» يا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ «
“Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan mati, cintailah siapa yang engkau suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.” (HR. Hakim, no. 7921).
Saudaraku,
Beberapa detik yang lalu, kita telah memasuki gerbang tahun baru 1437 Hijriyah. Tak terasa usia kita telah bertambah satu tahun lagi. Di lain sisi, disadari atau tidak, sejatinya jatah usia kita telah berkurang satu tahun lagi. Itu artinya, perjalanan hidup kita menuju kematian sudah semakin dekat. Pernahkah kita menghitung, orang-orang yang pernah dekat dengan kita semasa hidupnya dan sekarang tinggal menyisakan nama dan kenangan?.
Seperti tercantum dalam ayat, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Ankabut: 57).
Setiap orang yang pernah hidup di muka bumi ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa terkecuali, mereka semua akan mati, tiap orang. Entah itu pejabat atau rakyat. Bangsawan atau budayawan. Konglomerat maupun orang yang hidup di kolong melarat. Dan begitu seterusnya.
Saat ini, kita tidak pernah menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat ini masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah ditentukan.
Pernahkah kita merenungkan seorang bayi yang baru saja membuka matanya di dunia ini dengan seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut. Keduanya sama sekali tidak berkuasa terhadap kelahiran dan kematian mereka. Hanya Allah yang memiliki kuasa untuk memberikan nafas bagi kehidupan atau untuk mengambilnya.
Pembicaraan tentang tema kematian sering dicela oleh sebagian kita yang merasa tidak nyaman mendengarnya. Hampir tiap hari, kita menyaksikan kematian orang lain di sekitar kita dengan sebab dan jalan kematian yang berbeda-beda. Ada yang diawali dengan sakit. Ada yang disebabkan karena kecelakaan. Ada yang sedang pesta miras. Tapi tidak sedikit yang menghadap-Nya saat berlayar di samudera ibadah.
Ketika kematian dialami oleh seorang manusia, semua “kenyataan” dalam hidup tiba-tiba lenyap. Tidak ada lagi kenangan akan “hari-hari indah” di dunia ini. Sewaktu hidup, kita dapat mengedipkan mata, menggerakkan badan, berbicara, tertawa; semua ini merupakan fungsi tubuh kita. Sekarang renungkan bagaimana keadaan dan bentuk tubuh seorang anak manusia setelah ia meninggal dunia.
Dimulai saat ia menghembuskan napas untuk yang terakhir kalinya, ia bukanlah siapa-siapa lagi, selain “seonggok daging”. Tubuhnya yang diam dan terbujur kaku, akan dibawa ke kamar mayat. Di sana, ia akan dimandikan untuk yang terakhir kalinya. Dengan dibungkus kain kafan, jenazahnya akan di bawa ke kuburan dalam sebuah peti mati. Sesudah jenazahnya dimasukkan ke dalam liang lahat, maka tanah akan menutupi tubuhnya. Ini adalah kesudahan cerita seseorang. Mulai saat itu, ia hanyalah seseorang yang namanya terukir pada batu nisan di kuburan.
Selama bulan-bulan atau tahun-tahun pertama, kuburannyaa mungkin sering dikunjungi orang-orang dekat dan keluarganya. Seiring dengan berlalunya waktu, hanya sedikit orang yang datang. Beberapa tahun kemudian, tidak seorang pun yang datang mengunjungi.
Sementara itu, keluarga dekatnya akan mengalami kehidupan yang berbeda yang disebabkan oleh kematiannya. Di rumah, ruang dan tempat tidurnya akan kosong. Setelah pemakaman, sebagian barang-barang miliknya akan disimpan di rumah: baju, sepatu, dan lain-lain yang dulu menjadi milik dan kebanggaannya akan diberikan kepada mereka yang memerlukannya.
Berkas-berkas penting miliknya di kantor akan dibuang atau diarsipkan. Selama tahun-tahun pertama, beberapa orang masih berkabung akan kepergiannya. Namun, waktu akan mempengaruhi ingatan-ingatan mereka terhadap masa lalu. Empat atau lima dasawarsa kemudian, hanya sedikit orang saja yang masih mengenangnya. Tak lama lagi, generasi baru muncul dan tidak seorang pun dari generasinya yang masih hidup di muka bumi ini. Apakah kira-kira ia akan diingat orang atau tidak, hal tersebut tidak ada gunanya baginya.
Sementara semua hal ini terjadi di dunia, jenazah yang ditimbun tanah akan mengalami proses pembusukan yang cepat. Segera setelah jenazah dimakamkan, maka bakteri-bakteri dan serangga-serangga berkembang biak pada mayat tersebut; hal tersebut terjadi dikarenakan ketiadaan oksigen.
Saudaraku,
Secara ilmiah, gas yang dilepaskan oleh jasad renik ini mengakibatkan tubuh jenazah menggembung, mulai dari daerah perut, yang mengubah bentuk dan rupanya. Buih-buih darah akan meletup dari mulut dan hidung dikarenakan tekanan gas yang terjadi di sekitar diafragma. Selagi proses ini berlangsung, rambut, kuku, tapak kaki, dan tangan akan terlepas. Seiring dengan terjadinya perubahan di luar tubuh, organ tubuh bagian dalam seperti paru-paru, jantung dan hati juga membusuk.
Sementara itu, pemandangan yang paling mengerikan terjadi di sekitar perut, ketika kulit tidak dapat lagi menahan tekanan gas dan tiba-tiba pecah, menyebarkan bau busuk yang tak tertahankan. Mulai dari tengkorak, otot-otot akan terlepas dari tempatnya. Kulit dan jaringan lembut lainnya akan tercerai berai. Otak juga akan membusuk dan tampak seperti tanah liat. Semua proses ini berlangsung sehingga seluruh tubuh menjadi kerangka.
Saudaraku,
Tidak ada kesempatan untuk kembali kepada kehidupan yang sebelumnya. Berkumpul bersama keluarga di meja makan, bersosialisasi calon Wali Kota dan Wakilnya atau memiliki pekerjaan yang terhormat; semuanya tidak akan mungkin terjadi.
Singkatnya, “onggokkan daging dan tulang” yang tadinya dapat dikenali; mengalami akhir yang memilukan. Sedangkan sisa dari tubuh si mayit akan menjadi bagian dari tanah.
Akhir kehidupan yang sangat mengerikan yang menunggu manusia; seharusnya menyadarkan diri kita bahwa ia bukanlah hanya tubuh semata, melainkan jiwa yang “dibungkus” dalam tubuh. Dengan redaksi lain bahwa kita seharusnya sadar bahwa kita memiliki suatu eksistensi di luar tubuh kita setelah meninggal dunia.
Mungkin, ada orang yang meninggal dalam perjalanannya ke sekolah atau terburu-buru untuk menghadiri rapat di kantornya juga berpikiran serupa. Tidak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa koran esok hari akan memberitakan kematian mereka.
Saudaraku,
Sangat mungkin, saat anda membaca tulisan ini, anda berharap untuk tidak meninggal setelah anda menyelesaikan membacanya atau bahkan menghibur kemungkinan tersebut terjadi. Mungkin anda merasa bahwa saat ini belum waktunya mati karena masih banyak hal-hal yang harus diselesaikan. Namun demikian, hal ini hanyalah alasan untuk menghindari kematian dan usaha-usaha seperti ini hanyalah hal yang sia-sia untuk menghindarinya:
“Katakanlah, “Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja.” (QS. Al-Ahzab: 16).
Saudaraku,
Kita yang diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa kita juga akan mati seorang diri. Namun terkadang selama hidup, kita sering hanya mengejar harta benda duniawi. Padahal tidak seorang pun dapat membawa harta bendanya ke dalam kubur. Jenazah dikuburkan hanya dengan dibungkus kain kafan yang dibuat dari bahan yang murah. Tubuh datang ke dunia ini seorang diri dan pergi darinya pun dengan cara yang sama. Modal yang dapat kita bawa setelah kematian hanyalah iman dan amal-amal shalih kita.
Saudaraku,
Kedatangan ajal kita adalah rahasia Allah Ta’ala, sungguh merugi jika kita tidak menyiapkan bekal yang cukup untuk menyambut kedatangannya yang muncul tanpa aba-aba, permisi dan salam.
Kita cermati pesan Jibril AS kepada baginda Nabi kita Muhammad SAW, “Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan mati, cintailah siapa yang engkau suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.” (HR. Hakim, no. 7921).
Saudaraku,
Sudah siapkah kita jika malaikat maut datang esok hari untuk menjemput ajal kita?.
Mari kita buka lembaran hidup baru, di tahun yang baru dengan semangat ubudiyah yang baru dan prestasi iman yang semakin padu. Amien. Wallahu a’lam bishawab.
Metro, 14 Oktober 2015
Fir’adi Abu Ja’far