Seorang teman berkata bahwa ia merasa tidak mem-punyai kemampuan untuk berda’wah, karena dia bukan seorang yang faqih dan bukan seorang yang tahu banyak tentang metode da’wah. Adapun hadits-hadits Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berkaitan dengan da’wah yang telah dibacanya merupakan sebuah barakah. Ia tidak tahu bahwa barakah harus berbuah, dan buah dari barakah adalah produktivitas.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Senyummu pada wajah saudaramu adalah sedekah.”
Jadi, jika Anda tidak tersenyum pada wajah saudara Anda, maka Anda tidak mendapatkan pahala sedekah itu. Jika setiap Muslim mau memberi senyum tatkala bertemu dengan saudaranya sesama Muslim, kita akan menjumpai sebuah masyarakat Muslim yang berwajah cerah dan saling mencintai. Inilah barakah dari sebuah senyuman yang tulus. Allah Subhanahu wa Ta’ala. pernah menegur Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala beliau bermuka masam saat ditemui oleh Ibnu Maktum radhiyallahu ‘anhu Allah berfirman,
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa).”(‘Abasa:1-3)
Dari contoh ini Anda akan mengetahui bahwa setiap yang datang dari Rasulullah adalah metode da’wah dan manhaj tarbiyah. Marilah kita mengambil salah satu contoh dari hadits-hadits berikut yang mengajarkan tentang sarana dan metode da’wah yang mudah dipelajari dan diterapkan oleh para da’i. Anda akan melihat bahwa pelajaran-pelajaran itu sangat gamblang dan akan menyadari bahwa daya tangkap kitalah yang memang belum sampai.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda,
“Hak seorang Muslim terhadap Muslim yang lain ada enam:jika bertemu maka berilah salam, jika tidak kelihatan maka cari tahulah, jika sakit maka jenguklah, jika mengundang maka penuhilah, jika bersin dan mengucapkan hamdalah maka jawablah (dengan mengucapkan ‘yarhamukallah’, dan jika meninggal dunia maka hantarkanlah (ke pemakaman).”
Pertama, jika bertemu maka berilah salam
Mengucapkan salam adalah langkah pertama, akan semakin mantap jika diikuti dengan berjabat tangan. Ucapan salam harus disertai dengan perasaan cinta, senang, dan wajah yang berseri agar fungsi ucapan salam itu terwujud. Setelah itu saling memperkenalkan nama, pekerjaan, dan tempat tinggal. Dengan demikian Anda telah menapaki tahap awal dalam berda’wah.
Kedua, jika tidak kelihatan maka cari tahulah
Watak sebuah perkenalan adalah jika seseorang yang telah Anda kenal itu tidak Anda lihat dalam waktu ter-tentu, maka Anda harus mencari kabar tentang keadaannya atau menghubunginya, baik lewat telepon maupun surat.
Ketiga, jika sakit maka jenguklah
Sunnatullah akan berlaku pada setiap orang, maka suatu saat ia akan merasa gembira sedih, atau sakit; dan setiap kondisi harus disikapi dengan sikap yang islami. Jika Anda mendengar bahwa teman Anda sakit, Anda harus cepat-cepat menjenguknya, memberikan kesejukan, dan mendoakan untuk kesembuhannya; akan sangat baik lagi jika Anda membawa hadiah yang sesuai. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, karena hadiah itu akan menjadikan kalian saling mencintai.” (HR. Malik dalam “Al Muwatha”‘)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya sesama Muslim karena Allah, maka malaikat akan berseru kepadanya, ‘Kamu dalam keadaan baik dan baikpula tempat tujuanmu, kamu pun akan ditempatkan di surga.'” (HR. Muslim)
Di tempat teman Anda tersebut, Anda pun dapat berkenalan dengan teman-temannya. Dengan demikian Anda akan semakin banyak mempunyai kenalan. Jangan sampai kunjungan itu Anda pergunakan untuk membaca Quran, majalah, atau berbicara yang tidak ada gunanya, agar tujuan kunjungan tersebut dapat terwujud.
Jika Anda masuk rumahnya, hendaklah Anda duduk di mana Anda dipersilakan duduk. Diriwayatkan dalam sebuah atsar,
“Barangsiapa masuk rumah salah seorang di antara kamu maka duduklah di tempat tersebut, karena kaum itu lebih mengetahui aurat rumah mereka.” (HR. Thabrani)
Keempat, jika ia mengundangmu maka penuhilah
Setelah melewati tahapan-tahapan di atas maka hubungan antara kalian akan semakin erat. Suatu saat teman Anda akan menghadapi keadaan-keadaan penting, seperti sukses dalam tugas, pernikahan, atau yang lainnya, lalu ia mengundang Anda untuk menghadiri acara-acara tersebut. Anda harus memenuhi undangan tersebut karena ini merupakan kesempatan berharga yang tersedia tanpa harus Anda rencanakan sebelumnya.
Begitu juga sebaliknya, Anda pun harus mengundangnya dalam acara-acara penting yang Anda adakan.
Kelima, jika ia bersin dan mengucapkan “hamdalah” maka jawablah (ucapkan “yarhamukallah”)
Duduk bersebelahan dengan orang yang belum dikenal di suatu tempat, baik di perjalanan, pesta, maupun tatkala menjenguk orang sakit, lalu orang yang duduk di sebelah Anda itu bersin maka hendaklah Anda menoleh kepadanya dengan wajah berseri seraya mengucapkan, “yarhamukallah (mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada Anda).” Tentunya hal ini akan menjadikan dirinya merasakan sesuatu yang baru dan setelah itu Anda dapat bercakap-cakap dengannya.
Keenam, jika ia meninggal dunia maka antarkanlah ke tempat pemakamannya
Apa yang dapat ia lakukan setelah meninggal dunia dan dikubur? Pada hakikatnya, mengantar orang lain yang meninggal ke tempat pemakaman adalah mengantar dirinya sendiri, yang ia akan dapat mengambil nasihat, pelajaran, dan merenungkannya. Ini sebuah sunah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menggambarkan persatuan dan kesatuan kaum mushmin. Jika sebelumnya Anda dapat mengenal pribadi orang yang telah meninggal dunia, maka sekarang Anda dapat menggunakan kesempatan untuk berkenalan dengan keluarganya dan orang-orang yang berta’ziah ke rumahnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa menghadiri jenazah hingga menshalatkannya, maka baginya pahala satu qirath. Barangsiapa menyaksikan hingga di makamkan, maka baginya dua qirath.” Seorang sahabat bertanya, “Apakah dua qirath itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Seperti dua gunung yang besar.” (Muttafaqun ‘Alaih)