“… Tiba-tiba lewat dua orang laki-laki Anshar. Keduanya mengucapkan salam kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada kedua laki-laki itu: ‘Pelan-pelan sajalah kalian. Dia ini hanyalah Shafiyyah binti Huyay.'” (HR Bukhari dan Muslim)[1]
“Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Khadijah, minta izin untuk menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Permintaan izin/salam Halah tersebut mengingatkan beliau pada salamnya Khadijah sehingga beliau agak gemetar karenanya, lalu beliau berkata: ‘Ya Allah, (rupanya) Halah binti Khuwailid.'” (HR Bukhari dan Muslim)[2]
Anas bin Malik berkata bahwa neneknya Malikah mengundang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menikmati makanan yang dia buat. (HR Bukhari dan Muslim)[3]
Tatkala Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam datang kepada Aisyah, beliau bertanya: “Apakah kamu memiliki sesuatu?” Aisyah menjawab: “Tidak ada, cuma saja Nasibah mengirim kembali kepada kita sebagian dari kambing yang engkau kirimkan kepadanya.” (HR Muslim)[4]
“Lalu (Bilal) berkata: ‘… seorang wanita Anshar dan Zainab.’ Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya: ‘Zainab yang mana?’ Bilal menjawab: ‘Istrinya Abdullah (bin Mas’ud).'” (HR Bukhari dan Muslim)[5]
“… Lalu Umar masuk menemui Hafshah, sementara di samping Hafshah ada Asma. Umar bertanya: ‘Siapa wanita ini?’ Dia menjawab: ‘Asma binti Umais.'” (HR Bukhari dan Muslim)[6]
Ummu Salamah, istri Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, bercerita bahwa seorang wanita dari Bani Aslam bernama Subaiah masih tetap di bawah tanggungan suaminya. Kemudian suaminya wafat, sementara dia dalam keadaan hamil … (HR Bukhari dan Muslim)[7]
“Lalu dia (Anas bin Nadhar) memerangi mereka sehingga dia sendiri terbunuh. Pada sekujur tubuhnya ditemukan delapan puluh lebih bekas terkena pukulan pedang, tikaman, dan panah. Saudara kandung wanitanya, yaitu bibiku Rubayyi binti Nadhar, berkata: ‘Aku tidak bisa mengenali saudaraku itu lagi kecuali melalui ujung jari-jemarinya.'” (HR Muslim)[8]
“Seorang wanita dari keluarga Ahmas datang menemui Abu Bakar, namanya Zainab binti Al Muhajir.” (HR Bukhari)[9]
“Bahwasanya Arwa binti Umais mengaku-ngaku bahwa Sa’id bin Zaid telah mengambil sebagian tanahnya.” (HR Bukhari dan Muslim)[10]
Yang lebih jauh lagi dari sekadar menyebutkan nama seorang wanita adalah menisbahkan anak laki-laki kadang-kadang kepada ibunya, bukan kepada bapaknya, dan hal itu pernah dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat beliau yang mulia. “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menyalatkan (jenazah) Suhail ibnul Baidha kecuali di masjid.” (HR Muslim)[11]
Abdurrahman bin Auf berkata: “Aku berada dalam satu barisan ketika Perang Badar. Ketika menoleh, tiba-tiba aku lihat di sebelah kanan dan kiriku ada dua pemuda yang masih muda usianya, seolah-olah aku tidak aman berada di tempat mereka berdua. Karena salah seorang dari mereka bertanya kepadaku: ‘Wahai paman, tolong beritahu aku yang mana Abu Jahal!’ Aku berkata: ‘Wahai keponakanku, apa yang akan kamu lakukan terhadapnya?’ Dia menjawab: ‘Aku telah berjanji kepada Allah, jika aku melihatnya, aku akan membunuhnya atau aku mati melawannya.’ Temannya yang satu lagi juga berkata seperti itu kepadaku. Abdurrahman berkata: ‘Aku merasa tidak tenang karena berada di antara kedua anak itu. Lalu aku tunjukkan kepada mereka keberadaan Abu Jahal. Mereka segera memburu Abu Jahal bagaikan dua ekor elang sehingga mereka berhasil memukul Abu Jahal. Keduanya adalah putra Afra.'” (HR Bukhari)[12]
Ibnu Mas’ud berkata: “Apakah kamu mengira keluarga putra Ummu Abdi adalah orang-orang yang lalai?” (HR Muslim)[13]
“Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Pindahlah kamu ke rumah putra Ummu Maktum.” (HR Muslim)[14]
Abdullah bin Malik bin Buhainah r.a. berkata bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, apabila mengerjakan shalat, melebarkan kedua tangannya. (HR Bukhari dan Muslim)[15]
Ibnu Daqiqil ‘Id berkata: “Abdullah bin Malik bin Buhainah, dan Buhainah itu adalah ibunya, sementara bapaknya bernama Malik ibnul Qasyab. Abdullah adalah salah seorang yang dinisbahkan kepada ibunya, sama seperti Muhammad bin Hubaib Al Lughawi, pengarang buku Al Muhabbar fil Mu’talaf wal Mukhtalaf fi Qaba’ilil ‘Arab. Hubaib itu adalah ibunya, bukan bapaknya. Yang lebih aneh lagi dalam pengamatanku mengenai masalah ini nama Muhammad bin Syaraf Al Qairawani adalah seorang sastrawan dan penyair terkenal. Dia dinisbahkan kepada ibunya, Syaraf. Banyak sekali perbandingannya. Kalau Anda telusuri akan banyak sekali Anda temukan hal seperti ini.”[16]
Imam An Nawawi dalam buku syarahnya terhadap Shahih Muslim berkata:
“Ismail menceritakan kepada kami dan Ismail adalah putra Aliyyah. Aliyyah adalah ibu Ismail, sementara bapaknya adalah Ibrahim bin Sahm As Asadiy …” Syu’bah berkata: “Ismail bin Aliyyah adalah aroma kalangan fuqaha dan pemimpin kalangan muhadditsin.”[17]
[1] Bukhari, Kitab: I’tikaf, Bab: Apakah orang yang sedang melakukan i’tikaf boleh keluar ke pintu masjid untuk menunaikan sesuatu keperluan? jilid 5, hlm. 182. Muslim, Kitab: Salam, Bab: Keterangan bahwa seorang yang terlihat berkhulwat dengan seorang wanita, sedangkan wanita adalah istri atau mahramnya, maka dianjurkan kepadanya supaya mengatakan: “Ini si anu,” jilid 7, hlm. 8.
[2] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Perkawinan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Khadijah dan keutamaan Khadijah, jilid 8, hlm. 140. Muslim, Kitab: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7, hlm. 134.
[3] Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Shalat di atas tikar, jilid 2, hlm. 35. Muslim, Kitab: Masjid, Bab: Diperbolehkan melakukan shalat sunnat secara berjamaah, jilid 2, hlm. 127.
[4] Muslim, Kitab: Zakat, Bab: Boleh memberikan hadiah kepada Nabi halallahu ‘Alaihi wa Sallam, jilid 3, hlm. 120.
[5] Bukhari, Kitab: Zakat, Bab: Berzakat kepada suami dan anak-anak yatim yang dia pelihara, jilid 4, hlm. 70. Muslim, Kitab: Zakat, Bab: Keutamaan memberikan nafkah dan sedekah kepada karib kerabat dan suami, jilid 3, hlm. 80.
[6] Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Perang Khaibar, jilid 6, hlm. 24. Muslim, Kitab: Keutamaan para sahabat, Bab: Di antara keutamaan-keutamaan Ja’far bin Abu Thalib dan Asma binti Umais, jilid 7, hlm. 172.
[7] Bukhari, Kitab: Thalak, Bab: Wanita-wanita yang sedang mengandung, jilid 11, hlm. 395. Muslim, Kitab: Thalak, Bab: Berakhirnya masa ‘iddah wanita yang ditinggal mati suaminya dengan melahirkan kandungannya, jilid 4, hlm. 201.
[8] Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Tetapnya surga bagi orang yang mati syahid, jilid 6, hlm. 46.
[9] Bukhari, Kitab: Manaqib, Bab: Masa-masa jahiliah, jilid 8, hlm. 148.
[10] Bukhari, Kitab: Permulaan makhluk, Bab: cerita mengenai tujuh lapis bumi, jilid 7, hlm. 104. Muslim, Kitab: Musaqat, Bab: Keharaman berbuat zalim, merampas tanah, dan lain-lain, jilid 5, hlm. 58.
[11] Muslim’ Kitab: Jenazah, Bab: Menyalatkan jenazah di masjid, jilid 3, hlm. 62.
[12] Bukhari, Kitab: Peperangan, Bab: Abdullah bin Muhammad Al Ja’fi menceritakan kepadaku, jilid 8, hlm. 310.
[13] Muslim, Kitab: Shalat orang musafir, Bab: Membaca Al Qur’an secara perlahan dan tidak tergesa-gesa, jilid 2, hlm. 205.
[14] Muslim, Kitab, Thalak, Bab: Wanita yang sudah ditalak tiga tidak berhak lagi mendapatkan nafkah, jilid 4, hlm. 197.
[15] Bukhari, Kitab: Shalat, Bab: Menampakkan ketiak dan merenggangkan kedua tangan dari tubuh sewaktu sujud, jilid 2, hlm. 42. Muslim, Kitab: Shalat, Bab: Hal-hal yang berhubungan dengan sifat shalat, jilid 2, hlm. 53.
[16] Kitab Ihkam Al Ahkam, Syarh ‘Umdat Al Ahkam, jilid 1, hlm. 66.
[17] ibid