Sesungguhnya berjuang untuk Islam, untuk mewujudkan kepribadian yang melaksanakan Islam sebagai akidah maupun akhlak; untuk mewujudkan masyarakat yang berperan teguh kepadanya dalam pemikiran dan perilaku; untuk mewujudkan negara yang melaksanakan ajarannya baik sebagai peraturan, sistem, maupun perundang-undangan; dan mengembannya sebagai seruan yang membimbing kepada upaya menegakkan kebenaran dan keadilan dunia; dan sesungguhnya perjuangan ini beserta apa saja yang dibutuhkan berkaitan dengannya, bercabang darinya, dan menjadi konsekuensinya, merupakan kewajiban Islam dan syar’I yang tidak gugur sebelum tegaknya “kekuasaan” yang menjamin terlaksananya tanggung jawab ini dan memperhatikan urusan kaum Muslimin.
Selama kekuasaan ini tidak ada, maka kelalaian apa pun yang terjadi di kalangan aktivis dan keengganan untuk turut serta bersama kaum Muslimin, di dalam syariat Allah dinilai sebagai sebuah dosa yang tidak bisa dihapuskan kecuali dengan bersegera bangkit melaksanakan tugas-tugas perjuangan Islam.
Memperjuangkan Islam bersifat wajib dan bukan sekedar sukarela. Hal ini bisa dilihat dari beberapa sudut pandang :
1. Kewajiban sebagai Prinsip
Memperjuangkan Islam sebagai sebuah prinsip merupakan suatu kewajiban, karena ia merupakan letak bergantungnya pembebanan Allah terhadap seluruh manusia. Pertama-tama terhadap para nabi dan rasul, kemudian terhadap seluruh manusia secara umum, sampai Allah mewarisi bumi dan segala yang ada di atasnya, dengan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Demi masa, sesungguhnya manusia ada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beramal shaleh, saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran.” (Al Ashr : 1-3)
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, jika kamu belum melaksanakan, berarti kamu belum menyampaikan risalah-Nya.” (Al Maidah : 67)
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahkluk) yang dapat melaknati.” (Al Baqarah : 159)
Sunnah Nabi kaya dengan riwayat-riwayat dari Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mendorong umat Islam untuk menyeru kepada kebenaran dan perjuangan melawan kebatilan. Di antaranya adalah sabda beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lidahnya, tetapi jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman. Dan dibelakang itu tidak ada satu biji sawi pun keimanan.” (HR. Tirmidzi)
Beliau juga bersabda,
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah berfirman kepada kamu sekalian, “Perintahkan perbuatan yang makruf, cegahlah perbuatan mungkar sebelum kamu sekalian berdoa kepada-Ku lantas Aku tidak mengabulkan, kamu sekalian meminta kepada-Ku, tetapi Aku tidak memberi kalian, dan kamu sekalian memohon pertolongan kepada-Ku tetapi Aku tidak menolong kalian.”” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hiban)
Beliau juga bersabda, “Jika kamu melihat umatku takut mengatakan kepada orang yang zalim, ‘Hai orang zalim!’ maka sudah saatnya selamat tinggal untuk mereka.” (HR. Hakim)
2. Kewajiban sebagai Hukum
Memperjuangkan Islam hukumnya wajib, karena lumpuhnya hakimiyah Allah (usaha menjadikan Allah sebagai Hakim) di bumi dan berkuasanya tatanan-tatanan dan peraturan-peraturan positif produksi manusia atas masyarakat, mengharuskan kaum Muslimin untuk menegakkan masyarakat Islami, merintis kehidupan Islami, menundukkan manusia kepada Allah dalam akidah, akhlak, maupun tata kehidupan mereka dengan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya ) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisa : 64)
“Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itu Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakal dan kepada-Nya lah aku kembali.” (Asy Syura : 10)
“Barang siapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al Maidah : 44)
Dalam Al Maidah ayat 45 diakhiri dengan kata “dzalimun” dan dalam Al Maidah ayat 47 diakhiri dengan kata “fasiqun”.
Jika mewujudkan masyarakat Islami dan berhukum dengan apa yang diturunkan Allah merupakan kewajiban, maka berjuang untuk menegakkan dan mewujudkannya juga merupakan kewajiban sebagai hukum. Dalilnya adalah kaidah syar’iyah yang mengatakan, “Apa pun yang tanpanya suatu kewajiban tidak bisa terlaksana, maka ia merupakan kewajiban.”
Kebanyakan kawasan Islam –untuk tidak mengatakan semuanya- berhukum dengan tatanan-tananan positif produk manusia, yang merupakan perpaduan antara undang-undang Romawi, Yunani, Prancis, dan lain-lain. Sistem perekonomian yang dominan pada saat ini di seluruh penjuru adalah sistem kapitalisme dan sosialisme, yang merupakan suatu kondisi yang menjadikan perjuangan menghancurkan kehidupan jahilayah ini dan membangun kehidupan Islami sebagai fardhu ‘ain bagi setiap Muslim sampai Islam kembali memegang tampuk kepemimpinan.
Selain itu, banyak kewajiban agama yang pelaksanaannya tergantung pada adanya seorang khalifah atau imam, yang selanjutnya juga berkaitan dengan adanya kekuasaan Islam. Semua peraturan agama yang berkaitan dengan tatanan sosial, ekonomi, dan politik; semua peraturan agama yang berkaitan dengan hukum, pidana, keadaan damai, keadaan peperangan, jihad, perjanjian damai, dan berbagai muamalah di bidang sosial dan ekonomi; semuanya ini dan peraturan-peraturan lain tidak mungkin dilaksanakan kecuali melalui institusi negara yang berdiri di atas landasan Islam.
3. Kewajiban Menegakkan Islam sebagai Kebutuhan Darurat
Memperjuangakan Islam merupakan kebutuhan darurat yang harus dilaksankan dalam menghadapi tantangan-tantangan zaman dan konspirasi musuh-musuh Islam guna menghentikan gelombang materialisme dan gerak ateisme yang telah mengancam dan mendongkel serta memusnahkan eksistensi Islam.
Sesungguhnya pengamatan yang jeli terhadap kondisi yang dialami oleh kawasan-kawasan dunia Islam, menegaskan mendesaknya kebutuhan akan adanya front Islam, bahkan kita mengganggap pelaksanaan hal itu merupakan tanggung jawab syar’i yang tidak boleh ditinggalkan atau disepelekan.
Ada beberapa wilayah yang menderita karena penguasaan dan penjajahan orang-orang non-Muslim, seperti Palestina, Kasymir, Eritrea, Ciprus, Bkhara, Smarkand, dan sebagainya.
Ada beberapa kawasan dunia Islam yang menderita karena kekuasaan minoritas kelompok yang memiliki kebencian kepada Islam dan menindas kaum Muslimin dengan kekuatan besi dan api.
Ada beberapa bagian dunia Islam lainnya yang menderita karena dikuasai partai-partai berpaham kiri atau kanan, sebagaimana ada beberapa kawasan lain mengalami konflik berdarah yang hebat akibat terjadinya pertarungan antara kekuatan-kekuatan kanan dan kiri untuk meraih kekuasaan.
Lebih dari semua itu, sesungguhnya kawasan-kawasan dunia Islam secara keseluruhan sedang mengalami keadaan tercampakkan dan kacau : dalam bidang politik, sosial, dan perekonomian. Ia mengalami kemerosotan yang sangat mengkhawatirkan baik dalam bidang akhlak dan norma-norma maupun dalam bidang pemikiran dan keyakinan.
Semua itu dan hal-hal lain, menegaskan kewajiban untuk berjuang –meski karena desakan kebutuhan- menghadapi segala tantangan yang dihadapi oleh Islam, baik tatanan yang dihadapi oleh Islam, baik tantangan dari luar maupun dari malam berupa boneka-boneka dan algojo-algojo mereka bahu-membahu bersama mereka.
“Dan pergilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (Al Baqarah: 193)
4. Kewajiban secara Individual dan Kolektif
Sesungguhnya tanggung jawab berjuang untuk Islam –yang itu merupakan kewajiban syar’i- adalah termasuk dalam kategori kewajiban individu (fardhu ‘ain), keadaaannya seperti kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab-tanggung jawab syar’I lainnya yang pelaksanaannya akan diberi pahala sebagaimana meninggalkannya akan mendapat hukuman.
Allah berfirman,
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (Al Mudatsir: 17)
“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (Maryam: 95)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri…” (Al Isra: 7)
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Al An’am: 164)
“Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri.” (Al Ankabut: 6)
Agar seluruh manusia ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan pemakmuran, yaitu pembangunan kehidupan di atas kebenaran dan pemakmuran dengan kebaikan, Islam telah menetapkan tanggung jawab bagi setiap orang sesuai dengan batas kemampuan masing-masing, selama ia seorang yang balig, berakal, dan mampu. Suatu hal yang menjadikan masyarakat ibarat sel hidup yang berdenyut. Setiap individu di dalamnya membangun dan bersemangat untuk membangun. Masing-masing manusia di dalamnya memberi dan berkompetisi untuk memberi.
Dari sini, jelaslah bahwa kewajiban memperjuangkan Islam itu bersifat individu seperti kewajiban Islam yang lain. Jika dari sisi ini memperjuangkan Islam merupakan kewajiban individu, maka ia merupakan kewajiban kolektif dipandang dari segi tanggung jawab pelaksanaannya. Ini dikuatkan oleh berbagai kenyataan dan pertimbangan yang pada dasarnya tidak bisa diperdebatkan lagi, diantaranya adalah :
a. Sesungguhnya beban-beban perjuangan Islam terlalu besar untuk dihadapi oleh seseorang secara individu. Perjuangan Islam bertujuan untuk menghancurkan jahiliahisme secara keseluruhan lantas menegakkan Islam sebagai penggantinya. Ini menuntut banyak konsekuensi, potensi, dan usaha yang beban-bebannya tidak bisa ditanggung oleh satu individu, bahkan tidak ada yang mampu memikulnya –meski dengan susah payah- kecuali oleh organisasi pergerakan yang mempunyai kapasitas kesadaran, keorganisasian, dan kemampuan yang tangguh.
b. Usaha Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam menghadapi jahiliahisme dan menegakkan masyarakat Islam serta membangun kehidupan Islami merupakan dalil syar’i mengenai kewajiban jama’i (secara kolektif) dalam memperjuangkan Islam. Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah mengandalkan metode perjuangan individual, akan tetapi sejak hari pertama beliau intensif membangun sebuah “komunitas” yang unsur-unsur dan individu-individunya telah dipilih dan disaring sedemikian rupa agar menjadi sarana bagi Islam dalam gerakan perubahan.
Inilah kenyataan-kenyataan dalam sirah (sejarah hidup) di berbagai periode dan disegala bidang.
c. Jalan perjuangan Islam ini dipenuhi dengan duri dan dikelilingi oleh ujian. Tantangan-tantangan yang menghadang di jalan ini sangat besar. Kekuatan-kekuatan yang mengintai Islam dan para pemeluknya sangat banyak. Inilah yang menuntut adanya sebuah organisasi pergerakan yang besar dipandang dari sisi kualitas maupun kuantitas untuk menghadapi semua periode perjuangan, dalam berbagai kondisi serta kemungkinannya. Di dalam ayat-ayat Al Quran maupun Hadits Nabi terdapat isyarat-isyarat dan indikasi-indikasi jelas yang menegaskan kebutuhan mendesak adanya perjuangan Islam, secara kolektif dan terorganisasi.
“…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al Ma’idah : 3)
5. Barang siapa Berjihad, Sesungguhnya Ia Berjihad untuk Dirinya Sendiri
Sesungguhnya hal pertama yang menjadi kewajiban para aktivis Islam adalah hendaknya sepenuhnya menyadari bahwa merekalah sebenarnya yang membutuhkan Islam dan bahwa mereka ketika berjuang dan berjihad, hakikatnya dilakukan dalam rangka membersihkan dirinya, menyucikan jiwanya, melaksanakan sebagian hak Allah yang wajib mereka tunaikan, dan agar mereka bisa mengharapkan pahala dari Allah pada hari ketika penglihatan tidak bisa tetap dalam melihat dan hati telah menyesak ke tenggorokan.
Mereka sendirilah yang akan beruntung jika mereka maju ke medan perjuangan dan sebaliknya mereka sendirilah yang merugi jika mereka mundur darinya.
“Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Al Ankabut : 6)
“Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu.” (Muhammad : 38)
Mereka juga harus mengetahui bahwa harga diri mereka yang sejati adalah dengan Islam. Tanpa Islam, mereka tidak mempunyai harga diri, karena ketika itu mereka … bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi…; juga bahwa kemuliaan sejati tidak mungkin diwujudkan kecuali dengan berperan serta dan konsisten dalam perjuangan Islam ini. “Barang siapa yang menyendiri, maka ia menyendiri di neraka” dan bahwa barang siapa terlibat dalam perjuangan, berarti telah memiliki hubungan dengan nasab yang paling mulia serta memiliki jaringan dengan kafilah para pemberi petunjuk, yaitu termasuk dalam golongan orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh dan mereka itu sebaik-baik kawan.
Para aktivis perjuangan Islam harus mengetahui bahwa bertahan dalam perjuangan merupakan syarat untuk mendapatkan keteguhan. “Sesungguhnya, serigala itu tidak akan memangsa, kecuali kambing yang menyendiri.”
Di dalam sebuah masyarakat yang dipenuhi dengan gelombang fitnah seperti malam yang gelap gulita ini, tidak mungkin seseorang yang jauh dari “dzikra” (peringatan Allah) dan yang jauh dari sikap saling menasehati dengan kebenaran dan kesabaran, bisa hidup tanpa mendapatkan pengaruh dan ternodai oleh kotoran-kotorannya.
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz Dzariyat : 55)
“Demi masa, sesungguhnya manusia ada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beramal shaleh, saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran.” (Al Ashr : 1-3)
Karena itu, tidak ada pilihan lain untuk hidup selain di dalam naungan keluarga beriman, tidak ada pilihan untuk tidak bergabung dengan masirah Ar Rahman (rombongan Allah Yang Maha Pengasih) dan hidup di bawah naungannya, untuk selama-lamanya.
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al Kahfi : 28)
Para aktivis Islam juga harus menyadari bahwa mereka berjuang hanyalah karena Allah dan berjihad di jalan-Nya, bahwa perjalanan ini panjang dan berat, serta bahwa surga itu dikelilingi oleh berbagai hal yang tidak mengenakkan sedangkan neraka dikelilingi dengan berbagai kesenangan.
Jalan ini tidak mungkin mampu ditempuh oleh orang yang cemas akan masa depan rezeki dan kehidupannya.
Jalan ini tidak mungkin mampu ditempuh oleh orang yang hobinya bermain-main dan bersenang-senang, hatinya sempit, dan kekuatannya keropos. Juga siapa saja yang tidak mampu bersabar terhadap satu perkataan, apalagi terhadap celaan. Juga orang yang bangga dengan pendapatnya sendiri, yaitu orang bodoh, namun ia tidak tahu bahwa dirinya bodoh. Juga orang yang tidak mau menerima keputusan bersama dan memegang pendapat jamaah.
Ia merupakan jalan untuk membersihkan dan menyucikan diri, jalan kasih sayang dan kemuliaan, jalan kesabaran yang panjang, jalan ketulusan dan kemuliaan, serta jalan kejujuran dan keikhlasan. Jalan dengan karakteristik semacam ini tidak mungkin ada yang bisa bertahan di dalamnya selain orang-orang beriman yang hati mereka terikat dengan Allah; orang-orang yang jiwa mereka memandang kepada Allah Yang Maha Esa dan Ash Shammad (Allah Tempat memohon).
“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Ath Thalaq: 3)
“… maka barang siapa melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” (Al Fath : 10)