Surat Al Baqarah: Gambaran Umum (4)

Surat yang memuat penjelasan tentang berbagai sifat, pengarahan dan peringatan ini, juga memuat tentang pembinaan Jamaah Muslim dan persiapannya untuk mengemban amanat aqidah di muka bumi setelah keengganan Bani Israil untuk memikulnya di masa lalu dan penyikapan mereka terhadap aqidah tersebut dengan sikap seperti itu pada akhirnya.

Sifat ini—seperti telah kami jelaskan—dimulai dengan menjelaskan karakteristik kelompok-kelompok yang dihadapi dakwah pada masa awal hijrah—termasuk di dalamnya isyarat kepada setan-setan Yahudi yang disebutkan setelah itu secara panjang lebar—dan kelompok-kelompok yang akan dihadapi dakwah ini sepanjang sejarah sesudahnya. Kemudian surat ini melanjutkan penjelasannya sesuai dengan mihwar (poros)-nya yang memiliki dua alur utama itu hingga akhir, dalam suatu kesatuan yang sangat jelas, yang mencerminkan kepribadian khusus bagi surat ini, di samping berbagai ragam tema yang dibahasnya.

Setelah memaparkan tiga tipologi yang pertama: Orang-orang yang bertaqwa, orang-orang kafir dan orang-orang munafiq. Dan setelah mengisyaratkan secara implisit kepada setan-setan Yahudi…kita dapati ajakan kepada semua manusia untuk menyembah Allah dan beriman kepada kitab yang diturunkan kepada hamba-Nya. Di samping tantangan kepada orang-orang yang meragukannya untuk membuat surat yang setara, ancaman neraka bagi orang-orang kafir, dan berita gembira berupa surga bagi orang-orang beriman…kemudian, di penghujungnya kita dapati ulasan (ta’qib) terhadap perkara orang-orang yang kafir terhadap Allah:

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan? Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit! Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al Baqarah [2]:28-29)

Pada maqtha’ (penggal) yang mengisyaratkan penciptaan segala yang ada di bumi ini untuk manusia, tercantum kisah pengangkatan Adam sebagai khalifah di muka bumi:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi..” (Al Baqarah [2]:30)

Kisah ini lalu menggambarkan pertarungan yang abadi antara Adam dan setan hingga berakhir dengan akad istikhlaf yaitu akad keimanan:

“Kami berfirman: ‘Turunlah kamu dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati’. Adapun orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al Baqarah [2]:38-39) 

Setelah itu konteks (susunan ayat) memenuhi penjelajahan (jaulah) panjang lebar bersama Bani Israil—sebagian ‘alenianya’ telah kami sebutkan terdahulu—dengan disertai ajakan kepada mereka untuk masuk ke dalam agama Allah dan apa yang diturunkan Allah (Kitab) yang membenarkan apa yang ada pada mereka, di samping mengingatkan mereka akan berbagai ketergelinciran, kesalahan, kelicikan, dan kegemaran mereka mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, semenjak hari-hari kenabian Musa ‘alaihis salam. Penjelajahan ini menghabiskan seluruh juz pertama dari surat ini.

Dari penjelajahan itu diperoleh suatu gambaran yang jelas tentang reaksi Bani Israil terhadap Islam, Rasul pembawa Islam, dan Al-Qur’an. Adalah mereka orang yang pertama kafir terhadapnya. Mereka mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Memerintahkan manusia melaksanakan kebajikan—yakni keimanan—tetapi mereka melupakan diri mereka sendiri. Mereka mendengar kalam Allah kemudian menyelewengkannya setelah mereka memahaminya. Mereka menipu orang-orang beriman dengan menampakkan keimanan tetapi apabila sebagian mereka bertemu dengan sebagian yang lain, mereka memperingatkan sesamanya agar Kaum Muslimin jangan sampai mengetahui apa yang mereka ketahui tentang perkara Nabi dan kebenaran kerasulannya!

Mereka ingin mengembalikan kaum Muslimin menjadi kafir lagi. Mereka mengklaim, demi tujuan ini, bahwa orang-orang yang mendapat petunjuk adalah orang-orang Yahudi saja—sebagaimana orang-orang Nasrani mempunyai klaim yang sama—. Mereka menyatakan permusuhan secara terang-terangan terhadap Jibril alaihis salam karena dialah yang membawa wahyu kepada Muhammad, bukan kepada mereka. Mereka membenci segala bentuk kebaikan yang dicapai kaum Muslimin dan senantiasa menginginkan keburukan bagi mereka. Mereka memanfaatkan setiap kesempatan untuk menimbulkan keraguan tentang kebenaran perkara kenabian dan kedatangannya dari sisi Allah ta’ala sebagaimana yang telah mereka lakukan dalam masalah pengalihan kiblat. Mereka menjadi inspirator dan pengarah bagi orang-orang munafiq, sebagaimana mereka menjadi agitator bagi orang-orang musyrik.

Oleh sebab itu, surat Al Baqarah ini memuat serangan dahsyat terhadap berbagai ulah kebohongan tersebut. Mengingatkan mereka akan sikap-sikap mereka yang serupa terhadap Nabi mereka—Musa alaihis salam—,sikap mereka terhadap syariat dan nabi-nabi mereka sepanjang generasi mereka. Al-Qur’an dalam masalah ini berbicara kepada mereka seolah-olah mereka satu generasi yang berkesinambungan dan satu watak yang tidak pernah berubah ataupun berganti.

Serangan ini berakhir dengan memupus Kaum Muslimin agar tidak lagi mengharapkan keimanan mereka, selagi mereka memegang erat watak yang licik dan bengkok itu. Sebagaimana berakhir dengan ketetapan yang tegas tentang klaim mereka sebagai satu-satunya pihak yang mendapat petunjuk, padahal mereka pewaris Ibrahim. Ditegaskan bahwa pewaris Ibrahim yang sejati adalah orang-orang yang berjalan mengikuti sunnahnya dan berkomitmen dengan janjinya kepada Tuhannya. Sesungguhnya, pewaris Ibrahim, dengan demikian, adalah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman kepadanya, setelah orang-orang Yahudi menyimpang dan enggan memikul beban amanat aqidah dan khilafah di muka bumi dengan melaksanakan manhaj Allah. Nabi Muhammad dan orang-orang yang bersamanya telah bangkit mengemban amanat ini dan bahwa hal ini merupakan istijabah (respons) terhadap doa Ibrahim dan Ismail alaihis salam ketika keduanya meninggikan dasar-dasar Baitullah:

“Wahai Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada-Mu dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Wahai Tuhan kami, utuslah untuk  mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka al-Kitab (Al Qur’an) dan hikmah (as-sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Baqarah [2]:128-129)

Sampai pada batas ini konteks surat mulai diarahkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan jama’ah Muslim di sekitarnya, dengan memulai meletakkan dasar-dasar yang menjadi landasan kehidupan jama’ah yang diamanati tugas melaksanakan dakwah Allah di muka bumi. Kemudian dijelaskan pula karakter khas yang menjadi ciri khusus Jama’ah ini dan manhaj yang khas tentang tashawwur dan kehidupan.

Selanjutnya, surat ini menjelaskan manhaj Rabbani  bagi Jamaah Muslimin tersebut. Manhaj tashawwur dan ibadah, manhaj perilaku dan muamalah, yang menjelaskan kepada Jama’ah ini bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah tidak mati tetapi tetap hidup. Sesungguhnya musibah yang menimpa berupa rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan tidak dimaksudkan sebagai keburukan tetapi semata-mata ujian; siapa yang bersabar menghadapinya pasti mendapatkan cinta, rahmat, dan petunjuk Allah. Sesungguhnya setan menjanjikan kemiskinan kepada manusia dan memerintahkan perbuatan keji kepada mereka, padahal Allah menjanjikan ampunan dan karunia kepada mereka. Sesungguhnya Allah adalah wali orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada cahaya.

Sementara orang-orang kafir, wali mereka adalah para taghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada berbagai kegelapan..Kemudian dijelaskan pula sebagian hukum halal dan haram tentang berbagai makanan dan minuman, tentang hakikat kebajikan, bukan berbagai fenomena dan bentuknya. Tentang hukum-hukum qishash dalam pembunuhan, hukum-hukum wasiat, hukum-hukum puasa, hukum-hukum jihad, hukum-hukum haji, hukum-hukum pernikahan dan thalaq disertai penjelasan panjang lebar tentang dustur (undang-undang) keluarga secara khusus, hukum-hukum shadaqah, hukum-hukum riba, hukum-hukum hutang dan perniagaan.

Dalam beberapa kaitan (munasabah) tertentu, konteks surat kembali kepada pembicaraan tentang Bani Israil sesudah Musa dan tentang beberapa fragmen (halaqah) dari kisah Ibrahim. Tetapi batang tubuh surat—setelah juz pertama darinya—mengarah memikul amanat aqidah, khilafah di muka bumi dengan manhaj Allah dan syari’at-Nya, memberikan kekhususan kepadanya (Jama’ah Muslim) dengan tashawwur yang khas tentang wujud, dan kaitannya dengan Tuhannya yang telah memilihnya untuk mengemban amanat kubra ini.

* * *

Di bagian akhir, kita dapat melihat penutup surat merujuk kembali pembukaannya dengan menjelaskan tabi’at tashawwur keimanan, keimanan umat Islam kepada semua nabi, kepada semua kitab, kepada yang ghaib dan apa yang ada di baliknya disertai dengan sikap mendengar dan ta’at:

“Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan:’Kami dengar dan kami ta’at’. (Mereka berdoa): ‘Ampunilah wahai Tuhan kami dan kepada-Mu tempat kembali’. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapatkan pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Merek berdoa):’Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (Al Baqarah [2]:285-286)

* * *

Orang yang hidup di bawah naungan Al Qur’an bisa merasakan bahwa setiap surat di antara surat-surat Al Qur’an memiliki kepribadian dan karakter yang khas! Kepribadian (syakhsiyah) yang memiliki ruh yang membuat hati hidup bersamanya, persis seperti ia hidup bersama ruh makhluk hidup yang memiliki profil, karakter, dan style yang khas!