Ibu Musa dan Kepatuhannya Terhadap Perintah Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: ‘Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.’ Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Dan berkatalah istri Fir’aun: ‘(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak,’ sedang mereka tiada menyadari Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).” (Al Qashash: 7-10)
Saudara Perempuan Musa ’Alaihi Salam dan Kehebatan Siasatnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ‘Ikutlah dia,’ maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya, dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu: maka berkatalah saudara Musa: ‘Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?’ Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Al Qashash: 11-13)
Gadis Kota Madyan dan Kekuatan Firasatnya
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata. ‘Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.'” (Al Qashash: 26)
Istri Fir’aun Adalah Perumpamaan Dalam Keimanan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: ‘Ya Tuhanhu, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.'” (At Tahrim: 11)
Istri Imran Menazarkan Bayi Yang Ada Dalam Rahimnya Untuk Kepentingan Agama Allah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“(Ingatlah) ketika istri Imran berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'” (Ali-Imran: 35)
Khaulah Binti Tsa’labah Mengajukan Gugatan Kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat. Orang-orang yang menzhihar istrinya di antara kamu (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak). Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.” (Al Mujadilah: 14)
Ayat ini turun sehubungan dengan kasus antara Aus bin Shamit dengan istrinya, Khaulah binti Tsa’labah, ketika Aus berkata kepada istrinya: “Kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku.”
Pada zaman jahiliah, apabila seorang laki-laki mengucapkan kata-kata seperti ini kepada istrinya berarti dia sudah mengharamkan istrinya bagi dirinya (menalaknya). Karena itulah Khaulah pergi menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. untuk mengajukan gugatan mengenai perkara dengan suaminya ini. Dia berkata: “Demi Yang menurunkan Al Kitab kepadamu, dia (Aus) tidak pernah menyebut kata-kata talak … Ya Allah, aku mengadukan kepadamu betapa gundahnya batinku dan alangkah beratnya bagiku berpisah dengannya. Ya Allah, turunkanlah melalui lidah Nabi-Mu suatu pemecahan terhadap masalah yang kami hadapi ini.”
Maka turunlah ayat-ayat tersebut yang sekaligus merupakan jalan keluar bagi masalah yang dihadapi oleh Khaulah dan suaminya.