena pelanggaran itu, bila tidak bertaubat.
  2. Selalu diliputi kekhawatiran dari ketidakmampuan menepati hak-hak taubat sehingga tidak diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kekhawatiran itu harus lebih ditingkatkan bila terdapat tanda-tanda kerancuan taubat berikut:
    1. Mata yang masih buram akan kebenaran dan telinga yang masih terhalang oleh syahwat dari mendengar nasihat dan kata-kata yang hak dan benar.
    2. Hati yang masih membeku dan belum mencair dengan sentuhan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
    3. Nurani yang masih lengah dan lalai
    4. Tidak gemar dan merasakan kenikmatan dalam menjalankan amal shalih
    5. Motivasi bertaubat untuk meraih keuntungan dunia dan martabat baik di mata manusia lebih kuat dibanding karena ikhlas mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. dan derajat tinggi di sisi-Nya.

4.      Tanda-tanda Taubat Diterima

Ada beberapa indikasi dan tanda taubat seseorang diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala, diantaranya:

  1. Kondisi, perilaku, dan akhlak seseorang lebih baik daripada sebelumnya.
  2. Kekhawatiran selalu menghantuinya akan sanksi Allah Subhanahu wa Ta’ala. dan tidak pernah merasa aman darinya sekejap pun, bila melakukan kesalahan dan dosa lagi.
  3. Hatinya diliputi penyesalan dan ketakutan akan keluar dari rahmatdan ridha-Nya
  4. Harapan dan kerinduan yang mendalam dan selalu menggelitik hatiuntuk mencapai keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Demikianlah sekilas bahasan tentang taubat nasuha. Bulan Ramadhan yang penuhbarakah ini sangat cocok untuk bertaubat, kemudian memulai hidup denganlebih shalih dan lebih banyak beramal. Selamat berusaha maksimal.