Sifat-sifat Dzat dan Sifat-sifat Perbuatan

Sifat-sifat Allah Ta’ala diantaranya ada yang disebut sifat-sifat dzat, dan ada juga yang disebut sifat-sifat af’al (perbuatan). Sifat-sifat dzat adalah sifat-sifat tsubutiyah atau sifat-sifat ma’ani, yaitu sifat hayat (hidup), ilmu (mengetahui), qudrah (kuasa), iradah (berkehendak), sama’ (mendengar), bashar (melihat) dan kalam (berbicara), sebagaimana yang diuraikan di atas.

Adapaun sifat-sifat af’al (perbuatan) adalah seperti sifat mencipta dan memberi rezeki. Jadi Allah yang Maha Menciptakan dan Maha Memberi rezeki itu Dialah yang melakukan penciptaan (membuat makhluk) dan yang mengaruniakan rezeki kepada mereka. Semua ulama telah sepakat bahwa sifat-sifat af’al ini bukanlah Dzat Allah melainkan sifat yang ada pada Dzat sebagai tambahan pada Dzat-Nya.

Adapun mengenai sifat-sifat Dzat, para ulama berselisih pendapat mengenai hal itu, apakah sifat-sifat tersebut adalah Dzat-Nya itu sendiri?

Dengan kata lain, apakah Allah Ta’ala itu mengetahui dengan Dzat, hidup dengan Dzat, dan begitu seterusnya sampai akhir sifat tsubutiyah.

Ataukah sifat-sifat tersebut merupakan sifat tambahan pada Dzat? Dengan kata lain: Apakah Allah itu mengetahui dengan pengetahuan, Allah kuasa dengan kekuasaan, hidup dengan kehidupan, berkehendak dengan keinginan, mendengar dengan pendengaran, melihat dengan penglihatan dan berbicara dengan pembicaraan?

Kami berpendapat seperti pendapat para ulama dan tokoh-tokoh agama bahwa persoalan di atas adalah persoalan yang berasal dari luar Islam lalu dimasukkan ke dalam Islam. Hal ini termasuk bid’ah pada bidang aqidah dan hal-hal munkar yang harus dijauhi kaum Muslimin. Sebab Dzat Allah itu terlalu agung untuk dapat kita capai dengan cara seperti itu.

Pemikiran-pemikiran seperti itu termasuk pemikiran, yang kita dilarang melakukannya. Allah sekali-kali tidak membebani kita dengannya karena keluar dari ruang lingkup akal yang terbatas kemampuannya, sedangkan Dzat Allah berada di atas pengetahuan manusia.

Allah berfirman:

“Dia tidak dapat dicapai oleh pandangan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah [6]: 103)

Firman-Nya lagi:

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Asy-Syu’ara [42]: 11)

Juga firman-Nya:

“Dia mengetahui apa yang ada di hadapanmu dan dibelakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (QS. Thaha [20]: 110)

Di muka telah diutarakan hadits yang berbunyi:

“Berpikirlah kamu tentang makhluk ciptaan Allah, dan jangan berpikir tentang Dzat Allah, sebab kamu tidak dapat mencapai kadarnya.”

Sesungguhnya kewajiban yang dibebankan Allah kepada kita adalah mengetahui bahwa Allah ada, Dia memiliki nama-nama yang terbaik (Asma’ul Husna), sifat-sifat yang tertinggi, dan memiliki kesempurnaan yang mutlak. Sedangkan hal-hal di balik itu kita wajib menahan diri, tidak boleh mencarinya. Karena pengetahuan mengenainya tidak memberi manfaat, sedangkan ketidaktahuan mengenainya pun tidak membahayakan.

Sifat-sifat Allah sebagai Rambu-rambu Penunjuk Jalan

Sesungguhnya kita semua wajib berjalan mengikuti petunjuk sifat-sifat Allah itu, menggunakannya sebagai cahaya penerang jalan, menjadikannya sebagai contoh tauladan tertinggi, dan menjadikannya sebagai tujuan akhir hidup kita sehingga kita dapat mencapai puncak ketinggian jiwa dan peningkatan ruhani yang sempurna.

Hujjatul Islam Imam al-Ghazali menulis sebuah buku yang diberi judul “Al-Maqshad Al-Asna”. Di dalam buku ini beliau menguraikan nama-nama Allah yang terbaik (Asma’ul Husna) dan menjelaskannya apa bagian yang harus diambil oleh orang beriman dari setiap nama tersebut. Oleh karena itu perlu kiranya kita mempelajari kitab tersebut.

Di sini kita mengutip dari buku “Al-Dien Al-Islami” hal-hal sebagai berikut:

Allah “Rabbul-‘Aalamin”. Ini merupakan teladan tertinggi yang wajib diteladani oleh orang yang beriman. Yaitu dengan memperbaiki pendidikan dirinya dan pendidikan keluarganya. Ia harus bekerja untuk hal-hal yang mengandung kebaikan dan keberuntungan.

Allah “Maha Pemurah”, mengaruniakan nikmat kepada makhluk-makhluk-Nya, dan menampakkan cinta-Nya kepada mereka, sekalipun mereka tidak mengerjakan suatu amal yang menyebabkan mereka berhak menerima hak itu.

Ini merupakan contoh tauladan tertinggi, yang harus dijadikan sebagai hiasan akhlak bagi umat manusia. Maka ia harus menyayangi putra-putra bangsanya, mengerjakan kebaikan untuk mencari ridha Allah, bukan karena mengambil suatu manfaat, atau karena takut tertimpa suatu bahaya.

Allah “Maha Pengasih”; memberikan balasan kepada manusia atas amal perbuatannya. Ini juga merupakan contoh yang sangat tinggi, yang mengharuskan umat manusia membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan pula.

Allah “yang menguasai hari pembalasan”; menghitung amal perbuatan manusia, lalu memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat keburukan dengan balasan yang setimpal, bukan karena senang menyiksa, melainkan dengan semangat toleransi (bersedia memberi maaf). Sebagaimana seorang pemimpin yang penyayang wajib bersikap seperti itu terhadap yang dipimpinnya. Juga seorang ayah terhadap anaknya. Ini juga merupakan contoh tauladan yang sangat tinggi yang mengharuskan umat manusia untuk bersikap toleran dan pemaaf dalam pergaulannya dengan orang lain.

Keempat sifat ini merupakan sifat-sifat Allah tertinggi yang paling utama, serta keteladan-Nya yang sangat tinggi. Apa saja pelajaran yang dapat diambil dari sifat-sifat ini juga berlaku untuk sifat-sifat yang lain. Yakni, dari keempat sifat Allah ini dapat diambil pelajaran untuk dijadikan tauladan. Demikian pula halnya dari sifat-sifat-Nya yang lain.

Misalnya sifat cinta dan sayang yang merupakan cerminan dari sifat-sifat Allah berikut:

  1. Ar-Rauf (Maha Belas Kasihan)
  2. Al-Wadud (Maha Mencintai)
  3. At-Tawwab (Maha Menerima Taubat)
  4. Al-‘Afuw (Maha Memaafkan)
  5. Asy-Syakur (Maha Pemberi Balasan)
  6. As-Salaam (Maha Damai)
  7. Al-Mu’min (Maha Pemberi Rasa Damai)
  8. Al-Barr (Maha Baik dalam Tindakan dan Pemberian)
  9. Rafi’ud Darajaat (Maha Meninggikan Derajat)
  10. Ar-Razaaq (Maha Pemberi Rezeki)
  11. Al-Wahhab (Maha Pemberi Karunia)
  12. Al-Wasi’ (Maha Luas Anugerah-Nya)

Semua sifat ini merupakan sifat yang harus dijadikan oleh umat manusia sebagai lampu untuk menerangi jalan hidupnya dengan mengikuti petunjuk-Nya, dan wajib dijadikan sebagai hiasan dirinya sebagaimana telah kami kemukakan di atas.

Demikian pula halnya sifat-sifat yang mempunyai makna mengetahui yang tercermin dalam sifat-sifat-Nya sebagai berikut:

  1. Al-‘Alim (Maha Mengetahui)
  2. Al-Hakim (Maha Bijaksana)
  3. As-Sami’ (Maha Mendengar)
  4. Al-Bashir (Maha Melihat)
  5. Asy-Syahid (Maha Menyaksikan)
  6. Ar-Raqib (Maha Mengawasi)
  7. Al-Bathin (Maha Mengetahui Rahasia)

Ini semua merupakan sifat-sifat yang harus diteladani umat manusia agar dapat mencapai puncak pengetahuan dan kebijaksanaan. Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya di bumi. Allah berfirman:

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat. “Sesungguhnya Aku benar-benar akan menjadikan seorang kholifah di bumi.” (QS. Al-Baqarah [2]: 30)

Allah mengistimewakan manusia dari semua makhluk-Nya dengan mengajarkan kepadanya nama-nama barang seluruhnya. Allah berfirman:

“Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (barang) seluruhnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 31)

Mengenai hikmah (kebijaksanaan). Allah mengutus seorang Rasul kepada umat manusia untuk mengajarkan hikmah kepada mereka. Allah berfirman:

“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (As-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 151)

Firman-Nya:

“Allah benar-benar telah memberikan karunia-Nya kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.” (QS. Ali Imran [3]: 164)

Firman-Nya:

“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.” (QS. Al-Jumu’ah [62] :2)

Mengenai hal-hal yang khusus berkaitan dengan sifat-sifat Allah yang menunjukkan kuasa-Nya dan pengaturan-Nya, Allah telah memerintahkan para malaikat supaya bersujud kepada manusia (Adam), dan menunjukkan langit dan bumi untuk melayaninya dan memberi manfaat kepadanya.

Oleh karena itu manusia harus menjadikan sifat-sifat Allah sebagai contoh tauladan yang tertinggi, agar ia dapat melaksanakan tugas kekhalifahan yang dibebankan kepadanya.

Dengan menjadikan sifat-sifat Allah sebagai contoh tauladan yang tertinggi itu bukanlah berarti manusia mampu mencapai derajat kesempurnaan. Akan tetapi yang kami maksud adalah bahwa manusia harus menjadikan sifat-sifat tersebut sebagai pandu penunjuk jalan dalam kehidupannya, agar dengan sifat-sifat tersebut ia dapat hidup dengan kehidupan yang baik penuh berkah.